Selasa, 11 Oktober 2016

Makalah Psikologi Klinis tentang Kekhukusan dalam Psikologi Klinis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbagai disiplin ilmiah memiliki sejarah yang cukup panjang, sehingga untuk memperkenalkan perlu dipilih tahap-tahap tertentu dalam sejarah perkembangannya yang dinilai relevan bagi terbentuknya wawasan dengan perspektif historis mengenai ilmu yang bersangkutan. Berbagai disiplin ilmiah telah berkembang dalam hitungan berabad-abad, tetapi dalam perkembangannya ilmu-ilmu itu cenderung bercabang-cabang dalam berbagai pengkhususan. Pengkhususan  kemudian membangun gugus-gugus teoritik dan konseptual sesuai dengan tuntutan kerja dalam bidangnya masing-masing. Kenyataannya, bahwa kekhususan dalam suatu bidang ilmu seringkali justru berakibat semakin meluasnya jaringan kerja sama yang harus dibangun bersama bidang ilmu lainnya. Begitu pula yang terjadi dengan ilmu psikologi dengan berbagai cabang pengkhususan. Oleh karena itu penulis membahas mengenai kekhususan dalam pskologi klinis yang meliputi psikologi komunitas, psikologi kesehatan, neuropsikologi, psikologi forensik, psikologi klinis anak dan psikologi pediatrik dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan psikologi komunitas ?
2.      Apa yang dimaksud dengan psikologi kesehatan ?
3.      Apa yang dimaksud dengan neuropsikologi ?
4.      Apa yang dimaksud dengan psikologi forensik ?
5.      Apa yang dimaksud dengan psikologi klinis anak dan psikologi pediatri ?
C.    Tujuan Masalah
1.      Mengetahui apa yang di maksud dengan psikologi komunitas.
2.      Mengetahui apa yang di maksud dengan psikologi kesehatan.
3.      Mengetahui apa yang di maksud dengan neuropsikologi.
4.      Mengetahui apa yang di maksud dengan psikologi forensik.
5.      Mengetahui apa yang di maksud dengan psikologi klinis anak dan psikologi pediatri.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Psikologi Komunitas
Psikologi komunitas merupakan cabang ilmu psikologi yang mempelajari efek-efek sosial dan lingkungan terhadap perilaku yang muncul pada individu atau kelompok guna meningkatkan kualitas hidup individu, komunitas dan masyarakat.[1]
Psikologi komunitas di Amerika mulai berkembang sejak 1955, ketika diumumkan undang-undang tentang pengembangan konsep kesehatan mental komunitas untuk mengurangi jumlah rumah sakit jiwa. Pada tahun 1963 Kennedy Bill mengemukakan system komprehensif dalam layanan kesehatan mental yang melakukan deteksi dini dari gangguan kesehatan mental. Pada tahun 1965 dianggap sebagai tahun kelahiran psikologi komunitas.[2]
Di Indonesia psikologi komunitas sebagai ilmu kesehatan masyarakat dalam disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan. Psikologi komunitas juga menjadi sub bagian dari psikologi sosial, sosiologi dan ilmu sosial lainnya. Dalam pembahasan ini psikologi komunitas sebagai salah satu kegiatan yang berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang yang mengalami gangguan emosional, penyesuaian diri, atau masalah psikologi lainnya.
Kebanyakan psikologi klinis melakukan terapi dengan berbagai teknik dan orientasi  terhadap atau sekolompok orang yang mengalami gangguan atau yang mempunyai masalah. Menurut pandangan sosiokultural, lingkungan sosiokultural dan interaksinya dengan subjek atau sekelompok subjek yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa. Ini terjadi karena adanya tuntutan lingkungan sosial agar subjek mengikuti norma sosial, nilai agama dan  lain-lain.
Psikologi komunitas umumnya didefinisikan sebagai suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah. Fokus dari psikologi komunitas ialah interaksi orang lingkungan, mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang dapat menciptakan atau mengurangi masalah individu, dan kemudian memusatkan diri pada pemberdayaaan individu dan kelompok individu untuk lebih dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas yaitu meliputi::
1.         Intervensi dalam komunitas.
2.         Intervensi dilakukan dalam populasi terbatas misalnya high-risk population.
3.         Penekanan pada pencegahan.
4.         Promosi pelayanan tidak langsung, seperti mengadakan konsultasi dan pelatihan.
5.         Pelaksanakan oleh ahli dari berbagai bidang ilmu dan awam.
Ada beberapa konsep yang sangat melekat pada pendekatan psikologi komunitas, yaitu pencegahan dan pemberdayaan. Pencegahan gangguan jiwa bertujuan untuk menghemat biaya perawatan penderita sedangkan pemberdayaan  dalam masyarakat yang memiliki tujuan mermpertahankan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa.
Ada tiga jenis pencegahan, yaitu:
1.    Primer
Upaya melawan keadaan yang memungkinkan timbulnya gangguan sebelum gangguan itu terjadi, misalnya pemberian gizi bagi balita, imunisasi, konseling pranikah, dan penyediaan rumah sehat.
2.    Sekunder
Usaha diagnosis dini atas suatu keadaan dan bertujuan agar dapat dilakukan terapi atau treatment pada tahap ini atau tahap awal gangguan. Misalnya, deteksi suatu keadaan gangguan neurologis minimal yang dapat ditindaklanjuti segera pada tahap awal. Pemeriksaan (screening) harus sering dilakukan terhadap sejumlah besar populasi yang tidak mencari pertolongan karena mereka jarang merasa mempunyai penyakit.
3.      Tersier
Upaya rehabilitasi terhadap orang-orang yang memerlukan penyesuaian kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya. Rehabilitasi ini dapat berupa konseling, pelatihan dan lain-lain.
Sedangkan pemberdayaan adalah upaya mencegah terbentuknya perasaan tidak berdaya dan pasrah pada individu atau kelompok individu yang terkena suatu dampak perubahan lingkungan yang merugikan. Misalnya, korban penipuan, kesewenang-wenangan dan lain-lain. Kelompok rentan dalam masyarakat yang perlu diperhatikan seperti remaja yang rentan terhadap pengaruh sebayanya yang mengkonsumsi narkoba, tenaga kerja wanita yang diekspor keluar negeri tanpa bekal  pengetahuan dan kompetensi yang memadai, lanjut usia yang terlempar dari keluarganya sendiri, pensiunan yang tidak dimanfaatkan dan lain-lain.
Fokus dalam Strategi Intervensi, Price dkk. (dalam Phares, 1992) mengemukakan perbandingan antara orientasi klinis dan orientasi komunitas dalam strategi intervensinya. Orientasi klinis memperhatikan bagaimana mengatasi defisit pada tingkat individual, organisasi dan komunitas yaitu meliputi:
1.    Pada tingkat individual, orientasi klinis melakukan terapi somatik dan terapi tradisional.
2.    Pada tingkat organisasi, orientasi klinis melakukan terapi kelompok, pendidikan khusus, dan pendidikan remedial pada kelompok rentan.
3.    Pada tingkat komunitas, orientasi klinis melakukan instutisionalisasi atau memberikan fasilitas khusus bagi mereka yang mengalami disability (buta, lumpuh, tuli, dan lain-lain).
Sedangkan orientasi komunitasnya mengutamakan peningkatan kompetensi pada tingkat individual, organisasi dan komunitas yang meliputi:
1.    Pada tingkat individual, orientasi komunitas melakukan pelatihan keterampilan dan program pencegahan untuk orang-orang yang beresiko tinggi.
2.    Pada tingkat organisasi, orientasi komunitas melakukan pelatihan dan konsultasi untuk meningkatkan kompetensi berorganisasi para anggotanya.
3.    Pada tingkat komunitas, orientasi komunitas menciptakan program pencegahan menyeluruh pada masyaratak untuk mengurangi stress lingkungan dan meningkatkan keberdayaan penduduk.
Adapun metode intervensi dan perubahan dalam pendekatan komunitas meliputi:
1.    Konsultasi, yaitu mengajak orang-orang yang mempunyai peran besar dalam masyarakat seperti guru, polisi, rohaniawan, dan lain-lain untuk membahas dan membantu mengatasi masalah kesehatan mental masyarakat.
2.    Mengadakan layanan masyarakat (community lodge) sebagai pengganti layanan rumah sakit, tempat penitipan sementara bagi penderita gangguan jiwa menahun.
3.    Intervensi krisis (crisis intervention). Misalnya, memberi bantuan dan dukungan kepada orang-orang dalam keadaan stress akut agar mereka terhindar dari gangguan yang lebih parah dan menahun, mendirikan pusat-pusat intervensi krisi yang lokasinya berdekatan dengan penderita dan memberikan pelayanan langsung, layanan telepon 24 jam bagi korban pemerkosaan, pencandu narkoba, korban kekerasan rumah tangga, dan lain-lain.
4.    Intervesi pada usia dini adalah yang banyak dilakukan di Indonesia sekitar tahun 1975 hingga sekarang. Program yang dijalankan yaitu program ibu bayi dan balita. Bentuk program tersebut seperti memberikan penyuluhan gizi, kesehatan, imunisasi, dan lain-lain.
5.    Pengembangan berbagai program pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan membuat tulisan-tulisan singkat tentang upaya-upaya cepat untuk mengatasi berbagai keadaan darurat psikologis, misalnya mengatasi kecemasan, dan mengatasi stress.[3]


B.       Psikologi Kesehatan
1.      Pengertian
Psikologi kesehatan adalah bagian dari psikologi klinis, yang memfokuskan pada kajian dan fungsi kesehatan individu terhadap diri dan lingkungannya, termasuk penyebab dan faktor-faktor yang terkait dengan problematika kesehatan individu.[4] Dasar pemikiran psikologi kesehatan adalah adanya hubungan antara pikiran manusia (mind) dan tubuhnya. Definisi behavioral medicine adalah integrasi dari ilmu perilaku dengan praktik dan ilmu kedokteran. Menurut Matarazzo, behavioral medicine adalah suatu lapangan multidisiplin penelitian ilmiah, pendidikan dan praktik, yang berkaitan dengan kesehatan, penyakit dan disfungsi faali yang terkait. Psikologi kesehatan memberi sumbangan pada peningkatan pada promosi kesehatan, dan pencegahan serta penyembuhan penyakit.[5]
2.      Psikosomatik dan Psikologi Kesehatan
Menurut pendekatan psikosomatik, gangguan psikologis yang spesifik akan menimbulkan penyakit spesifik pula. Dalam pendekatan behavioral medicine dan psikologi kesehatan, bukan hanya keadaan psikologi spesifik yang mempengaruhi tubuh dan penyakit, namun semua fungsi psikososial juga mempengaruhi, misalnya kebiasaan makan yang kurang baik, merokok, gaya hidup penuh stress dan lain-lain.
3.      Hubungan antara Pikiran dan Perilaku
Hubungan antara pikiran, perilaku dan penyakit ada yang langsung dan tidak langsung. Contoh hubungan langsung adalah pikiran tentang suatu stimulus psikososial dapat mencetuskan suatu respon psikofisiologis. Contoh hubungan tidak langsung antara lain kebiasaan dan gaya hidup (memikirkan kejadian traumatik menyebabkan jantung berdebar, terlalu stress mempengaruhi sistem kekebalan tubuh).
4.      Kepribadian Perilaku dan Kesehatan
Selain hubungan langsung dan tidak langsung, terdapat pula kaitan antara faktor-faktor kepribadian dengan penyakit dan perilaku tidak sehat. Kepribadian bisa merupakan akibat dari suatu penyakit, misalnya seorang penderita tekanan darah tinggi menjadi sangat hati-hati dalam memilih makanan untuk mencegah kambuh. Penyakit bisa pula muncul akibat kepribadian, misalnya seorang yang selalu menunda pekerjaan sehingga akhirnya harus selalu begadang. Variabel biologi kepribadian, seperti tempramen juga menentukan perilaku, dan dapat secara langsung berdampak pada sistem faali, misalnya temperamen pemarah mempengaruhi fungsi jantung.
Lazarus dalam Suprapti Markam (2003) membahas adanya empat jenis penyakit yang diduga berkaitan dengan emosi yang menimbulkan keadaan tidak senang (distressing) yaitu emosi marah, iri, cemburu, cemas, bersalah, malu, sedih dan berharap. Penyakit-penyakit itu adalah psikosomatik, infeksi, jatung koroner dan kanker.
Friedman dan Roseman telah melakukan penelitian terhadap penderita penyakit jantung koroner, dan menemukan bahwa tipe kepribadian A merupakan predisposisi (menjadi lebih mungkin atau renta) terhadap penyakit jantung koroner. Ciri-ciri orang dengan kerpibadian tipe A ialah selalu terburu-buru, ingi melakukan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya, rasa permusuhan, dan keingina bersaing. Emosi yang tidak menyenangkan tersebut dapat menimbulkan penyesuaian maladaptif (seperti merokok, makan banyak, dan lain-lain) dan memacu produksi hormon-hormon yang mempunyai gaya kuat, dan dapat meningkatkan penyebab primer dari penyumbatan arteri. Selanjutnya emosi ini dapat mengakibatkan produksi hormon yang menurunkan jumlah sel daya tahan tubuh (lemfosit). Ini yang memungkinkan terjadinya infeksi.
5.      Intervensi dan Pencegahan dalam Perspektif Psikologi Kesehatan
Teknik-teknik untuk keperluan pencegahan dan promosi kesehatan antara lain kondisioning responden, extinction, relaksasi, kondisioning operan, biofeedback, strategi kognitif, metode pengelolaan diri. Pemberian dukungan sosial juga sangat penting untuk mempertahankan dan mempromosikan kesehatan.
Upaya mengurangi perilaku yang mengandung resiko menimbulkan penyakit di antaranya adalah makan-makanan sehat, latihan fisik dan mengurangi stress. Hidup dengan mengatur jumlah stress yang terjadi juga perlu diperhatikan. Rekreasi, liburan, bergembira adalah hal-hal yang diperlukan bagi orang-orang yang selalu bekerja keras.
Pencegahan juga dilakukan dengan cara pemeriksaan, yang kadang menyakitkan. Misalnya, pemeriksaan kemungkinan kanker payudara, endoskopi (memasukkan alat dalam sistem pencernaan untuk melihat ada tidaknya luka dalam sistem pencernaan).[6]

C.      Neuropsikologi
Neuropsikologi, atau Psikologi Syaraf adalah spesialisasi medis yang mengkhususkan pada evaluasi dan intervensi bagi pasien yang memiliki berbagai kondisi-kondisi neurologis dan gangguan perkembangan yang mempengaruhi pembelajaran dan tingkah laku.[7] Neuropsikologi mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak dan defisit perilaku, serta melakukan asesmen dan treatment untuk perilaku yang berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu. Neuropsikologi berasumsi bahwa perilaku manusia, kepribadiannya, proses psikopatologi dan strategi kognitif dimediasi oleh otak.
1.    Anteseden/ Penyebab Gangguan Otak Organik
Ada 6 variabel yang dapat merupakan anteseden dari gangguan fungsi otak, yaitu:
a.       Trauma, yang dimaksud dengan trauma sangat luas, mulai dari paling parah hingga yang paling ringan. Ada 3 istilah untuk trauma pada otak, yaitu gegar otak, pendarahan otak  dan robek otak.
b.      Vascular accidents, yaitu terjadinya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak.
c.       Tumor, tumor yang ada di otak, gejala yang tampil terkadang terkesan ringan (sakit kepala, gangguan penglihatan), tapi kalau memang ada, akibatnya dapat fatal.
d.      Penyakit degeneratif, yaitu penyakit yang menyebabkan terjadinya kemunduran, misalnya dementia, jenis Alzheimer, dan lain-lain.
e.       Defisiensi nutrisi, kurang gizi.
f.        Keracunan, yang dapat menyebabkan seseorang mengigau (delirium).
2.    Pendekatan dan Interpretasi hubungan otak dan perilaku
Untuk menginterpretasi hubugan gejala gangguan perilaku dan kerusakan otak, ada dua pendekatan yaitu lokalisasi dan laterisasi. Pendekatan lokalisasi menyatakan bahwa kerusakan pada otak akan menimbulkan gangguan pada fungsinya. Sedangkan pendekatan laterisasi menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara fungsi otak kiri dan otak kanan.
3.    Metode Asesmen Neuropsikologi
Terdapat perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan tes neuropsikologi, yaitu dalam metode, administrasi dan interpretasi. Sehubungan dengan hal administrasi, contoh tes tunggal untuk asesmen  adalah Wechsler Memory Scale (WMS) yang digunakan untuk mengukur ingatan, Wechsler Subtes Hold dan Don’t Hold untuk mengukur ada tidaknya kemunduran intelegensi serta Bender Gestalt untuk dugaan kerusakan otak. Sedangkan metode yang sering dipakai adalah Luria-Nebraska dan Halstead-Reitan. Apabila dalam hal interpretasi seorang dokter cenderung melakukan interpretasi secara kualitatif sementara psikolog secara kuantitatif.[8]



D.    Psikologi Forensik
Psikologi forensik adalah aplikasi metode, teori, dan konsep-konsep psikologi dalam sistem hukum. Setting dan kliennya bervariasi, mencakup anak-anak maupun orang dewasa. Semua jenis institusi, mencakup korporasi, lembaga pemerintah, universitas, rumah sakit dan klinik, serta lembaga pemasyarakatan, dapat terlibat sebagai klien atau obyek kesaksian dalam berbagai macam kasus hukum.[9] Psikologi forensik juga merupakan interface dari psikologi dan hukum yang merupakan aplikasi dari pengetahuan psikologi, khususnya psikologi klinis pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi, dan lain-lain untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan keadilan sipil, kriminal, administratif.
Peran psikologi forensik pertama kali pada tahun 1950 menjadi saksi ahli dan bertindak sebagai konsultan bagi para juri dalam sistem pengadilan di Amerika Serikat. Saat ini peran psikologi forensik antara lain dalam hal law enforcement, psychology of litigation, layanan dipenjara. Dalam hal law enforcement , psikolog klinis dapat melakukan penelitian untuk mengukur dan meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat. Psychology litigation membahas dampak prosedur legal pada terdakwa, juri, dan sebagainya. Psikologi klinis dapat memberi nasihat kepada mereka yang mendapat dampak buruk untuk kemudian meninjau perbaikan prosedur legal. Layanan dipenjara sudah banyak diketahui oleh psikolog Indonesia. Para petugas penjara sering kali meminta jasa psikologi untuk membantu mereka memberikan layanan terbaik bagi para tahanan, namun tampaknya tidak banyak psikolog yang tertarik untuk mengerjakan tugas-tugas di penjara.
Bidang yang dinamakan psikologi forensik mencakup peran psikolog dalam menentukan beberapa hal penting, yaitu ( Phares,1992 ):
1.    Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Seorang saksi ahli harus mempunyai kualifikasi dalam hal ini, clinical expertise, meliputi pendidikan, lisensi, pengalaman, kedudukan, penelitian, publikasi, pengetahuan, aplikasi prinsip-prinsip ilmiah, serta penggunaan alat tes khusus.
2.    Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus kriminal, misalnya menentukan waras tidaknya pelaku kriminal dalam arti legal/hukum.
3.    Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus sipil. Menentukan layak tidaknya seseorang masuk rumah sakit jiwa.
4.    Psikolog berperan dalam memperjuangkan hak untuk memberi atau menolak pengobatan bagi seseorang.
5.    Psikolog diharapkan dapat  memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang. Memberi tahu tentang motivasi, kebiasaan, dan daya kendali seseorang.
6.    Psikolog memberikan treatment yang sesuai dengan kebutuhan seseorang.
7.    Psikolog menjalankan fungsi sebagai konsultan dan aktif melakukan penelitian di bidang psikologi forensik.
Menurut Nietzel dkk dalam Suprapti Markam (2003) terdapat lima pokok bahasan dalam psikologi forensik yaitu:
1.    Kompetensi untuk menjalani proses pengadilan serta tanggung jawab kriminal.
2.    Kerusakan psikologis yang mungkin terjadi dalam pengadilan sipil.
3.    Kompetensi sipil.
4.    Otopsi psikologis dan criminal profiling
5.    Hak asuh anak dan kelayakan orang tua (parental fitness)[10]
 Otopsi psikologis ialah kegiatan psikolog dalam melakukan assessment terhadap seseorang yang sudah meninggal. Assessment ini diminta oleh pengadilan untuk mengetahui keadaan psikis orang itu sebelum meninggal. Selanjutnya dapat diketahui penyebab kematian, bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain. Banyak kematian yang bersifat samar-samar artinya, keadaan dan bukti forensiknya tidak mengindikasikan dengan jelas bagaimana cara orang itu mati. Psikolog forensik dapat menganalisis latar belakang korban, bukti TKP kematiannya, dan formasi saksi dalam  upaya merekonstruksikan fitur-fitur kepribadian dan pola perilaku tipikal korban.
Criminal profiling memiliki persamaan dengan otopsi psikologis. Keduanya sama-sama menentukan keadaan psikis atas data yang ditinggalkan seseorang. Perbuatan kriminal seringkali meninggalkan jejak. Criminal profiling bertujuan mencari pelaku dan penyebabnya berdasarkan tanda-tanda yang ditinggalkan.
E.       Psikologi Pediatri
Definisi Pediatri dari bahasa Yunani yaitu Pedos (anak) dan iatrica (pengobatan) atau ilmu tentang pengobatan anak. Istilah ini mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1963. Chaplin (2002;357) menyampaikan bahwa pediatri adalah cabang khusus dari kedokteran yang menekuni penyakit anak-anak. Istilah lain untuk menyebut pediatri adalah ilmu kesehatan anak (Maramis,1994) yang terdiri dari tiga macam pediatri yaitu pediatri klinis, pediatri pencegahan, dan pediatri sosial.
Secara umum baik itu psikologi anak klinis, pediatri maupun  psikologi pediatri, ketiganya membahas permasalahan kesehatan anak dalam hal assesmen, intervensi, pencegahan, dan konsultasi. Terdapat perbedaan antara psikologi pediatri dan psikologi anak klinis. Psikologi anak klinis berkaitan dengan pemahaman terhadap gejala-gejala psikolopatologi anak dan remaja yang setting bekerjanya dapat di tempat-tempat praktek pribadi maupun pasien di luar klinik berbeda halnya dengan psikologi pediatri yang merupakan  bidang psikologi anak klinis yang berada dalam setting kerja medis seperti rumah sakit, klinik-klinik perkembangan atau praktek medis.[11]
Psikologi klinis berpijak pada jalur akademik dan praktik. Klinik pertama yang didirikan oleh witmer adalah untuk membantu anak-anak yang mempunyai masalah belajar. Sebelum tahun 1900, anak-anak dianggap sama dengan orang dewasa. Klasifikasi gangguan jiwa DSM I dan II tidak membedakan gangguan jiwa untuk dewasa anak. Baru setelah tahun 1900-an gangguan jiwa pada anak diperhatikan secara khusus. Pada DSM III dan IV tertera lebih dari 12 jenis gangguan jiwa anak pada axis 1. Setelah itu muncul bidang clinical child psychology, bidang ini membahas masalah-masalah psikiatrik pada anak, terutama dalam lingkup praktik pribadi. Bidang ini menggunakan pendekatan psikodinamik. Dalam psikologi klinis anak berkembang spesialis untuk menangani kelainan khusus, misalnya untuk kasus pelecehan seks pada anak dan depresi pada anak.
Pada tahun 1967 ada dua divisi dalam American Psychological Assosiation, divisi 1 dan 2, yang membahas masalah anak-anak, yaitu Clinical Child Psychology dan Pediatric Psychology.
Perhatian yang besar pada kekhususan psikologi untuk anak berkembang karena beberapa temuan, yaitu:
1.    Bertambah banyaknya kasus psikopatologi anak, yakni 22%.
2.    Banyak gangguan yang terjadi pada  anak-anak yang mempunyai konsekuensi serius pada usia dewasa.
3.    Kebanyakan gangguan pada masa dewasa mungkin beraasal adri masalah pada masa kanak-kanak yang tidak terdiagnosis.
4.    Perlu dilakukan intervensi untuk mencegah berlanjutnya suatu gangguan pada anak sampai dewasa.[12]
Meskipun penekanan pada psikologi klinis anak dan psikologi pediatri berbeda, tetap terjadi tumpang tindih antara keduanya. Secara umum keduanya memperhatikan perspektif perkembangan untuk menentukan ada/tidaknya gangguan. Misalnya, kasus mengompol yang terjadi pada anak 2 tahun akan berbeda dengan anak 12 tahun. Demikian juga perspektif epidemiologis kedua disiplin. Kasus hiperaktif ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki, komunitas lain, perilaku anak usia yang sama berubah dari zaman ke zaman.
Perlu diperhatikan bahwa perilaku abnormal terkadang muncul hanya pada saat situasi-situasi tertentu. Misalnya, pemalu hanya dalam lingkungan tertentu tapi tidak di lingkungan lain. Demikian juga mengenai perilaku abnormal seperti mencuri, atau berbohong pada anak merupakan suatu yang lebih dekat dengan situasi daripada dengan adanya suatu gangguan atau sifat tertentu pada anak.
Lingkungan anak dengan orang tua, guru kadang memiliki tidak cukup pengetahuan ,atau keliru tentang anak. Ini dapat menyebabkan mereka tidak dapat mengatasi ketika anak mengalami masalah. Adanya pengetahuan tentang psikopatologi anak yang ditunjukkan pada DSM III dan IV dapat membantu untuk memahami dan merencanakan treatment pada anak.
Selain pokok-pokok umum diatas, psikologi klinis anak dan psikologi pediatri juga membahas hal-hal standar dalam penanganan kasus-kasus seperti masalah asesmen, intervensi, pencegahan dan konsultasi.

BAB III
KESIMPULAN
Kekhususan dalam psikologi klinis membahas mengenai  lima bidang yaitu psikologi komunitas, psikologi kesehatan dan Behavioral Medicine, neuropsikologi, psikologi forensik, dan psikologi pediatri.
Psikologi Komunitas didefinisikan sebagai suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah. Perspektif Psikologi Komunitas memperhatikan tiga hal utama yaitu: sumber daya individu, aktifitas politik dan ilmu. Fokusnya adalah pada interaksi lingkungan dengan individu tersebut, mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang dapat menciptakan atau mengurangi masalah individu dan kemudian memusatkan diri pada pemberdayaan individu dan kelompok individu untuk dapat menyesuaikan diri.
Psikologi kesehatan dalam psikologi klinis sudah dikenal dengan nama Medical Psychology, namun sekarang selalu dikaitkan dengan Behavioral Medicine. Dasar pemikiran Psikologi Kesehatan adalah adanya hubungan antara fikiran manusia dengan tubuhnya.
Neuropsikologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak dan defisit perilaku, dan melakukan asesmen serta treatment untuk perilaku yang berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu.
Psikologi forensik merupakan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi, khususnya psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi, dll dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keadilan sipil, kriminalitas, dan administratif.
Psikologi klinis anak merupakan  psikologi terapan yang menangani penyimpangan-penyimpangan psikologis (perilaku) pada anak dan remaja, dengan ilmu dasarnya psikologi abnormal anak (pedologi). Sedangkan Psikologi Pediatri (psikologi kesehatan anak) merupakan psikologi klinis anak yang dilaksanakan dalam setting medis.

DAFTAR PUSTAKA

Suprapti-Markam. 2003.  Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI Press.
Albery, Ian Albery dan Munafo, Marcus. 2011.  Psikologi Kesehatan (Panduan lengkap dan komprehensif bagi studi psikologi kesehatan). Yogyakarta: Palmall.



[2]Phares dalam Suprapti-Markam, Pengantar Psikologi Klinis, (Jakarta: UI Press, 2003), h.167
[3]Suprapti-Markam, Pengantar Psikologi Klinis, (Jakarta: UI Press, 2003), h. 169-171
[5]Ian Albery dan marcus Munafo, Psikologi Kesehatan (Panduan lengkap dan komprehensif bagi studi psikologi kesehatan), (Yogyakarta: Palmall, 2011), h. 20
[6]Suprapti-Markam, Pengantar Psikologi Klinis.... h. 174-175

[8]Ibid., h.179                                   

[10]Ibid., h. 185
[12]Ibid., h. 187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar