Selasa, 11 Oktober 2016

Makalah Psikologi Sosial (Hubungan Personal)



BAB 1
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Seseorang merasa terikat secara emosional dengan orang yang lain, misalnya hubungan antara anggota keluarga inti (bapak-ibu-kakak-adik) disebut  hubungan  personal, begitu juga dengan kekasih atau sahabat disebut  hubungan  personal.
Psikologi sosial berusaha untuk melayani berbagai variasi hubungan manusia untuk menemukan prinsip umum yang berlaku pada banyak hubungan. Ciri esensial dari setiap hubungan adalah dua orang saling memengaruhi, atau dalam istilah yang lebih teknis, mereka saling tergantung (interdependen). Cara untuk saling memengaruhi itu beragam. Seseorang dapat membantu kita atau mencegah kita, membuat kita sedih atau senang, memberi tahu kita gosip terbaru atau mengkritik pendapat kita, memeberi kita nasihat dsb. Pergeseran dari interaksi kasual dengan orang asing ke hubungan yang erat yang bertahan selama bertahun-tahun terjajdi melalui berbagai level interpendensi antara dua individu.
Hubungan yang erat melibatkan banyak interpendensi (Berscheid, Snyder, & Omoto, 1989; Kelley et al.,2002). Ini bisa berupa hubungan dengan orang tua, kawan baik, guru, pasangan, rekan kerja, atau bahkan pesaing. Semua hubungan memiliki tiga karakteristik dasar. Pertama, hubungan melibatkan interaksi yang terus berlanjut dalam periode yang relatif panjamg, Kedua, hubungan yang erat mencangkup banyak jenis aktivitas atau peristiwa yang berbeda-beda. Ketiga, dalam hubungan yang erat, pengaruh antar orang kuat.
B.      Rumusan Masalah
1.       Maksud dari Teori Interpendensi ?
2.       Bagaimana hubungan intim ?
3.       Bagaimana konflik hubungan itu ?
4.       Maksud dari kepuasan dan komitmen menjalin hubungan ?
5.       Bagaimana cara menjalin hubungan dengan baik, saling percaya dan keterbukaan diri ?
C.     Tujuan Masalah
1.       Mengerti Maksud dari Teori Interpendensi.
2.       Mengerti Bagaimana hubungan intim.
3.       Mengerti Bagaimana konflik hubungan itu.
4.       Mengerti Maksud dari kepuasan dan komitmen menjalin hubungan.
5.       Mengerti Bagaimana cara menjalin hubungan dengan baik, saling percaya dan keterbukaan diri.


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Teori Interpendensi
Perspektif paling berpengaruh tentang hubungan sosial adalah dari variasi teori pertukaran sosial (Berscheid & Regan, 2005). Dalam psikologi sosial, periset sering menggunakan interpendence theory (teori interpendensi) (Berscheid  & Reis, 1998: Kelly & Thibaut, 1978). Perspektif ini menganalisis pola interaksi antara partner. Salah satu cara untuk mengonseptualisasikan interaksi ini adalah dalam term “hasil” (outcome) manfaat dan biaya yang diberikan dan diterima partner. Interpendensi Theory salah satu pandangan tentang pertukaran sosial terpenting dalam psikologi sosial.
1.    Manfaat dan Biaya
Manfaat atau perolehan/imbalan (reward) adalah segala sesuatu yang positif yang kita peoleh dari interaksi, seperti perasaan dicintai atau mendapat bantuan finasial.Apa yang bermanfaat bagi seseorang mungkin tidak banyak artinya bagi orang lain. Analisis manfaat dari interakasi sosial yang cukup adalah analisis yang dikemukakan oleh Foa dan Foa (1974),  yang mengidentifikasi enam tipe perolehan utama: cinta, uang, status, informasi, barang, dan jasa.
Dalam menjalin suatu hubungan juga terdapat suatu kerugian. Biaya atau kerugian adalah konsekuensi negatif dari interaksi atau hubungan. Sebuah  interaksi mungkin merugikan karena membuang banyak waktu dan energi, karena menimbulka banyak konflik, atau orang tidak menyetujui hubungan itu dan  mengkritik kita karena kita terlibat dalam hubungan itu. Sebuah interaksi mungkin juga merugikan jika membuat kita kehilangan kesempatan untuk melakukan aktivitas yang lebih menguntungkan.
2.    Mengevaluasi Hasil
Teori interpendensi mengansumsi orang selalu meneliti manfaat dan biaya dari interaksi atau hubungan tertentu. Kita biasanya tidak menulis aspek baik dan buruk dari suatu hubungan ; meski demikian, kita menyadari biaya dan manfaat di dalamnya. Secara khusus, kita fokus pada hasil keseluruhan  yang  kita peroleh dari suatu hubungan, yakni apakah hubungann itu menguntugkan bagi kita (manfaat lebih besar ketimbang biaya) ataukah merugikan (biaya lebih besar ketimbang manfaat).
Ada dua standar perbandingan yang amat penting (Thibaut & Kelley, 1959). Standar pertama adalah camparison level (level perbandingan). Comparison level hasil (manfaat dan biaya) yang kita harapkan atau yang kita yakini pantas kita terima. Ini merefleksikan kualitas yang menurut seseorang pantas untuk diterima. Level perbandingan kita merefleksikan pengalaman masa lalu kita dalam hubungan.
Standar kedua adalah comparison level for alternatives (level perbandingan untuk alternatif). Yakni, menilai bagaimana satu  hubungan dibandingkan dengan hubungan lain yang saat  ini kita jalani.  Comparison level for alternatives keyakinan kita tentang hubungan alternatif terbaik yang tersedia saat ini.
3.    Mengkoordinasi Hasil
Satu isu dalam semua hubungan adalah bagaimana mengoordinasikan aktivitas untuk memaksimalkan manfaat bagi kedua belah pihak. Seberapa sulit atau mudahkah dua orang mengoordinasikan hasil akan tergantung pada seberapa banyak kesamaan minat dan tujuan mereka. Ketika partner menyukai banyak hal yang serupa dan menyukai aktivitas yang sama, mereka akan relatif mudah mengatasi problem koordinasi (Surra & Longstreth, 1990).
Ketika individu bertindak berdasarkan aturan kultural yang sudah ada, mereka melakukan proses pengambilan peran (role taking) (Turner, 1962). Selama kita tumbuh  berkembang, kita mempelajari banyak peran sosial yang memandu interaksi kita dengan orang lain. Kita dapat mengontraskan proses pengambilan peran ini, di mana orang mengadopsi atau menyesuaikan diri dengan peran kultural, dengan proses berinteraksi secara sosial.
4.    Pertukaran yang adil
Orang sangat puas jika merasa relasi sosialnya cukup adil (fair). Kita tidak suka dieksploitasi oleh orang lain,dan kita biasanya juga tidak suka mengeksploitasi orang lain. Kita menggunakan berbagai aturan untuk menentukan apakah manfaat dan kerugian dalam suatu hubungan itu cukup berimbang atau tidak (Clark & Chrisman, 1994).
Prinsip kedua pertukaran manfaat dalam suatu hubungan adalah prinsip mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang terlibat dalam hubungan itu. Kaidah ketiga adalah equity (ekuitas), juga dikenal sebagai keadilan distributif. Ide utamanya adalah manfaat yang diterima seseorang harus sebanding dengan kontribusinya (Haifield, Traupmann, Sprecher, Utne, & Hay, 1985).
Belajar berbagi dengan kawan adalah langkah penting dalam memahami prinsip keadilan (fairness) dalam relasi sosial.
5.    Melampaui pertukaran
Prinsip pertukaran sosial (social exchange) membantu kita memahami beragam jenis hubungan. Kebanyakan orang mengakui bahwa pertukaran memengaruhi hubungan kasual, namun mereka menolak ide bahwa faktor pertukaran juga memengaruhi hubungan yang saling akrab.
Dalam exchange relationship (hubungan pertukaran) ini orang tidak merasa ada tanggung jawab spesial untuk kesejahteraan orang lain. Exchange Relationship ketika partner memberi manfaat satu  sama lain, meraka mengharap menerima manfaat yang setara sebagai imbalannya. Sebaliknya, dalam communal ralationship (hubungan komunal), orang merasa bertanggung jawab secara personal atas kebutuhan orang lain. Hubungan komunal biasanya terjadi antar anggota keluarga, sahabat, dan pacar. Communal Relationship partner memberi manfaat untuk menjukkan perhatian dan merespons kebutuhan orang lain.[1]         
B.        Intimasi
Seperti halnya “cinta”,”intimasi” adalah salah satu istilah umum yang sulit didefinisikan dengan tepat. Pengungkapan diri adalah salah satu komponen intmasi, tetapi pengungkapan informasi personal saja tidak cukup untuk menciptakan pengalaman kedekatan psikologis.
Intimasi tercipta ketika kita memndang orang lain sebagai responsif dan memberi perhatian pada kita dan bereaksi dengan cara yang suportif.
Proses intimasi dimulai apabila satu individu mengungkapkan perasaan atau informasi pribadinya kepada orang lain. Pemberitahuan informasi ini dapat dilakukan secara verbal, melalui pengungkapan diri, atau secara nonverbal, melalui “bahasa tubuh”.
Pengungkapan diri itu sendiri tidak menciptakan initmasi. Orang yang mengungkapkan diri harus merasa menerima dan memahami perasaan atau pandangannya. Responsivitas dan kesediaan pendengar untuk meningkatkan perasaan saling percaya dan kedekatan emosional yang fundamental bagi perkembangan hubungan personal.
1.    Gender dan intimasi
Ketika suami istri ditanya tentang makna keintiman, keduanya menekankan perasaan personal dan kasih sayang. Pria dan wanita menyebutkan pengungkapan perasaan pribadi, apresiasi, kehangatan, dan aktivitas bersama sebagai aspek penting bagi intimasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka menggunakan standar yang sama untuk menilai level intimasi. Selain itu, pria dan wanita sama-sama menekankan pentingnya dukungan emosional dalam hubungan yang erat.
Wanita cenderung mengungkap lebih banyak lebih banyak ketimbang pria dan pola ini tampak jelas dalam persahabatan antara wanita dengan wanita.  Interaksi antar sahabat wanita juga cenderung lebih ekspresif secara emosional ketimbang antarsahabat pria. Dalam studi itu, interaksi antar sesama pria kurang intim dibandingkan interaksi antar sesama wanita. Namun, tidak ada perbedaan derajat intimasi pria dan wanita dalam interaksi mereka dengan kawan lain jenis dan pacar. Penjelasan sosiokultural mungkin menunjukkan bahwa wanita lebih mengutamakan perasaan dalam menjalin hubungan pertemanan dan karenanya lebih mementingkan intimasi dan lebih ahli dalam domain ini. Sebaliknya, pria mungkin telah diajari untuk membatasi pengungkapan diri dan ekspresi emosinya, khususnya saat berinteraksi dengan sesama pria.
C.       Konflik
Bahkan dalam persahabatan terbaik sekalipun, konflik tampaknya tak terhindarkan (Holmes & Murray, 1996). Konflik lebih sering terjadi dengan saudaranya, kemudian dengan orang tuanya, dan yang lebih jarang adalah dengan kawannya.
Konflik adalah proses yang terjadi ketika tindakan satu orang menganggu tindakan orang lain. Potensi konflik meningkat bila dua orang menjadi saling interdependen. Saat interaksi lebih sering terjadi dan mencangkup lebih banyak aktivitas dan isu, ada lebih banyak peluang terjadinya perbedaan pendapat.
Problem konflik dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum
1.       Perilaku Spesifik.  Beberapa konflik terjadi pada perilaku spesifik dari pasangan.
2.       Norma dan Peran. Beberapa konflik berfokus pada isu yang lebih umum seperti hak dan tanggung jawab partrner dalam suatu hubungan.
3.       Disposisi Personal. Beberapa konflik berfokus pada motif dan personalitas seseorang.
Tiga konflik itu merefleksikan fakta bahwa orang adalah interpenden pada tiga level (Braiker & Kelley, 1979). Pada level behavioral, partner mengalami problem pengoordinasian aktivitas tertentu. Pada level normatif, mereka mengalami problem dalam menegoisasikan aturan dan peran dalam hubungan mereka. Pada level disposisional, mereka mungkin berselisih soal personalitas dan niat mereka.flik dapat membahayakan atau mungkin malah menguntungkan suatu hubungan, tergantung pada cara penyelesaiannya (Gottman. 1994; Holman & Jarvis, 2003). Karena konflik menimbulkan emosi yang kuat, maka emosi tidak cocok dipakai sebagai dasar penyelesaian problem secara konstruktif. Eskalasi konflikjarang menguntungkan suatu hubungan, khususnya jika menimbulkan sikap mau menang sendiri, keras kepala, dan penarikan diri dari hubungan. Yang lebih parah, konflik bisa menimbulkan pertikaian fisik dan kekerasan aktual. Di sisi lain, konflik dapat membuka kesempatan bagi pasangan untuk mengklarifikasi perselisihan dan mengubah ekspektasi mereka tentang hubungan.
D.       Kepuasan
Menurut teori interpendensi, kita akan puas jika hubungan kita mengunutungakan, yakni jika manfaatnya lebih besar ketimbang biaya atau kerugiannya.
Menurut teori interpendensi, kepuasan hubungan juga dipengaruhi oleh level perbandingan umum kita.
Persepsi keadilan juga mempengaruhi kepauasan. Bahkan jika suatu hubungan memberi banyak manfaat, mungkin kita tak puas jika kita yakin bahwa diri kita diperlakukan secara tidak adil.
E.       Komitmen
Orang yang sangat berkomitmen pada hubungan sangat mungkin untuk tetap bersama "mengurangi suka duka" dan "demi tujuan bersama". Dalam istilah teknis , comittmen in a relationship (komitmen dalam suatu hubungan) berarti semua kekuatan, positif dan negatif, yang menjaga individu tetap berada dalam suatu hubungan.
Pertama, komitmen dipengaruhi oleh kekuatan daya tarik pada partner atau hubungan tertentu. Jika kita suka pada orang lain, menikmati kehadirannya, dan merasa orang itu mudah ramah dan gaul, maka kita akan termotivasi untuk meneruskan hubungan kita dengannya. Dengan kata lain, komitmen akan lebih kuat jika kepuasannya tinggi. Komponen ini dinmakan "komitmen personal" karena ia merujuk pada keinginan individu untuk mempertahankan atau meningkatkan.
Kedua, komitmen dipengaruhi oelh nilai dan prinsip moral kita perasaan bahwa kita seharusnya tetap berada dalam suatu hubungan. "Komitmen moral" ini didasarkan pada pada perasaan kewajiban, kewajiban agama, atau tanggung jawab sosial. Bagi beberapa orang, keyakinan akan kesucian pernikahan dan keinginan manjalin komitmen seumur hidup akan membuat mereaka tidak ingin bercerai.
Ketiga, komitmen didasarkan pada kekuatan negatif atau penghalang yang menyebabkan seseorang akan rugi besar jika meninggalkan hubungan. Faktor yang dapat menahan kita untuk tetap dalam hubungan antara lain adalah tidak adanya alternatif hubungan dan investasi yang telah kita tanamkan dalam suatu hubungan.
F.       Pemeliharaan hubungan
Seperti halnya tanaman yang memerlukan pupuk dan air untuk kelangsungan hidupnya, demikian pula hubungan kita dengan orang lain. Hubungan kita dengan mereka bisa layu dan mati bila kita tidak senantiasa memeliharanya. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk selalu mencari cara untuk merawatnya, khususnya hubungan kita dengan pasangan, teman , maupun keluarga.
Semua hubungan akan mengalami masalah dan kadang mengecewakan. Cara kita merespon kekecewaan akan menjadi sebab sekaligus akibat dari kepuasan dan komitmen kita. Ada bukti bahwa partner yang bahagia dan berkomitmen salong memperlakukan pasangannya dengan cara yang berbeda dengan partner yang tak berbahagia. Cara partner merespon kekecewaan akan berdampak pada kebahagiaan mereka dimasa depan dan pada kelangsungan hubungan mereka. Periset, mulai mengungkapkan bagaimana pemikiran dan perilaku dapat memengaruhi hubungan.
1.    Ilusi positif tentang hubungan
Ada banyak bukti bahwa proses serupa juga terjadi dalam suati hubungan. Orang, terutama yang berada dalam hubungan yang memuaskan dan berkomitmen, cenderung mengidealisasikan partnernya dan memandang hubungan mereka lebih unggul kerimbang hubungan pasangan lainnya.
2.    Bias memori masa lalu
Cara lain untuk mempertahankan keyakinan pada hubungan adalah menganggap bahwa hubungan mereka terus berjalan kearah cinta dan intimasi. Pada dasarnya, orang mungkin merasa bahwa jika hubungan mereka tak sempurna, hubungan itu akan terus membaik dari waktu ke waktu.
3.    Godaan partner alternatif
Salah satu ancaman terhadap suatu hubungan adalah adanya alternatif pasangan yang menarik. Salah satu tujuan komitmen dan perkawinan adalah mengumumkan bahwa seseorang telah terikat dengan satu pasangan. Orang yang sangat berkomitmen kepada hubungan mungkin juga menggunakan mekanisme kognitif untuk melindungi dan menjaga hubungannya.
4.    Menjelaskan perilaku partner
Ketika partner melakukan sesuatu yang menjengkelkan atau mengecewakan, kita termotivasi untuk mencari tahu apa alasan dari tindakannya itu. Dalam istilah teknis, kita membuat astribusi tentang penyebab perilaku pasangan kita. Riset menemukan bahwa pada umumnya pasangan yang bahagia dan yang tertekan cenderung menjelaskan tindakan partnernya dengan cara yang berbeda. Pasangan yang bahagia cenderung membuat "astribusi yang memperkaya hubungan"; yakni mereka menginterpretasikan perilaku partnernya dari sudut pandang positif.
5.    Kesediaan untuk berkorban
Terkadang pasangan dalam suatu hubungan menghadapi situasi di mana pilihan terbaik untuk masing-masing pihak adalah berbeda. Ketika terjadi konflik kepentingan, satu pihak mungkin memutuskan untuk berkorban deni kebaikan partnernya atau demi menjaga hubungan.
Semakin komitmen seseorang pada hubungan, semakin besar kemingkinan dia bersedia berkorban.
Dampak dari pengorbanan terhadap hubungan mungkin akan tergantung pada alasan seseorang yang melakukan pengorbanan. Adalah berguna untuk membedakan antara alasan pendekatan dan penghindaran.
6.    Bersabar: akomodasi dan maaf
Kebanyakan dari kita pasti pernah bertindak buruk pada teman dan kekasih, kita mengatakan sesuatu tanpa pikir panjang atau marah-marah. Istilah teknis "akomodasi" berarti kesediaan untuk menahan diri dan memeberi respons yang lebih konstruktif saat pasangan melakukan perilaku yang buruk.
Individu dalam hubungan yang bahagia dan penuh komitmen kemungkinan besar akan lebih mudah memaafkan ketimbang individu dalam hubungan kurang bahagia. Orang yang berempati kepada partrner yang menyakitinya kemungkinan besar akan memberi maaf dan berusaha berdamai.. Lebih jauh, ada bukti awal yang menunjukkan bahwa pemberian maaf bisa memulihkan hubungna antar pasangan. Memberi maaf bisa mengurangi stress dan menyehatkan fisik pula.[2]
  
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ketika dua orang berinteraksi, mereka saling mempengaruhi antara dua orang atau lebih. Konflik terjadi ketika tindakan satu orang mengganggu atau mencampuri tindakan orang lain. Konflik bisa mengenai soal perilaku spesifik, norma dan peran, atau disposisi personal. Kepuasan adalah evaluasi subjektif individu terhadap evaluasi hubungan. Komitmen berarti semua kekuatan positif dan negatif yang membuat seseorang bertahan dalam suatu hubungan dan berguna unutk membedakan antara personal, komitmen moral dan komitmen terpaksa.
Mempertahankan hubungan yang erat sebagian akan tergantung pada cara kita merespon problem dan kekecewaan yang muncul. Riset menunjukan pentingnya proses kognitif seperti penciptaan ilusi positif tentang hubungan, ingatan masa lalu dan  mengabaikan alternatif. Interprestasi terhadap perilaku pasangan dalam suatu hubungan juga berpengaruh dalam menjaga hubungan atau menimbulkan kekecewaan. Hubungan menjadi lebih kuat apabila pasangan menunjukan pola akomodasi dan maaf. Rusbult mengidentifikasi empat reaksi utama terhadap kekecewaan: suara, loyalitas, pengabaian, dan keluar.

DAFTAR PUSTAKA
David O.Sears, Psikologi Sosial, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.325-362.


[1]http://oriaini-mystory.blogspot.com/2011/12/hubungan-personal.html
[2]David O.Sears, Psikologi Sosial, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.325-362.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar