BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi Konseling Humanis - Eksistensial
berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan
bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam terapeutiknya,
pendekatan eksistensial humanistic memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi
filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensial humanistic menyajikan
suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang
menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya dan yang
melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi
pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pada dasarnya
terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri klien, dan
karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung
jawab atas arah hidupnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar Psikologi Konseling
Humanistik dan Eksistensialisme?
2. Bagaimana proses pemberian terapi
Humanistik dan Eksistensialis?
3. Apa tujuan Konseling dari Teori Konseling Eksistensial?
4. Bagaimana peran dan fungsi konselor
Humanistik?
5. Bagaimana hubungan konselor dengan konselee?
6. Bagaimana teknik konselor dalam pemberian
konseling kepada konselee?
7. Bagaimana bunyi Dalil- dalil
utama Eksistensial dalam menerapkan pada praktek terapi?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan konsep dasar Psikologi
Konseling Humanistik dan Eksistensialisme.
2. Untuk menjelaskan proses pemberian terapi
Humanistic dan Eksistensialis.
3. Untuk menjelaskan tujuan konseling dari
Teori Konseling Eksistensialis.
4. Untuk menjelaskan peran dan fungsi
konselor Humanistik.
5. Untuk menjelaskan hubungan konselor dengan
konselee.
6. Untuk menjelaskan teknik yang dipakai
konselor dalam pemberian konseling kepada konselee.
7. Untuk menjelaskan bunyi dalil utama
Eksistensial dalam menerapkan praktek terapi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada
kondisi manusia. Ada beberapa konsep utama dari pendekatan
eksistensial-humanistik yaitu:
1.
Kesadaran
diri.
Manusia memiliki kesanggupan menyadari diri sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri seseorang maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada
pada individu tersebut.
2.
Kebebasan,
tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang
menjadi dasar kepribadian manusia.
3.
Penciptaan
makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan
hidupnya dan menciptakan nilai-nilai yang akan memeberikan makna bagi
kehidupanya. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu acara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk yang rasional.
B.
Proses-proses Terapeutik
Pada
dasarnya konseling eksistensial-humaniastik merupakan suatu pendekatan terhadap
konselee dan terapi alih-alih suatu model teoritis tetap.
Konseling ini menekankan pada kondisi inti manusia. Perkembangan kepribadian
yang normal berlandaskan keunikan masing-masing individual. Menurut pendekatan
humanistik-eksistensial, dimensi dasar dari kondisi manusia mencakup:
1.
Kapasitas
kesadaran diri.
2.
Kebebasan
serta tanggung jawab.
3.
Menciptakan
identitas dirinya dan menciptakan hubungan yang bermakna dengan orang lain.
4.
Usaha
pencarian makna, tujuan, nilai dan sasaran.
5.
Kecemasan
sebagai suatu kondisi hidup.
6.
Kesadaran
akan datangnya maut serta ketidaksadaran.
C. Tujuan
Konseling dari Teori Konseling Eksistensial
Tujuan dari
konseling eksistensial, yaitu:
1.
Menyajikan
kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
2.
Menghapus
penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi membantu konseli menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas
kesadaran diri.
3.
Membantu
konseli agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
D. Peran dan
Fungsi Konselor
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi
humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1.
Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2.
Menyadari
peran dari tanggung jawab terapis.
3.
Mengakui
sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4.
Berorientasi
pada pertumbuhan.
5.
Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
6.
Mengakui
bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
7.
Memandang
terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan
humanistiknyatentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi
bagi tindakan kreatif dan positif.
8.
Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
Mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9.
Bekerja ke
arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
E. Hubungan
Konselor dengan Konselee
Hubungan
terapeutik sangat penting bagi terapis eksistensional. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia dan
perjalanan bersama alih-alih pada tehnik-teknik yang mempengaruhi klien. Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang,
bukan “masalah” klien. Hubungan
dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “disini dan
sekarang”. Masa
lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung.
Yang paling diutamakan oleh konselor
eksistensial adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam
situasi terapeutik merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Konselor percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap
klien, karakteristik pribadi tentang kejujuran, integritas dan keberanian
merupakan hal-hal yang harus ditawarkan. Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh konselor
dan klien, suatu perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia seperti yang
dilihat dan dirasakan klien.
Konselor berbagi reaksi dengan kliennya disertai
kepedulian dan empati yang tidak dibuat-buat sebagai satu cara untuk
memantapkan hubungan terapeutik. May dan Yalom (1989) menekankan peranan
krusial yang dimainkan oleh kapasitas konselor untuk disana demi klien selama
jam terapi yang mencakup hadir secara penuh dan terlibat secara intens dengan
kliennya. Sebelum konselor membimbing klien untuk berhubugan dengan orang lain,
maka pertama-tama harus secara akrab berhubungan dengan si klien itu (Yalom,
1980).
Inti dari hubungan terapeutik adalah rasa saling
menghormati, yang mencakup kepercayaan akan potensi klien untuk secara otentik
menangani kesulitan mereka dan akan kemampuan mereka menemukan jalan alternatif
akan keberadaan mereka. Sidney Jourad (1971) mendesak konselor untuk mengajak
klien mereka benar-benar menunjukkan keotentikan dirinya melalui perilaku yang
otentik dan pengungkapan diri. Oleh
karena itu konselor mengajak klien untuk tumbuh dengan mencontoh perilaku yang otentik.
F. Teknik
Konseling
Teori humanistic-eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara
ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling
lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional.
Tugas konselor disini adalah menyadarkan konselee bahwa ia masih
ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya. Dalam konseling humanistik
terdapat teknik-teknik konseling, yang
mana sebelum mengetahui teknik-teknik konseling tersebut terdapat beberapa
prinsip kerja teknik humanistik antara lain :
1.
Membina
hubungan baik (good rapport).
2.
Membuat
klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya.
4.
Merangsang kedekatan emosional antara klien dan konselor.
5.
Membuat
klien bisa mencari solusi permasalahannya sendiri.
6.
Mengembangkan
potensi dan emosi positif klien.
7.
Membuat
klien menjadi adequate.
G. Tahap
Konseling
Terdapat beberapa tahap yang dapat
dilakukan oleh terapis dalam terapi eksistensial antara lain :
1.
Tahap
pendahuluan
Konselor membantu konseling dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka
tentang dunia. Konseling
diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara
mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa
diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan,
serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi
banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang
mudah, oleh karena itu awalnya mereka
memaparkan problema mereka. Konselor disini
mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi
mereka sendiri dan meneliti peranan mereka dalam hal penciptaan problem mereka
dalam hidup.
2. Pada tahap tengah dari konseling eksistensial
Konselor
didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi
meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses
eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli
ke pemahaman baru dan berapa
restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita
rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa
yang mereka anggap pantas. Mereka
mengembangkan gagasan yang jelas tentang
proses pemberian nilai internal mereka.
3. Tahap terakhir dari Konseling eksistensial
Berfokus pada menolong konseli
untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari
tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah
memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara
mengaplikasikan nilai hasil penelitian dan
internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli
menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu
demi menjalani konsistensi kehidupannya yang
memiliki tujuan,
H. Dalil- dalil
utama Eksistensial dalam menerapkan pada praktek terapi
1.
Dalil Pertama : Kesadaran diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu
melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas
berfikir dan memilih yang khas manusia.
2.
Dalil Kedua : kebebasan dan tanggung jawab
Manusia
adalah makhluk yang menentukan diri, dalma arti bahwa dia memiliki kebebasan
untuk memilih diantara alternatif-alternatif. Karena manusia pada dasarnya
bebas, maka ia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan
nasibnya sendiri.
3.
Dalil Ketiga : keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap
individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan dan keterpusatanya,
tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya
sendiri dan untuk berhubungan dengan ornag lain serta dengan alam. Kegagalan
dalam berhubungan dengan orang lain dan alam menyebabkan kesepian, mengalami
alienasi,keterasingan dan depersonalisasi.
4.
Dalil Keempat : pencarian makna
Salah satu
karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuanganya untuk merasakan arti
dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan
identitas pribadi.
5.
Dalil Kelima : kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan
adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan
sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang
kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung
jawab untuk memilih.
6.
Dalil Keenam : kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran
akan kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna dalam
hidup.
7.
Dalil Ketujuh : perjuangan
untuk aktualisasi diri
Manusia
berjuang untuk aktualisasi diri; yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja
yang mereka mampu.
BAB III
KESIMPULAN
Konseling
eksistensial-humanistik berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan
bertanggung jawab atas pilihan yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan.
Yang paling diutamakan dalam konseling eksistensial-humanistik adalah
hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam
situasi konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Ada
tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistik. Dan tidak ada
teknik khusus yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik. Dalam
pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya
serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar