BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbagai disiplin
ilmiah memiliki sejarah yang cukup panjang, sehingga untuk memperkenalkan perlu
dipilih tahap-tahap tertentu dalam sejarah perkembangannya yang dinilai relevan
bagi terbentuknya wawasan dengan perspektif historis mengenai ilmu yang
bersangkutan. Berbagai disiplin ilmiah telah berkembang dalam hitungan
berabad-abad, tetapi dalam perkembangannya ilmu-ilmu itu cenderung
bercabang-cabang dalam berbagai pengkhususan. Pengkhususan kemudian membangun gugus-gugus teoritik dan
konseptual sesuai dengan tuntutan kerja dalam bidangnya masing-masing.
Kenyataannya, bahwa kekhususan dalam suatu bidang ilmu seringkali justru
berakibat semakin meluasnya jaringan kerja sama yang harus dibangun bersama
bidang ilmu lainnya. Begitu pula yang terjadi dengan ilmu psikologi dengan
berbagai cabang pengkhususan. Oleh karena itu penulis membahas mengenai
kekhususan dalam pskologi klinis yang meliputi psikologi komunitas, psikologi
kesehatan, neuropsikologi, psikologi forensik, psikologi klinis anak dan
psikologi pediatrik dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan psikologi komunitas ?
2.
Apa
yang dimaksud dengan psikologi kesehatan ?
3.
Apa
yang dimaksud dengan neuropsikologi ?
4.
Apa
yang dimaksud dengan psikologi forensik ?
5.
Apa
yang dimaksud dengan psikologi klinis anak dan psikologi pediatri
?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan psikologi komunitas.
2.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan psikologi kesehatan.
3.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan neuropsikologi.
4.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan psikologi forensik.
5.
Mengetahui
apa yang di maksud dengan psikologi klinis anak dan psikologi pediatri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Psikologi Komunitas
Psikologi komunitas merupakan cabang ilmu
psikologi yang mempelajari efek-efek sosial dan lingkungan terhadap perilaku
yang muncul pada individu atau kelompok guna meningkatkan kualitas hidup
individu, komunitas dan masyarakat.[1]
Psikologi komunitas di Amerika mulai
berkembang sejak 1955, ketika diumumkan undang-undang tentang pengembangan
konsep kesehatan mental komunitas untuk mengurangi jumlah rumah sakit jiwa.
Pada tahun 1963 Kennedy Bill mengemukakan system komprehensif dalam layanan
kesehatan mental yang melakukan deteksi dini dari gangguan kesehatan mental.
Pada tahun 1965 dianggap sebagai tahun kelahiran psikologi komunitas.[2]
Di Indonesia psikologi komunitas sebagai ilmu kesehatan masyarakat
dalam disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan. Psikologi komunitas juga
menjadi sub bagian dari psikologi sosial, sosiologi dan ilmu sosial lainnya.
Dalam pembahasan ini psikologi komunitas sebagai salah satu kegiatan yang
berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang yang mengalami gangguan
emosional, penyesuaian diri, atau masalah psikologi lainnya.
Kebanyakan psikologi klinis melakukan terapi dengan berbagai teknik
dan orientasi terhadap atau sekolompok
orang yang mengalami gangguan atau yang mempunyai masalah. Menurut pandangan
sosiokultural, lingkungan sosiokultural dan interaksinya dengan subjek atau sekelompok
subjek yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa. Ini terjadi karena adanya
tuntutan lingkungan sosial agar subjek mengikuti norma sosial, nilai agama
dan lain-lain.
Psikologi komunitas umumnya didefinisikan
sebagai suatu pendekatan terhadap kesehatan mental yang menekankan pada peran
daya lingkungan dalam menciptakan dan mengurangi masalah. Fokus dari psikologi komunitas ialah interaksi orang lingkungan,
mengidentifikasi peran dan daya lingkungan yang dapat menciptakan atau
mengurangi masalah individu, dan kemudian memusatkan diri pada pemberdayaaan
individu dan kelompok individu untuk lebih dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dihadapinya. Penekanan pendekatan kesehatan mental komunitas yaitu
meliputi::
1.
Intervensi
dalam komunitas.
2.
Intervensi
dilakukan dalam populasi terbatas misalnya high-risk
population.
3.
Penekanan
pada pencegahan.
4.
Promosi
pelayanan tidak langsung, seperti mengadakan konsultasi dan pelatihan.
5.
Pelaksanakan
oleh ahli dari berbagai bidang ilmu dan awam.
Ada beberapa konsep yang sangat
melekat pada pendekatan psikologi komunitas, yaitu pencegahan dan pemberdayaan. Pencegahan
gangguan jiwa bertujuan untuk menghemat biaya perawatan penderita sedangkan
pemberdayaan dalam masyarakat yang
memiliki tujuan mermpertahankan kesehatan dan mencegah penyakit jiwa.
Ada tiga jenis pencegahan, yaitu:
1.
Primer
Upaya melawan keadaan yang memungkinkan timbulnya gangguan sebelum
gangguan itu terjadi, misalnya pemberian gizi bagi balita, imunisasi, konseling
pranikah, dan penyediaan rumah sehat.
2.
Sekunder
Usaha diagnosis dini atas suatu keadaan dan bertujuan agar dapat
dilakukan terapi atau treatment pada
tahap ini atau tahap awal gangguan. Misalnya, deteksi suatu keadaan gangguan
neurologis minimal yang dapat ditindaklanjuti segera pada tahap awal.
Pemeriksaan (screening) harus sering
dilakukan terhadap sejumlah besar populasi yang tidak mencari pertolongan
karena mereka jarang merasa mempunyai penyakit.
3.
Tersier
Upaya rehabilitasi terhadap orang-orang yang memerlukan penyesuaian
kembali karena penyakit atau trauma yang pernah dialaminya. Rehabilitasi ini
dapat berupa konseling, pelatihan dan lain-lain.
Sedangkan pemberdayaan adalah upaya mencegah
terbentuknya perasaan tidak berdaya dan pasrah pada individu atau kelompok
individu yang terkena suatu dampak perubahan lingkungan yang merugikan.
Misalnya, korban penipuan, kesewenang-wenangan dan lain-lain. Kelompok rentan
dalam masyarakat yang perlu diperhatikan seperti remaja yang rentan terhadap
pengaruh sebayanya yang mengkonsumsi narkoba, tenaga kerja wanita yang diekspor
keluar negeri tanpa bekal pengetahuan dan kompetensi yang memadai,
lanjut usia yang terlempar dari keluarganya sendiri, pensiunan yang tidak
dimanfaatkan dan lain-lain.
Fokus dalam Strategi Intervensi, Price dkk.
(dalam Phares, 1992) mengemukakan perbandingan antara orientasi klinis
dan orientasi komunitas dalam strategi intervensinya. Orientasi
klinis memperhatikan bagaimana mengatasi defisit pada tingkat individual,
organisasi dan komunitas yaitu meliputi:
1.
Pada
tingkat individual, orientasi klinis melakukan terapi somatik dan terapi
tradisional.
2.
Pada
tingkat organisasi, orientasi klinis melakukan terapi kelompok, pendidikan
khusus, dan pendidikan remedial pada kelompok rentan.
3.
Pada
tingkat komunitas, orientasi klinis melakukan instutisionalisasi atau
memberikan fasilitas khusus bagi mereka yang mengalami disability (buta, lumpuh, tuli, dan lain-lain).
Sedangkan orientasi komunitasnya mengutamakan
peningkatan kompetensi pada tingkat individual, organisasi dan komunitas yang
meliputi:
1.
Pada
tingkat individual, orientasi komunitas melakukan pelatihan keterampilan dan
program pencegahan untuk orang-orang yang beresiko tinggi.
2.
Pada
tingkat organisasi, orientasi komunitas melakukan pelatihan dan konsultasi
untuk meningkatkan kompetensi berorganisasi para anggotanya.
3.
Pada
tingkat komunitas, orientasi komunitas menciptakan program pencegahan menyeluruh
pada masyaratak untuk mengurangi stress lingkungan dan
meningkatkan keberdayaan penduduk.
Adapun metode intervensi dan perubahan dalam pendekatan komunitas
meliputi:
1.
Konsultasi,
yaitu mengajak orang-orang yang mempunyai peran besar dalam masyarakat seperti guru, polisi,
rohaniawan, dan lain-lain untuk membahas dan membantu mengatasi masalah
kesehatan mental masyarakat.
2.
Mengadakan
layanan masyarakat (community lodge) sebagai
pengganti layanan rumah sakit, tempat penitipan sementara bagi penderita
gangguan jiwa menahun.
3.
Intervensi
krisis (crisis intervention). Misalnya,
memberi bantuan dan dukungan kepada orang-orang dalam keadaan stress akut agar
mereka terhindar dari gangguan yang lebih parah dan menahun, mendirikan
pusat-pusat intervensi krisi yang lokasinya berdekatan dengan penderita dan
memberikan pelayanan langsung, layanan telepon 24 jam bagi
korban pemerkosaan, pencandu narkoba, korban kekerasan rumah tangga, dan
lain-lain.
4.
Intervesi
pada usia dini adalah yang banyak dilakukan di Indonesia sekitar tahun 1975
hingga sekarang. Program yang dijalankan yaitu program ibu bayi dan balita.
Bentuk program tersebut seperti memberikan penyuluhan gizi, kesehatan,
imunisasi, dan lain-lain.
5.
Pengembangan
berbagai program pelatihan upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan
membuat tulisan-tulisan singkat tentang upaya-upaya cepat untuk mengatasi
berbagai keadaan darurat psikologis, misalnya mengatasi kecemasan, dan
mengatasi stress.[3]
B.
Psikologi Kesehatan
1. Pengertian
Psikologi kesehatan adalah bagian dari
psikologi klinis, yang memfokuskan pada kajian dan fungsi kesehatan individu
terhadap diri dan lingkungannya, termasuk penyebab dan faktor-faktor yang
terkait dengan problematika kesehatan individu.[4]
Dasar pemikiran psikologi kesehatan adalah adanya hubungan antara
pikiran manusia (mind) dan tubuhnya.
Definisi behavioral medicine adalah
integrasi dari ilmu perilaku dengan praktik dan ilmu kedokteran. Menurut
Matarazzo, behavioral medicine adalah
suatu lapangan multidisiplin penelitian ilmiah, pendidikan dan praktik, yang
berkaitan dengan kesehatan, penyakit dan disfungsi faali yang terkait.
Psikologi kesehatan memberi sumbangan pada peningkatan pada promosi kesehatan,
dan pencegahan serta penyembuhan penyakit.[5]
2. Psikosomatik dan Psikologi Kesehatan
Menurut pendekatan psikosomatik, gangguan psikologis yang spesifik
akan menimbulkan penyakit spesifik pula. Dalam pendekatan behavioral
medicine dan psikologi kesehatan, bukan hanya keadaan psikologi spesifik
yang mempengaruhi tubuh dan penyakit, namun semua fungsi psikososial juga
mempengaruhi, misalnya kebiasaan makan yang kurang baik, merokok, gaya hidup
penuh stress dan lain-lain.
3. Hubungan antara Pikiran dan Perilaku
Hubungan antara pikiran, perilaku dan penyakit ada yang langsung
dan tidak langsung. Contoh hubungan langsung adalah pikiran tentang suatu
stimulus psikososial dapat mencetuskan suatu respon psikofisiologis. Contoh
hubungan tidak langsung antara lain kebiasaan dan gaya hidup (memikirkan
kejadian traumatik menyebabkan jantung berdebar, terlalu stress mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh).
4. Kepribadian Perilaku dan Kesehatan
Selain hubungan langsung dan tidak langsung,
terdapat pula kaitan antara faktor-faktor kepribadian dengan penyakit dan
perilaku tidak sehat. Kepribadian bisa merupakan akibat dari suatu
penyakit, misalnya seorang penderita tekanan darah tinggi
menjadi sangat hati-hati dalam memilih makanan untuk mencegah kambuh. Penyakit bisa pula muncul akibat kepribadian,
misalnya seorang yang selalu menunda pekerjaan sehingga akhirnya harus selalu
begadang. Variabel
biologi kepribadian, seperti tempramen juga menentukan perilaku, dan dapat
secara langsung berdampak pada sistem faali, misalnya temperamen pemarah mempengaruhi
fungsi jantung.
Lazarus dalam Suprapti Markam (2003) membahas adanya
empat jenis penyakit
yang diduga berkaitan dengan emosi yang menimbulkan keadaan tidak senang (distressing) yaitu emosi marah, iri,
cemburu, cemas, bersalah, malu, sedih dan berharap. Penyakit-penyakit itu
adalah psikosomatik, infeksi, jatung koroner dan kanker.
Friedman dan Roseman telah melakukan penelitian terhadap penderita
penyakit jantung koroner, dan menemukan bahwa tipe kepribadian A merupakan
predisposisi (menjadi lebih mungkin
atau renta) terhadap penyakit jantung koroner.
Ciri-ciri orang dengan kerpibadian tipe A ialah selalu terburu-buru, ingi
melakukan sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya, rasa permusuhan,
dan keingina bersaing. Emosi yang tidak menyenangkan tersebut dapat menimbulkan
penyesuaian maladaptif (seperti merokok,
makan banyak, dan lain-lain) dan memacu produksi hormon-hormon yang mempunyai
gaya kuat, dan dapat meningkatkan penyebab primer dari penyumbatan arteri.
Selanjutnya emosi ini dapat mengakibatkan produksi hormon yang menurunkan
jumlah sel daya tahan tubuh (lemfosit).
Ini yang memungkinkan terjadinya infeksi.
5. Intervensi dan Pencegahan dalam Perspektif Psikologi Kesehatan
Teknik-teknik untuk keperluan pencegahan dan promosi kesehatan
antara lain kondisioning responden,
extinction, relaksasi, kondisioning operan, biofeedback, strategi kognitif, metode pengelolaan diri. Pemberian
dukungan sosial juga sangat penting untuk mempertahankan dan mempromosikan
kesehatan.
Upaya mengurangi perilaku yang mengandung resiko menimbulkan
penyakit di antaranya adalah makan-makanan sehat, latihan fisik dan mengurangi
stress. Hidup dengan mengatur jumlah stress yang terjadi juga perlu diperhatikan.
Rekreasi, liburan, bergembira adalah hal-hal yang diperlukan bagi orang-orang
yang selalu bekerja keras.
Pencegahan juga dilakukan dengan cara pemeriksaan, yang kadang
menyakitkan. Misalnya, pemeriksaan kemungkinan kanker payudara, endoskopi (memasukkan
alat dalam sistem pencernaan untuk melihat ada tidaknya luka dalam sistem
pencernaan).[6]
C.
Neuropsikologi
Neuropsikologi, atau Psikologi Syaraf
adalah spesialisasi medis yang mengkhususkan pada evaluasi dan intervensi bagi
pasien yang memiliki berbagai kondisi-kondisi neurologis dan gangguan
perkembangan yang mempengaruhi pembelajaran dan tingkah laku.[7] Neuropsikologi mempelajari hubungan antara otak dan
perilaku, disfungsi otak dan defisit perilaku, serta melakukan asesmen
dan treatment untuk perilaku
yang berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu. Neuropsikologi berasumsi
bahwa perilaku manusia, kepribadiannya, proses psikopatologi dan strategi
kognitif dimediasi oleh otak.
1.
Anteseden/
Penyebab Gangguan Otak Organik
Ada 6 variabel yang dapat merupakan anteseden dari gangguan fungsi
otak, yaitu:
a.
Trauma,
yang dimaksud dengan trauma sangat luas, mulai dari paling parah hingga yang
paling ringan. Ada 3 istilah untuk trauma pada otak, yaitu gegar otak,
pendarahan otak dan robek otak.
b.
Vascular accidents, yaitu
terjadinya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak.
c.
Tumor,
tumor yang ada di otak, gejala yang
tampil terkadang terkesan ringan (sakit kepala, gangguan penglihatan), tapi
kalau memang ada, akibatnya dapat fatal.
d.
Penyakit
degeneratif, yaitu penyakit yang menyebabkan terjadinya kemunduran, misalnya
dementia, jenis Alzheimer, dan lain-lain.
e.
Defisiensi
nutrisi, kurang gizi.
f.
Keracunan,
yang dapat menyebabkan seseorang mengigau (delirium).
2. Pendekatan
dan Interpretasi hubungan otak dan perilaku
Untuk
menginterpretasi hubugan gejala gangguan perilaku dan kerusakan otak, ada dua
pendekatan yaitu lokalisasi dan laterisasi. Pendekatan lokalisasi menyatakan
bahwa kerusakan pada otak akan menimbulkan gangguan pada fungsinya. Sedangkan pendekatan
laterisasi menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara fungsi otak
kiri dan otak kanan.
3. Metode
Asesmen Neuropsikologi
Terdapat
perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan tes neuropsikologi, yaitu dalam metode,
administrasi dan interpretasi. Sehubungan dengan hal administrasi, contoh tes
tunggal untuk asesmen adalah Wechsler Memory Scale (WMS) yang
digunakan untuk mengukur ingatan, Wechsler
Subtes Hold dan Don’t Hold untuk
mengukur ada tidaknya kemunduran intelegensi serta Bender Gestalt untuk dugaan kerusakan otak. Sedangkan metode yang
sering dipakai adalah Luria-Nebraska
dan Halstead-Reitan. Apabila dalam
hal interpretasi seorang dokter cenderung melakukan interpretasi secara
kualitatif sementara psikolog secara kuantitatif.[8]
D.
Psikologi Forensik
Psikologi forensik adalah aplikasi
metode, teori, dan konsep-konsep psikologi dalam sistem hukum. Setting dan
kliennya bervariasi, mencakup anak-anak maupun orang dewasa. Semua jenis
institusi, mencakup korporasi, lembaga pemerintah, universitas, rumah sakit dan
klinik, serta lembaga pemasyarakatan, dapat terlibat sebagai klien atau obyek
kesaksian dalam berbagai macam kasus hukum.[9] Psikologi forensik juga merupakan interface dari psikologi dan hukum yang merupakan aplikasi dari pengetahuan
psikologi, khususnya psikologi klinis pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa,
polisi, dan lain-lain untuk penyelesaian masalah yang berhubungan dengan
keadilan sipil, kriminal, administratif.
Peran psikologi forensik pertama kali pada tahun 1950 menjadi saksi
ahli dan bertindak sebagai konsultan bagi para juri dalam sistem pengadilan di
Amerika Serikat. Saat ini peran psikologi forensik antara lain dalam hal law enforcement, psychology of litigation,
layanan dipenjara. Dalam hal law enforcement , psikolog klinis dapat melakukan penelitian untuk
mengukur dan meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat. Psychology litigation membahas dampak
prosedur legal pada terdakwa, juri, dan sebagainya. Psikologi klinis dapat memberi
nasihat kepada mereka yang mendapat dampak buruk untuk kemudian meninjau
perbaikan prosedur legal. Layanan dipenjara sudah banyak diketahui oleh
psikolog Indonesia. Para petugas penjara sering kali meminta jasa psikologi
untuk membantu mereka memberikan layanan terbaik bagi para tahanan, namun
tampaknya tidak banyak psikolog yang tertarik untuk mengerjakan tugas-tugas di
penjara.
Bidang yang dinamakan psikologi forensik
mencakup peran psikolog dalam menentukan
beberapa hal penting, yaitu ( Phares,1992 ):
1. Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Seorang saksi ahli harus mempunyai
kualifikasi dalam hal ini, clinical
expertise, meliputi pendidikan, lisensi, pengalaman, kedudukan, penelitian,
publikasi, pengetahuan, aplikasi prinsip-prinsip ilmiah, serta penggunaan alat
tes khusus.
2. Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus kriminal, misalnya
menentukan waras tidaknya pelaku kriminal dalam arti legal/hukum.
3. Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus sipil. Menentukan
layak tidaknya seseorang masuk rumah sakit jiwa.
4. Psikolog berperan dalam memperjuangkan hak untuk memberi atau
menolak pengobatan bagi seseorang.
5. Psikolog diharapkan dapat memprediksi bahaya yang
mungkin berkaitan dengan seseorang. Memberi tahu tentang motivasi, kebiasaan,
dan daya kendali seseorang.
6. Psikolog memberikan treatment yang sesuai dengan kebutuhan
seseorang.
7. Psikolog menjalankan fungsi sebagai konsultan dan aktif melakukan
penelitian di bidang psikologi forensik.
Menurut Nietzel dkk dalam Suprapti Markam (2003) terdapat lima pokok bahasan dalam psikologi forensik yaitu:
1. Kompetensi untuk menjalani proses pengadilan serta tanggung jawab
kriminal.
2. Kerusakan psikologis yang mungkin terjadi dalam pengadilan sipil.
3. Kompetensi sipil.
4. Otopsi psikologis dan criminal
profiling
5. Hak asuh anak dan kelayakan orang tua (parental fitness)[10]
Otopsi psikologis ialah kegiatan psikolog
dalam melakukan assessment terhadap seseorang yang sudah meninggal. Assessment
ini diminta oleh pengadilan untuk mengetahui keadaan psikis orang itu sebelum
meninggal. Selanjutnya dapat diketahui penyebab kematian, bunuh diri, kecelakaan,
dan lain-lain. Banyak kematian yang bersifat samar-samar artinya, keadaan dan bukti
forensiknya tidak mengindikasikan dengan jelas bagaimana cara orang itu mati.
Psikolog forensik dapat menganalisis latar belakang korban, bukti TKP
kematiannya, dan formasi saksi dalam upaya merekonstruksikan
fitur-fitur kepribadian dan pola perilaku tipikal korban.
Criminal profiling memiliki
persamaan dengan otopsi psikologis. Keduanya sama-sama menentukan keadaan
psikis atas data yang ditinggalkan seseorang. Perbuatan kriminal seringkali
meninggalkan jejak. Criminal profiling bertujuan mencari pelaku dan penyebabnya
berdasarkan tanda-tanda yang ditinggalkan.
E.
Psikologi Pediatri
Definisi Pediatri dari bahasa Yunani yaitu Pedos (anak) dan iatrica
(pengobatan) atau ilmu tentang pengobatan anak. Istilah ini mulai digunakan
di Indonesia sejak tahun 1963. Chaplin (2002;357) menyampaikan bahwa
pediatri adalah cabang khusus dari kedokteran yang menekuni penyakit anak-anak.
Istilah lain untuk menyebut pediatri adalah ilmu kesehatan anak (Maramis,1994)
yang terdiri dari tiga macam pediatri yaitu pediatri klinis, pediatri
pencegahan, dan pediatri sosial.
Secara umum baik itu psikologi anak klinis, pediatri
maupun psikologi pediatri, ketiganya membahas permasalahan kesehatan
anak dalam hal assesmen, intervensi, pencegahan, dan konsultasi. Terdapat
perbedaan antara psikologi pediatri dan psikologi anak klinis. Psikologi anak
klinis berkaitan dengan pemahaman terhadap gejala-gejala psikolopatologi anak
dan remaja yang setting bekerjanya dapat di tempat-tempat praktek pribadi
maupun pasien di luar klinik berbeda halnya dengan psikologi pediatri yang merupakan bidang
psikologi anak klinis yang berada dalam setting kerja medis seperti rumah
sakit, klinik-klinik perkembangan atau praktek medis.[11]
Psikologi klinis berpijak pada jalur akademik dan praktik. Klinik
pertama yang didirikan oleh witmer adalah untuk membantu anak-anak yang
mempunyai masalah belajar. Sebelum tahun 1900, anak-anak dianggap sama dengan
orang dewasa. Klasifikasi gangguan jiwa DSM I dan II tidak membedakan gangguan
jiwa untuk dewasa anak. Baru setelah tahun 1900-an gangguan jiwa pada anak
diperhatikan secara khusus. Pada DSM III dan IV tertera lebih dari 12 jenis
gangguan jiwa anak pada axis 1. Setelah itu muncul bidang clinical child psychology, bidang ini membahas masalah-masalah psikiatrik pada anak, terutama
dalam lingkup praktik pribadi. Bidang ini menggunakan pendekatan psikodinamik.
Dalam psikologi klinis anak berkembang spesialis untuk menangani kelainan
khusus, misalnya untuk kasus pelecehan seks pada anak dan depresi pada anak.
Pada tahun 1967 ada dua divisi dalam American Psychological Assosiation, divisi 1 dan 2, yang membahas
masalah anak-anak, yaitu Clinical Child
Psychology dan Pediatric Psychology.
Perhatian yang
besar pada kekhususan psikologi untuk anak berkembang karena beberapa temuan,
yaitu:
1. Bertambah banyaknya kasus psikopatologi anak, yakni 22%.
2. Banyak gangguan yang terjadi pada anak-anak yang
mempunyai konsekuensi serius pada usia dewasa.
3. Kebanyakan gangguan pada masa dewasa mungkin beraasal adri masalah
pada masa kanak-kanak yang tidak terdiagnosis.
4. Perlu dilakukan intervensi untuk mencegah berlanjutnya suatu
gangguan pada anak sampai dewasa.[12]
Meskipun penekanan pada psikologi
klinis anak dan psikologi pediatri berbeda, tetap terjadi tumpang tindih antara
keduanya. Secara umum keduanya memperhatikan perspektif perkembangan untuk
menentukan ada/tidaknya gangguan. Misalnya, kasus mengompol yang terjadi pada
anak 2 tahun akan berbeda dengan anak 12 tahun. Demikian juga perspektif epidemiologis kedua
disiplin. Kasus hiperaktif ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki,
komunitas lain, perilaku anak usia yang sama berubah dari zaman ke zaman.
Perlu diperhatikan bahwa perilaku
abnormal terkadang muncul hanya pada saat situasi-situasi tertentu. Misalnya, pemalu hanya dalam lingkungan tertentu tapi tidak di
lingkungan lain. Demikian juga mengenai perilaku abnormal seperti mencuri, atau
berbohong pada anak merupakan suatu yang lebih dekat dengan situasi daripada dengan
adanya suatu gangguan atau sifat tertentu pada anak.
Lingkungan anak dengan orang tua,
guru kadang memiliki tidak cukup pengetahuan ,atau
keliru tentang anak. Ini dapat menyebabkan mereka tidak dapat mengatasi ketika anak
mengalami masalah. Adanya pengetahuan tentang psikopatologi anak yang
ditunjukkan pada DSM III dan IV dapat membantu untuk memahami dan
merencanakan treatment pada anak.
Selain pokok-pokok umum diatas,
psikologi klinis anak dan psikologi pediatri juga membahas hal-hal standar
dalam penanganan kasus-kasus seperti masalah asesmen, intervensi, pencegahan
dan konsultasi.
BAB III
KESIMPULAN
Kekhususan
dalam psikologi klinis membahas mengenai lima bidang yaitu psikologi komunitas,
psikologi kesehatan dan Behavioral Medicine, neuropsikologi, psikologi
forensik, dan psikologi pediatri.
Psikologi Komunitas didefinisikan sebagai suatu pendekatan terhadap
kesehatan mental yang menekankan pada peran daya lingkungan dalam menciptakan
dan mengurangi masalah. Perspektif Psikologi Komunitas memperhatikan tiga hal utama yaitu:
sumber daya individu, aktifitas politik dan ilmu. Fokusnya adalah
pada interaksi lingkungan dengan individu tersebut, mengidentifikasi peran dan
daya lingkungan yang dapat menciptakan atau mengurangi masalah individu dan
kemudian memusatkan diri pada pemberdayaan individu dan kelompok individu untuk
dapat menyesuaikan diri.
Psikologi kesehatan dalam psikologi klinis sudah dikenal dengan
nama Medical Psychology, namun sekarang selalu dikaitkan dengan Behavioral
Medicine. Dasar pemikiran Psikologi Kesehatan adalah adanya hubungan antara
fikiran manusia dengan tubuhnya.
Neuropsikologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak
dan defisit perilaku, dan melakukan asesmen serta treatment untuk perilaku yang
berkaitan dengan fungsi otak yang terganggu.
Psikologi
forensik merupakan merupakan aplikasi pengetahuan psikologi, khususnya
psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi jaksa, polisi, dll dalam
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keadilan sipil, kriminalitas, dan
administratif.
Psikologi klinis anak merupakan psikologi terapan yang menangani
penyimpangan-penyimpangan psikologis (perilaku) pada anak dan remaja, dengan
ilmu dasarnya psikologi abnormal anak (pedologi). Sedangkan Psikologi Pediatri (psikologi kesehatan
anak) merupakan psikologi klinis anak yang dilaksanakan dalam setting medis.
DAFTAR
PUSTAKA
Suprapti-Markam.
2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: UI Press.
Albery, Ian Albery dan Munafo, Marcus. 2011. Psikologi
Kesehatan (Panduan lengkap dan komprehensif bagi studi psikologi kesehatan).
Yogyakarta: Palmall.
[2]Phares
dalam Suprapti-Markam, Pengantar
Psikologi Klinis, (Jakarta: UI Press, 2003), h.167
[3]Suprapti-Markam,
Pengantar Psikologi Klinis, (Jakarta:
UI Press, 2003), h. 169-171
[5]Ian
Albery dan marcus Munafo, Psikologi
Kesehatan (Panduan lengkap dan komprehensif bagi studi psikologi kesehatan),
(Yogyakarta: Palmall, 2011), h. 20
[6]Suprapti-Markam,
Pengantar Psikologi Klinis.... h.
174-175
Tidak ada komentar:
Posting Komentar