A.
Pengertian dan sejarah Person Centered
Therapy
Terapi
Non-direktif, yang juga sering disebut Terapi Terpusat pada Klien atau Person
Centered Therapy dan selanjutnya disingkat PCT dikembangkan oleh Carl Rogers,
direktur Rochester Guidance Center, New York Amerika Serikat. Model terapi ini
lebih disukai banyak orang, dan mempunyai banyak anggota dari berbagai negara
di dunia, baik di Amerika Serikat, Eropa, Asia, Afrika, termasuk Indonesia. Rogers,
psikolog kelahiran Illinois, 8 Januari 1902, yang memperoleh MA dari Columbia
University, sebelumnya pernah kuliah di Universitas Wisconsin dan masuk Union
Theology di New York. Kariernya dimulai dengan bekerja pada klinik psikologi di
Rochster, sampai menjadi direkturnya.
Keberhasilan
Rogers mengembangkan PCT telah melambungkan namanya, ia diminta menjadi dosen
Psikologi Klinis di Ohio State Uniersity (1940), Unoivesity of Chicago (1945)
Menjadi guru besar di Wisconsin dan sekaligus menjadi direktur klinik dimana ia
pernah berkerja sebelumnya. Terakhir, Rogers memutuskan menghabiskan masa
tuanya, menjadi guru besar di almamaternya Columbia University. Selama
menjalani tugas seperti itu, ia banyak menulis buku, makalah dan artikel. Ia
diundang menjadi pembicara dalam berbagai seminar. Bukunya yang paling terkenal
adalah Client Center Therapy sebuah buku yang amat kontroversial, karena Rogers
menggunakan istilah klien, sebagai ganti istilah pasien, Selain itu On Becoming
a Person. Buku Rogers yang laris manis di Amerika Serikat.
Munculnya
PCT ini justru dilatar belakangi oleh rasa ketidak-puasan Rogers akan teori
yang ada waktu itu. Rogers menolak psikoanalisa yang memandang perilaku manusia
dipengaruhi oleh hubungan sebab akibat yang sangat kompleks itu. Tetapi Rogers
juga tidak menerima, perlakuan yang memposisikan klien bisa dirubah oleh
kekuatan eksternal atau lingkungan yang terlihat jelas pada tingkah laku.
Rogers
melihat manusia adalah orang rasional dan punya potensi untuk berkembang
Melalui bukunya Client Center Therapy, memicu munculnya dua kutub yang menjadi
perdebatan hangat dalam dunia konseling seusai Perang Dunia II, yaitu antara
pilihan, konseling terpusat kepada klien atau yang tidak terpusat kepada klien.
Rogers mendapat serangan dari berbagai model yang ada, namun karena PCT tidak
hanya sekedar teknik, tetapi bersifat filofis, maka mulai orang berpihak kepada
pandangan Rogers ini.
B.
Konsep pokok Person
Centered Therapy
Rogers
adalah orang yang berpandangan positif terhadap manusia. Manusia menurut Rogers
tidak statis, tetapi punya harga diri, konstruktif, realistis dan dapat
dipercaya. Namun, manusia diyakini Rogers sebagai organisme yang unik dan tidak
bisa diketahui orang lain, hanya diri ia sendirilah yang tahu. Karena itu,
adalah tidak mungkin, seorang konselor menentukan yang terbaik bagi
kliennya. Meskipun Rogers tidak membuat klasifikasi teori seperti Freud
dan TA, namun Rogers memusatkan teorinya terhadap SELF. Ia menempatkan Self itu
dalam hubungannya dengan medan penomena, dan realitas.
Organisme
adalah keseluruhan dari Individu yang bersifat unik yang ditangkap dari
seseorang. Namun untuk mengenal individu itu, ada dilindungi medan fenomena
(fenomena filed), yaitu sesuatu yang hanya diketahui oleh dirinya dan tak dapat
diketahui orang lain tanpa pemahaman yang empatik. Hubungan antara organisme
dengan self ini disaring melalui medan fenomena ini. Artinya, bagaimana
seseorang bertindak akan memaknai pengalaman yang dilaluinya sepanjang
kehidupannya akan tersaring melalui medan fenomena ini.
C.
Proses Person Centered
Therapy
Dari
uraian tentang konsep atau dalil Rogers diatas, terlihat bahwa Rogers
menempatkan klien adalah individu yang memiliki potensi untuk mengatasi
masalahnya asal terciptanya kondisi yang menempatkan klien tidak merasa
terancam, akan tetapi merasa dihargai dan diperlakukan sebagai orang yang
normal.
Rogers
lebih mengarahkan teknik terapinya kepada proses dimana klien menjadi
subjeknya. Konseling harus disesuaikan dengan kebutuhan klien dengan diciptakan
kondisi agar klien menjadi aman dan tidak merasa terancam. Inilah yang
mebedakan PCT ini dengan model terapi lainnya.
Dengan
konsep demikian, maka proses terapi yang lebih difokuskan Rogers, kepada
bagaimana terapis menyiapkan dirinya memberikan pelayanan kepada klien yang
benar-benar dirasakan klien sebagai tempat ia melambangkan pengalamannya, atau
dengan kata lain tempat bagi individu untuk mengungkapkan segala sesuatu
tentang dirinya secara bebas. Agar tercipta kondisi yang demikian, ada 4
(empat) tahap yang harus dilakukan terapis secara hati-hati, yaitu:
1. Membuat Ikatan Terapi
Langkah
Ini sama dengan perjanjian/kontrak terapi dengan model lainnya. Roger
menyarankan hendaknya dilakukan dengan cara-cara:
a) Menciptakan rapport (keakraban atau
kehangatan) Rapport dimaksudkan agar klien tahu cara yang akan dilakukan konselor-klien
dalam proses terapi. dimana terapis akan bekerja untuk klien. Terapis akan
menjadi orang yang peka akan perasaan, pikiran atau perbuatan klien. Klienlah
nanti yang akan menemukan sendiri keputusannya.
b) Permisif terhadap nilai. Ini
dimaksudkan agar klien merasa aman menyampaikan pengalamannya maka terapis
orang yang tidak mempersoalkan nilai baik buruknya perbuatan klien. Tetapi juga
tidak diperkenan memberi label salah jadi benarnya perbuatan itu, bahkan
hendaknya terapis tidak memperlihatkan ekspresi tertentu bila ada pengalaman
klien yang melanggar nilai itu.
c) Terapis hendaknya menahan diri untuk
menyampaikan penilaiannya, karena waktu terapi adalah milik klien bukan milik
terapis.
d) Klien hendaknya diberi kebebasan untuk
menentukan waktu yang mereka perlukan, termasuk untuk menyatakan dirinya
kembali atau tidak. Jangan ada paksaan klien untuk datang kembali.
2. Relasi Bantuan
Setelah
ikatan konseling terjalin, maka dalam relasi bantuan atau saat klien
menceriterakan masalahnya, maka terapis terus menerus membangun relasi bantuan
dengan cara :
a) terapis lebih perhatian terhadap respon
emosional dari pada respons pikiran
b) terapis memfokuskan kepada perasan
negatif klien, seperti rasa benci atau permusuhan yang disampaikannya,
kendatipun kadang-kadang ditutupi klien
c) Menanggapi perasaan yang ambivalen,
yaitu sikap mendua bagaikan penggabungan antara "benci tapi rindu"
d) terapis perlu mencermati sikap klien
terhadap diri konselor sebagai penilaian klien terhadap pengalaman konseling
yang sedang berlangsung.
3. Pemahaman (Insight)
Terapis hendaknya memperhatikan
perkembangan pemahaman (insight) klien terhadap selfnya, bila klien telah bisa
memaknai pengalamannya yang bertentangan dengan konsep dirinya mampu
mengakumulasikan membentuk pemahaman baru, dan terbentuk keinginan klien untuk
mengaktualisasikan dirinya, maka terapi sudah dapat diakhiri. Lebih spesifiknya
Klien dikatakan sudah sembuh apabila:
a)
Kepribadiannya
terintegrasi, dan mampu menyelesaikan masalahnya yang dihadapinya atas tanggung
jawab diri, memiliki gambaran diri yang serasi dengan pengalaman sendiri.
b)
Mempunyai
gambaran diri dalama rti memandang fakta yang lama dengan pandangan baru.
c)
Mengenal
dan menerima diri sendiri sebagaimana adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan.
d)
Dapat
memilih dan menentukan tujuan hidup atas tanggung jawab sendiri.
4. Penutup
Proses
terapi hendaknya diarahkan kepada penutupan oleh klien sendoiri, miskipun ada
siklap ambivalen dari klien, terapis dapat mendorong agar klien bisa membawa
insight baru tersebut dalam menghadapi dunianya.[1]
D.
Kelebihan Pendekatan
Person Centered
1. Pemusatan pada klien dan bukan pada
terapis.
2. Identifikasi dan hubungan terapi
sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3. Lebih menekankan pada sikap terapi
daripada teknik.
4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan
penelitian dan penemuan kuantitatif.
5. Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan
afektif dalam terapi
6. Menawarkan perspektif yang lebih
up-to-date dan optimis.
7. Klien memiliki pengalaman positif dalam
terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya
8. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan
dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi
E.
Kekurangan Pendekatan
Person Centered
1. Terapi berpusat pada klien dianggap
terlalu sederhana.
2. Terlalu menekankan aspek afektif,
emosional, perasaan.
3. Tujuan untuk setiap klien yaitu
memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai
individu.
4. Tidak cukup sistematik dan lengkap
terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
5. Sulit bagi terapis untuk bersifat
netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6. Terapi menjadi tidak efektif
ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja
tidaklah cukup.
7. Tidak bisa digunakan pada penderita
psikopatology yang parah.
8. Minim teknik untuk membantu klien
memecahkan masalahnya.[2]
Kesimpulan
Terapi person-centered mulai
berkembang pada 1940 an sebagai reaksi
terhadap terapi psychoanalytic, dan masih digunakan sampai sekarang. Manusia
yang dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa
manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk
berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam
tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya. Sehingga
pembaharuan pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk terapi mengalami banyak
perubahan. Hingga akhirnya sampai pada Person-centered.Didasarkan pada
pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber daya terapi untuk
menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan
pribadi. Model ini meletakkan klien, bukan terapi, sebagai
pusat terapi. meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan
klien, terapistlebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan pengaruh
lingkungan. Terapist lebih mengutamakan sikapnya daripada pengetahuan dan
penguasaan teknik teknik terapi konseling. Terapiperson-centered menitikberatkan
kondisi-kondisi tertentu yang “diperlukan dan memadai” bagi kelangsungan perubahan
kepribadian.
[1]Bulan indah firmanthy, Person
Centered Therapy, (Depok: http://bulanindahfirmanthy.blogspot.com/2013/04/person-centered-therapy.html, 2013), 17 September 2014, 21:14.
[2]JanokoGall’s, Person Centered by
Carl Roger, (http://janokogalls.blogspot.com/2011/12/person-centered-by-carl-roger.html), 17 September, 21:22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar