Selasa, 11 Oktober 2016

MENDORONG PERILAKU MENGURUS DIRI SENDIRI



A.      Pendahuluan
Semua remaja berada pada tahap kehidupan yang melibatkan atau mempelajari cara-cara berfikir dan berperilaku baru agar dapat menghadapi berbagai kejadian secara adaptif. Pada tahap ini, mereka terus menerus menemui berbagai tantangan baru di sekolah, dirumah, di tempat kerja dan bersama teman sebaya. Tantangan baru itu sering melibatkan berbagai resiko bagi mereka dan kemungkinan besar bertindak dengan cara yang berisiko pada pengalaman hidupnya dengan bereksperimen dengan perilaku-perilaku baru.
Selama masa kanak-kanak, orang tua atau perawat mengurusi, mengawasi dan membuat keputusan. Kebanyakan anak di lindungi dari berbagai risiko. Akan tetapi, ketika seseorang remaja beralih ke masa dewasa, mereka mulai melakukan individuasi dan memperjuangkan perpisahan sampai tingkat tertentu dari orang tuanya. Orang tua tidak lagi memantau perilaku remaja dari waktu ke waktu dan tidak berada pada posisi dimana mereka ingin atau dapat bertanggung jawab untuk mengurusi dirinya sendiri sepanjang hari. Akibatnya, remaja di biarkan saja dan mereka memikul tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri. Perilaku mengurus diri sendiri tidak datang begitu saja tetapi sebelumnya diurus oleh orang tuanya.
Agar dapat mengatasi berbagai dilema hubungan manusia, mereka mengembangkan gaya hidup sehat, mengakses sistem-sistem sosial yang mereka butuhkan dan memenuhi berbagai tuntutan kerja. Mereka harus belajar beberapa ketrampilan dasar tententu untuk kehidupan sehari –hari. Perkembangan keterampilan interpersonal, mengambil keputusan, dan coping di butuhkan untuk memungkinkan remaja untuk meningkatkan kontrol diri, mengurangi stres dan kecemasan, serta memungkinkan mereka untuk berteman ketika mereka terisolasi. Perilaku yang paling penting itu adalah bagaimana mengurus dirinya sendiri.
B.       Bagaimana Kita Memungkinkan Remaja Mengurus Dirinya Sendiri?
Mendorong perilaku mengurus diri sendiri di mulai dengan penggunaan strategi-strategi pencegahan primer, seperti menyediakan informasi publik dan bimbingan antisipatorik serta menawari berbagai kesempatan untuk terlibat di berbagai kegiatan pengembangan diri. Selain pembelajaran melalui program-program pencegahan primer, remaja bisa mendapatkan keterampilan-keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengurus diri sendiri melalui sejumlah cara yang berbeda melalui coba-coba latihan, mengamati teman sebaya dan dengan meniru orang-orang lain yang memiliki makna penting dalam hidupnya. Agar dapat mengurus dirinya sendiri, remaja harus mampu:
1.      Mengembangkan dan memelihara sebuah sistem dukungan sosial.
2.      Belajar bagaimana bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
3.      Mengelola dan mengatasi stres.
4.      Mengurus kesejahteraan fisik dan emosionalnya.
5.      Memperhatikan kesehatan psikologisnya.
C.    Mengembangkan dan Memelihara Sebuah Sistem Dukungan Sosial
Dalam mengembangkan dan memelihara sebuah sistem dukungan sosial, remaja perlu:
1.         Membangun hubungan sebaya yang positif
Peran yang di mainkan teman sebaya di dalam kehidupan remaja dan pengaruhnya pada perkembangan psikososial selama transisi kemasa dewasa telah banyak yang di dokumentasikan. Di samping itu banyak studi telah menenjukan bahwa hubungan sosial dapat menyangga stres dan keterampilan sosial yang buruk mengakibatkan penolakan isolasi, yang merupakan sumber utama stres. Oleh sebab itu, penting bagi workers yang berusaha membantu remaja agar dapat mengurus dirinya sendiri untuk membantu mereka mengakui bahwa membangun hubungan sosial yang efektif memiliki kontribusi penting untuk mengurus diri sendiri.
Remaja berada pada tahap perkembangan, dimana mereka sedang dalam proses individuasi dari keluarganya, akan sangat membantu kesejahteraan remaja jika mampu menjadi bagian dari sebuah kelompok dengan teman-temanya. Remaja kurang bisa menyandarkan diri pada keluarganya dan penggantinya adalah teman sebayanya. Untuk itu remaja membutuhkan berbagai keterampilan sosial.
Cara yang berguna untuk membantu remaja mengembangkan keterampilan sosial adalah melalui penggunaan kerja kelompok. Sebuah kelompok yang di fasilitasi oleh pemimpin-pemimpin yang terampil dapat menyediakan lingkungan yang aman di mana remaja dapat belajar melalui kegiatan-kegiatan eksperiensial tentang bagaimana mengganti perilaku-perilaku sosial yang tidak tepat guna dengan yang lebih adaptif.
2.         Memelihara hubungan positif di dalam keluarganya
Meskipun tahap kehidupan remaja adalah saat remaja cenderung menjadi kurang bergantung pada keluarganya, di saat-saat krisis mungkin akan membantu bagi mereka untuk mengandalkan dukungan keluarganya. Juga menguntungkan bagi remaja untuk belajar bagaimana mengakses sumber daya lain di luar keluarga untuk dukungan sosial. Hal ini termasuk para tokoh remaja, youth workers, konselor sekolah, guru dan orang-orang penting lain di dalam kehidupan mereka.
3.         Mengembangkan batas-batas yang tepat guna
Sebagian remaja mengalami kesulitan dalam menjaga batas-batas pribadi yang tepat guna, yang membuat nyaman bagi mereka dan akan memberikan tingkat proteksi pribadi yang masuk akal. Mereka perlu belajar bagaimana mengundang orang lain masuk kedalam hubungan yang lebih dekat dan bagaimana mendorong orang lain menjauh ketika hal itu di butuhkan.
D.      Belajar Bagaimana Bertanggung Jawab atas Dirinya Sendiri.
Selama masa peralihan menuju ke masa dewasa, remaja perlu belajar bagaimana memikul tanggung jawab yang lebih besar atas tindakan mereka dan mengontrol kehidupanya. Akan tetapi, sebagian akan putus asa karena ketika keadaan tidak berjalan seperti yang mereka inginkan, remaja akan menyalahkan dirinya sendiri atau orang lain.
Salah satu hal yang paling penting untuk di sampaikan di dalam program-program pencegahan primer  dan ketika melakukan konseling remaja adalah bahwa menyalahkan adalah tindakan yang menolong, lebih penting lagi bagi remaja untuk memegang kendali atas hidupnya dengan terfokus dan mengganti pikiran negatif dengan tindakan positif.
E.       Mengelola dan Mengatasi Stres
Sebuah meta-analisis temuan-temuan penelitian tentang program-program sekolah yang mengarahkan ke manajemen stres pada anak-anak dan remaja mengkonfirmasi bahwa program-program pencegahan primer di sekolah yang mengarah Pada stres dan coping efektif dan mewujudkan efek secara keseluruhan positif dalam kaitanya dengan gejala stres dan mengatasi gejalanya. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya memberi pendidikan tentang stres dan efek-efeknya serta bagaimana mengelola begitu juga mengontrolnya.
Program-program yang berkaitan dengan stres perlu menyoroti kemungkinan bahwa peristiwa yang stressful dapat menghasilkan konsekuensi positif maupun negatif. Konsekuensi positif mungkin dimanifestasikan oleh pertumbuhan pribadi dan konsekuensi negatifnya adalah reaksi-reaksi disstres. Disamping itu jelas bahwa stres dengan tingkat tertentu mungkin berguna untuk mendukung motivasi. Konsekuensi, bisa membanti bagi remaja untuk mengakui bahwa, pada banyak kasus mengalami stres bisa merupakan keuntungan.
Stres kadang-kadang dapat merusak, remaja perlu mencari cara untuk mengurangi tingkat stresnya, berikut ini strategi untuk mengurangi stres, antara lain:
1.    Menggunakan strategi terfokus-solusi untuk menangani masalah
2.    Mengambil keputusan-keputusan yang memungkinkan beban kerja mereka dapat di kelola dengan lebih mudah.
3.    Berbicara dengan teman sebaya atau orang lin mengenai kekhawatirannya.
Strategi yang paling tepat untuk mengatasi stres yaitu kognitif-behavioral, termasuk strategi dari Rational Emotive Behavior Therapy. Salah satu deskripsi yang sempurna tentang strategi-strategi yang berguna diberikan oleh Dryden.
Salah satu contoh penggunaan pendekatan kognitif-behavioral untuk mendorong pemkiran positif di berikan oleh Zager dan Rubenstein. Yaitu:
1.    Ingat, tak seorang pun bagus dalam segala hal, jadi perhatikan kekuatan-kekuatan anda agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya, belajarlah untuk menerima keterbatasan-keterbatasan anda.
2.    Jika anda ingin meningkatkan self-esteem dan rasa percaya diri anda, kejarlah sesuatu yang ingin anda lakukan karena motivasi adalah kunci sukses.
3.    Lihatlah kemampuan asertif anda.
4.    Ukur kesuksesan berdasarkan usaha anda, bukan berdasarkan kinerja anda, meskipun anda tidak selalu dapat mengontrol hasilnya, anda dapat mengontrol input anda.
5.    Waspadai ekspetasi-ekspetasi yang tidak realistis mengenai diri anda sendiri.
F.       Mengurus Kesejahteraan Fisik dan Emosional
Ada beragam cara yang dapat di gunakan oleh remaja untuk mengurus kesejahteraan fisik dan emosional mereka. Hal ini akan didiskusikan di bawah judul-judul berikut ini:
1.      Keterlibatan dalam kegiatan fisik dan rekresional
2.      Makan sehat
3.      Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan kreatif
4.      Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan santai
5.      Memiliki gaya hidup yang seimbang
G.      Keterlibatan dalam kegiatan fisik dan/atau Rekreasional
Olahraga teratur adalah sesuatu yang lazim di lakukan oleh remaja. Remaja selalu menikmati beragam permainan tim, seperti sepak bola, kriket, dan bola basket. Ada juga yang tertarik kegiatan olahraga perorangan seperti tenis, golf, berenang, atletik dan senam.
     Ada banyak remaja lain yang tidak menikmati dalam kegiatan olahraga jenis apapun. Mereka berisiko mengembangkan gaya hidup yang merugikan kesehatan fisik jangka pendek maupun jangka panjang dan juga dapat memiliki berbagai implikasi untuk kesejahteraan emosional mereka.
     Mengedukasi remaja tentang manfaat kegiatan fisik memiliki beberapa manfaat, namun terbatas. Remaja suka membuat pilihanya sendiri dan jika tidak suka melakukan sesuatu, bisa sangat sulit untuk mendorong mereka untuk melakukanya.
     Perlu diketahui bahwa kegiatan fisik berguna dalam banyak hal dan bukan hanya dalam hal meningkatkan kesehatan fisik. Sebagai contoh, kegiatan fisik dapat berguna dalam membantu mengurangi stres, mengelola berat badan dan sebagai cara untuk mengatasi amarah.
H.      Makan Sehat
Sangat penting mengadopsi kebiasaan makan sehat. Hal ini bisa sangat sulit bagi sebagian remaja dan sayangnya, iklan yang ditujukan kepada remaja kadang-kadang memancing mereka untuk makan makanan yang meskipun enak dimakan, dan itu belum tentu bermanfaat dalam kesehatan.
Ada juga masalah yang jelas dalam kaitanya dengan makan, baik terlalu banyak atau terlalu sedikit. Seperti dalam kasus-kasus ekstrim, obesitas dan anoreksia berpotensi mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang.
I.         Keterlibatan dalam Kegiatan-Kegiatan kreatif
Sebagian remaja sangat tertarik dengan kegiatan-kegiatan kreatif. Dalam hal ini mungkin termasuk menari, drama, melukis dan mematung. Manfaat kegiatan semacam itu bisa besar karena dapat membawa remaja masuk keruang emosional dan psikologis baru dimana mereka dapat melakukan “rechange” dengan memisahkan diri untuk sementara dari stres normal kehidupanya selama terlibat penuh di dalam sebuah kegiatan kreatif. Seorang remaja yang pendiam atau tidak cocok dengan kegiatan-kegiatan olahraga dapat mengalami kepuasan dengan berpartisipasi di dalam sebuah kegiatan kreatif, dengan efek positif untuk self-esteem dan cinta dirinya sebagai hasilnya.
J.        Keterlibatan dalam kegiatan Santai/ “Recharging
Kegiatan-kegiatan seperti yoga, pilates, taichi, meditasi, dan lain-lain yang melibatkan refleksi diri dan secara spiritual memungkinkan remaja untuk “Recharging” energi mereka dan mengalami ketenangan, bersama perasaan memiliki kontrol atas dirinya sendiri dan kehidupanya. Menawarkan kegiatan-kegiatan semacam ini kepada remaja tentunya sangat berguna dalam membantu meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis mereka.
K.      Memiliki Gaya Hidup yang Seimbang
Banyak anak yang di besarkan oleh orangtua yang mengelola mereka dengan cara yang memastikan bahwa mereka memiliki kehidupan yang seimbang di mana mereka makan makanan sehat, di dorong untuk meperhatikan higiene pribadi dan memiliki waktu tidur yang teratur. Bahkan, bagi orang tua yang membersarkan anak-anak mereka dengan cara ini, ketika anak-anak mereka memasuki masa dewasa, pengaruh orang tua pada umumnya berkurang.
Ada pepatah yang mengatakan. “you can take a horse to water, but you can’t make it drink”. Hal yang sama berlaku pada banyak remaja yang mereka sedang berada pada tahap kehidupan dimana mereka perlu melakukan individuasi, seperti menolak untuk di perintah. Ini yang menjadi masalah bagi banyak orang tua.
Cara yang terbaik mengatasi masalah ini adalah melalui program-program pencegahan primer di sekolah, organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan yang mempromosikan ide memiliki gaya hidup yang seimbang.


L.       Memperhatikan Kesehatan Psikologis
Semua manusia kadang-kadang mengalami masalah yang meresahkan. Namun, bagi banyak remaja, menuju kearah dewasa adalah sebuah periode dalam kehidupan ketika mereka sangat mungkin menjadi merasa kewalahan di hadapkan pada situasi dan isu yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Konsekuensinya, inilah saatnya ketika kesejahteraan psikologisnya mereka dalam bahaya. Agar dapat meminimalkan risiko itu, mereka perlu menyadari tentang opsi-opsi mereka untuk mengatasi masalah. Dalam hal ini, pendidikan pencegahan primer sangat penting.
Cara yang berguna dimana remaja dapat memperhatikan kesehatan psikologis mereka termasuk:
1.    Mencari bantuan dari teman sebaya
Mencari bantuan profesional pada umumnya bukan pilihan yang di sukai para remaja. Disamping itu, telah banyak di dokumentasikan bahwa remaja pada umumnya lebih suka mencari bantuan dari teman sebayanya tentang masalah yang di hadapinya dari orang tua atau orang dewasa lainya. Karena itu, program pelatihan konseling sangat di sarankan karena mereka memberi remaja ketrampilan-ketrampilan untuk saling membantu satu sama lain dalam membicarakan dan mengatasi isu-isu yang meresahkan. Teman sebaya yang terlatih dengan baik dapat mendorong remaja yang mengalami masalah yang serius untuk mengambil langkah menemui seorang konselor profesional.
2.    Memanfaatkan Konseling
Terlepas dari keengganan remaja untuk memanfaatkan konselor profesional, sebagian mau melakukanya, khususnya di dorong oleh teman sebayanya. Keunggulanya adalah bahwa situasi konseling memberikan kesempatan isu-isu dan masalah-masalah psikologis yang meresahkan untuk di tangani. Disamping itu, strategi-strategi mengurus diri sendiri di dukung untuk membantu menangani kebutuhan-kebutuhan jangka panjang.
Ketika konseling seorang remaja, akan berguna untuk memulai dengan melakukam asesmen terhadap strategi-strategi coping yang sudah ada karena ini akan memberikan indikasi kemampuan mereka untuk mengurus dirinya sendiri.

MEMBANGUN RESILIENSI (GAYA PEGAS) UNTUK MENCEGAH MASALAH KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA: THE RESOURCEFUL ADOLESCENT PROGRAMME (RAP)

A.      Pendahuluan
Bab ini mendiskripsikan program berbasis bukti yang disebut Resourceful Adolescent Programme (RAP), yang berhasil membangun resiliensi (gaya pegas) pada remaja untuk mencegah berkembangnya gejala-gejala depresi. Program ini mengadopsi pendekatan terfokus kekuatan. Program ini bermaksud membangun berbagai sumber daya coping yang membantu perkembangan kemampuan remaja untuk memelihara sense of self yang positif dan meregulasi emosi dalam berbagai perubahan perjuangan hidup sehari-hari dan peristiwa-peristiwa kehidupan ynag sulit.
Meskipun tidak ada definisi universal, “resiliensi” secara umum berarti proses menghindari jalur-jalur negatif yang berkaitan dengan paparan faktor risiko. Model-model resiliensi saat ini juga sangat jelas bahwa ada “banyak jalan menuju resiliensi” dan tidak ada “one size fits all approach”. Oleh sebab itu, setiap orang memiliki kapasitas untuk menjadi resilien.
B.       Mengapa Membangun Resiliensi dan Memfokuskan pada Kekuatan?
Penelitian telah menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil diantara mereka yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk berbagai gangguan kesehatan mental yang benar-benar sehat mental-flourishing (sejahtera). Sebuah studi Keyes (2006) menunjukkan bahwa remaja yang flourishing (sejahtera) berfungsi dengan lebih baik dibandingkan remaja dengan kesehatan mental sedang-sedang saja yang pada gilirannya berfungsi dengan lebih baik dibanding remaja languishing (lemah, kehilangan vitalitas).
Para proponen pendekatan berbasis populasi juga berpendapat bahwa ada nilai tinggi dengan menarget bukan hanya kelompok berisiko tetapi juga dengan menjaga kesehatan dari keadaan berisiko. Untuk membantu proses itu, salah satu temuan yang paling menjanjikan dari penelitian resiliensi adalah faktor protektif lebih penting dibandingkan faktor risiko. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa secara konsisten terlepas dari tipe faktor risiko yang memapari individu, faktor protektif internal dan eksternal dapat mengurangi risiko. Oleh sebab itu, intervensi perlu memfokuskan pada kekuatan, bukan hanya kekurangan dan dimaksudkan untuk mengembangkan aset dan sumber daya, bukan hanya memfokuskan pada peningkatan risiko.
Salah satu faktor kunci dalam membangun resiliensi adalah mengidentifikasi dan mengembangkan kekuatan-kekuatan individu dan kekuatan di dalam seluruh sistem (keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya).


C.      The Resourceful Adolescent Programme (RAP)
     RAP adalah sebuah program membangun resiliensi berbasis kekuatan bagi remaja usia 12-15 tahun. Maksud RAP adalah untuk memfasilitasi perkembangan keterampilan coping dan interpersonal yang positif untuk membangun resiliensi pada remaja.
     RAP dirancang sebagai sebuah program berbasis sekolah universal (artinya, program ini dapat digunakan terlepas dari risiko apa pun), untuk dilaksanakan pada siswa usia 12-15 tahun di dalam kelompok-kelompok yang terdiri 10-15 anak. Pendekatan universal RAP memungkinkan untuk mencegah siswa yang sehat untuk menjadi berisiko dan memperkuat kesehatan pada kelompok berisiko.
     Program ini juga telah diimplementasikan dengan sukses pada kelompok-kelompok berindikasi memiliki risiko masalah mental. Program ini dilaksanakan oleh para konselor berakreditas, profesional kesehatan atau guru yang telah menjalani pelatihan. Program ini juga memiliki komponen orang tua (RAP-P) dan guru (RAP-T) yang memperkuat faktor-faktor protektif orang tua dan guru. Akan tetapi dalam bab ini akan difokuskan pada program remaja (RAP-A).
1.    Dasar Teoritik RAP
RAP menginterpretasikan elemen-elemen cognitive behavioral therapy (CBT) denga interpersonal therapy (IPT) dan bermaksud membantu remaja di bidang regulasi diri dan mengelola perubahan-perubahan self esteem sehari-hari. Salah satu fitur esensial program ini bahwa ia terfokus secara sangat positif dan lebih berkonsentrasi pada membangun kekuatan daripada memperbaiki kekurangan.
RAP didasarkan pada pengenalan dan penguatan kekuatan-kekuatan personal yang sudah ada dan pengembangan keterampilan-keterampilan dan sumber daya-sumber daya psikologis tambahan. Program ini pada awalnya dikembangkan pada 1997 dengan mengubah praktik berbasis bukti untuk penanganan depresi menjadi sebuah intervensi preventatif berbasis sekolah. Disamping itu, program ini mendasarkan secara ekstentif pada penelitian paralel tentang risiko intrapsikis dan interpersonal serta faktor-faktor protektif.
Komponen-komponen CBT dari RAP termasuk cognitive restructuring (menjaga self talk positif), stress management (regulasi diri dan relaksasi diri) dan problem solving. Selama beberapa dekade terakhir, Beck dan peneliti-peneliti lain di the Center for Cognitive Therapy telah memberikan bukti-bukti tentang keterkaitan antara apa yag difikirkan dan bagaimana dirasakan, sehingga cognitive restructuring adalah komponen integral dari membangun resiliensi. Stress management juga penting karena peristiwa kehidupan yang stressful meningkatkan risiko untuk berbagai permasalahan kesehatan mental dan cara individu merespon stres dapat memberikan dampak signifikan pada penyesuaian diri dan psikopatologinya di masa mendatang. Terakhir, komponen problem solving dimasukkan karena orientasi pengatasan masalah yang positif dapat mengurangi dampak kehidupan yang negatif.
Komponen interpersonal dan IPT yang luas mencakup materi yang mendorong partisipan  untuk membangun dan mengandalkan pada jaringan dukungan sosial maupun mengembangkan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi transisi peran dan konflik peran dan mencegah serta mengelola konflik. Komponen-komponen interpersonal RAP dimasukkan karena hubungan adalah salah satu sumber penting kesejahteraan emosional yang memberikan konteks fungsional yang mempengaruhi banyak hal, kalau bukan kebanyakan, proses psikologi dasar. Faktor-faktor interpersonal tampaknya merupakan prediktor-prediktor yang paling menonjol pada depresi karena depresi adalah salah satu masalah yang dapat terjadi dimana-mana pada remaja dan memunculkan banyak masalah.
Salah satu sendi RAP adalah memfokuskan pembangunan keterampilan melalui regulasi self. Seluruh komponen program berkonvergensi pada membantu partisipan untuk menjaga regulasi diri dan sense of self yang positif dalam menghadapi stres atau memulihkan sense of self  pada saat terjadi “keretakan” di dalam konsep diri. komponen CBT dan interpersonal dari RAP bekerja secara terintegrasi untuk membantu remaja mencapai individuasi regulasi diri ini atau self soothing ketika ada ancaman pada self esteem mereka.

Gambar 2.1 The RAP House
2.    Tujuan dan Metode Intervensi
a.      Filosofi dan metafor positif RAP
RAP memfokuskan pada pengenalan dan pemanfaatan kekuatan-kekuatan yang sudah ada dan pengembangan keterampilan dan sumber daya psikologis. Sesuai dengan itu, bahasa positif senantiasa digunakan dan semua keterampilan dibingkai positif. Meskipun program ini untuk mencegah depresi dan bunuh diri pada remaja, namun program ini dipromosikan kepada remaja sebagai kesempatan untuk belajar keterampilan-keterampilan yang akan meningkatkan self esteem, membantu mereka mengelola dan mengatasi masalah dan memperbaiki hubungan interpersonal.
RAP ditulis di seputar metafor yang diambil dari cerita anak-anak, The Three Little Pigs. Menceritakan babi kecil yang resourceful membangun rumahnya dari batu bata, bukan dari jerami atau ranting dan karena kuat dan resilien, mampu menghadapi serigala jahat. Selama RAP partisipan mengembangkan rumah RAPnya sendiri (lihat gambar 2.1) dengan menyusun batu bata sumber daya pribadi, batu bata problem solving dan sebagainya.
Sesuai dengan strategi berkonsentrasi pada keterampilan coping melalui regulasi diri dan self esteem, RAP memperkenalkan siswa dengan konsep “selfenometer” (lihat gambar 2.2). Hal ini adalah skala sepuluh poin dan diintroduksikan kepada siswa untuk membantu mereka memonitor secara reguler tingkat self esteem mereka. Di awal dan akhir setiap sesi, partisipan melingkari angka selfenometer yang merepresentasikan bagaimana perasaan mereka.
Gambar 2.2 Selfanometer
Selfenometer mempunyai dua tujuan. Pertama, ia meningkatkan kesadaran partisipan akan fluktuasi di dalam perasaan kesejahteraannya dari hari ke hari dan dari situasi ke situasi. Kedua, ia menormalisasi pengalaman ini dan mendorong partisipan untuk menyadari tentang self esteemnya dan meregulasi dirinya sendiri pada saat stres.
b.      Mengimplementasikan RAP
RAP terdiri atas 11 sesi yang berlangsung selama 50-60 menit yang dirancang untuk diimplementasikan seminggu sekali sebagai bagian dari kurikulum sekolah. Idealnya, kelompok RAP  terbatas 10-15 partisipan sehingga ketua kelompok dapat memberi perhatian dan penghargaan positif kepada setiap individu. Kelompok biasanya dibentuk dengan membagi kelas reguler menjadi dua, tetapi RAP telah diimplementasikan dari beragam lingkup dan format lain (seperti pusat detensi, pusat kesehatan  mental masyarakat, pelayanan tenaga kerja, perkemahan tiga hari dan program residensial lima hari).
Ketua kelompok berasal dari beragam latar belakang profesi, termasuk psikologi, pendidikan, kerja sosial, pelayanan kemanusian dan kesehatan mental masyarakat, yang terpenting terampil di bidang komunikasi dan fasilitasi kelompok ditambah mengelola situasi-situasi yang secara potensi sulit.
Peran ketua kelompok termasuk memberikan penghargaan positif tanpa syarat, memfokuskan pada kekuatan, memberi contoh keterampilan coping positif dan membantu serta memberi reward penggunaan keterampilan-keterampilan yang diintroduksikan di RAP. Setiap sesi terdiri dari kegiatan kelompok yang memungkinkan partisipan untuk mempraktikan keterampilan yang diajarkan, mengalami bagaimana keterampilan-keterampilan itu dapat membantu dan mengaitkan setiap keterampilan baru dengan membangun self esteem. Proses kelompok bersifat eksperiensial dan positif, menciptakan banyak kesempatan untuk memvalidasi dan mengafirmasi partisipan. Komponen proses ini adalah faktor vital dalam mengimplementasi RAP dengan sukses.
c.       Isi program
Dasar teoritik, tujuan dan metode untuk sesi RAP dirangkum dalam tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1
Dasar teoritik, tujuan dan metode untuk masing-masing sesi RAP
Judul Sesi dan Pesan Kunci
Dasar Teoritik
Tujuan dan Metode
1.      Mengenal anda.

Kami tertarik dengan anda!
Ayo bekerja bersama-sama sebagai tim.
Mengembangkan aliansi kerja dengan partisipan telah terbukti berkorelasi positif dengan perubahan terapeutik. Aliansi kerja yang dimungkinkan di dalam kelompok kecil adalah salah satu bagian wajib RAP dan membedakannya dengan program-program universal yang dilaksanakan di dalam kelompok-kelompok berukuran besar.
Mengintroduksi program. Membangu rapport dan membangun kepercayaan melalui berbagai permainan dan kegiatan.
2.        Membangun self esteem.

Saya ok.
Saya mendasarkan diri pada kekuatan-kekuatan saya.
Literatur resiliensi menyiratkan bahwa pengembangan self esteem dan efikasi diri pada remaja mungkin merupakan kandungan kunci di dalam semua proses intervensi efektif. Dikatakan bahwa kita harus mengedepankan membangun kekuatan di dalam pencegahan sakit mental.
Mengintroduksi metafor RAP (tiga babi kecil), selfenometer dan self esteem. Bantu partisipan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan sumber daya-sumber daya coping yang sudah ada dengan mengisi “batu bata kekuatan pribadi”.
3.        Mengintroduksi model RAP.

Isyarat tubuh kita dan self talk mempengaruhi bagaimana perasaan dan perilaku kita.
Sesi ini pada dasarnya adalah introduksi CBT. Partisipan diperkenalkan dengan model RAP, diagram Venn yang diambil dari model kognitif emosi dan perilku.
Penggunaan model RAP untuk mengekplorasi keterkaitan antara isyarat tubuh, perilaku, self talk dan emosi. Normalisasikan masalah-masalah yang dihadapi banyak remaja. Gunakan model RAP untuk mendemonstrasikan cara-cara yang berisiko dan resourceful untuk mengelola situasi.
4.        Tetap tenang.

Jadilah seorang detektif. Temukan isyarat-isyarat tubuh anda dan tetap tenang.
Peristiwa hidup yang stressful adalah salah satu faktor risiko yang diketahui untuk masalah kesehatan mental. Cara individu merespon stres dapat berdampak signifikan pada penyesuaian diri dan psikopatologi di masa mendatang.
Mengeksploitasi sinyal-sinyal tubuh yang berkaitan dengan perasaan-perasaan negatif. Identifikasi indikator-indikator stres pribadi. Diskusikan berbagai strategi untuk rileks dan mengelola stres dan amarah. Introduksikan teknik-teknik relaksasi CBT yang lazim digunakan. Lengkapi “batu bata tetep tenang” dengan berbagai strategi (baru dan sudah ada) untuk tetap tenang.
5.        Self talk

Saya adalah apa yang saya fikirkan.
Mendasarkan diri secara ekstensif pada karya Beck (lihat Burns, 1980), sesi ini memberikan cara yang ramah, pengguna bagi partisipan untuk mengidentifikasi fikiran-fikiran otomatik negatif, mempelajari cara-cara yang tepat guna untuk menantang fikiran-fikiran semacam itu dan menggantikan dengan alternatif-alternatif yang lebih resourceful.
Mengeksploitasi bagaimana fikiran memengaruhi perasaan dan perilaku, menantang fikiran negatif dengan menggunakan “batu bata fikiran” (misal, apakah anda melompat ke kesimpulan?) dan latih cognitive restructuring.
6.        Berfikir secara resourceful.

Anda dapat berubah.
Fokus sesi 6 adalah pada mengajarkan keterampilan-keterampilan cognitive restructuring. Didasarkan pada Burns, teknik yang diterapkan melibatkan melengkapi tabel yang terdiri atas tujuh kolom: situasi, fikiran berisiko, perilaku berisiko, perasaan berisiko, fikiran resourceful, perilaku resourceful dan perasaan resourceful.
Terus memfokuskan pada menantang respon-respon berisiko terhadap berbagai situasi dan menghasilkan alternatif-alternatif yang resourceful. Lengkapi tabel respon-respon berisiko dan resourceful sebagi sebuah tim, lalu secara individual.
7.        Menemukan solusi untuk masalah.

Ada solusi untuk masalah saya.
Orientasi problem solving yang positif merupakan faktor protektif yang mengurangi dampak keadaan hidup negatif.
Mengintroduksi sebuah model untuk problem solving yang menggunakan”batu bata problem solving”. Terapkan proses ini pada masalah interpersonal yang lazim dihadapi remaja.
8.      Jaringan dukungan.

Selalu ada bantuan yang siap sedia.
Literatur resiliensi mengindikasikan bahwa anak-anak yang tetap tumbuh kembang meskipun mengalami kesulitan hidup terampil dalam membangun jaringan dukungan yang menyediakan model-model peran positif dan pertalian emosional yang mendorong kepercayaan, otonomi dan inisiatif. Disamping mengidentifikasi dukungan sosial di saat-saat sulit. Sesi ini juga  menekankan pentingnya berbagai pengalaman positif. Hal ini didasarkan pada teori psikologi self bahwa kita membutuhkan orang lain di dalam hidup kita yang dapat merupakan cermin untuk merefleksikan self worth dan nilai yang menciptakan self respect internal.
Mengidentifikasi dan mengembangkan jaringan dukungan sosial di saat-saat baik dan di saat-saat sulit. Daftar orag-orang yang menyediakan dukungan ini pada “batu bata jaringan dukungan”. Introduksi humor sebagai sebuah strategi untuk mengelola stres.
9.        Mempertimbangkan perspektif orang lain.

Ada dua sisi untuk setiap cerita.
Sisihkan waktu, berhenti dan berfikirlah.
Masa remaja akhir adalah saat sangat penting untuk mempertahankan hubungan yang kuat dengan anggota keluarga dan merupakan masa ketika hubungan sebaya menjadi semakin kompleks dan intens. Sehingga masa dewasa awal adalah saat optimal untuk menanamkan keterampilan-keterampilan ini. Sesi ini bermaksud membantu partisipan meminimalkan dan mengelola konflik di dalam  hubungan mereka.
Terapkan model RAP pada berbagai situasi interpersonal. Introduksi kaitan antara self esteem dan konflik yang menjelaskan bahwa orang-orang bertengkar ketika selfanometernya rendah dan rating mereka bahkan bisa lebih rendah lagi jika konflik berlanjut. Diskusikan pentingnya isyarat tubuh, self talk, emosi dan perilaku setiap orang di dalam situasi itu. Simpulkan bahwa tidak ada seorang pun yang pasti benar atau salah, mereka hanya melihat sesuatu dengan cara berbeda karena biasanya selalu ada dua sisi untuk setiap cerita.
10.    Memelihara perdamaian dan menciptakan perdamaian.

Pelihara perdamaian dan ciptakan perdamaian.
Meskipun ada mitos yang lazim di percaya bahwa apa yang diinginkan remaja tidak ada kaitannya dengan orang tua, literatur penelitian sebaliknya. Remaja membutuhkan orang tuanya, namun cara mereka membutuhkan orang tuanya berubah selama mereka menegoisasikan tugas perkembangan utama masa remaja, yakni mendapatkan otonomi sambil tetap mempertahankan kelekatan. Sesi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman partisipan tentang tugas perkembangan ini, menormalisasikan pengalaman remaja dan mendorong cara-cara yang resourceful untuk memelihara perdamaian dan menciptakan perdamaian di dalam hubungan.
Terus mengekplorasi berbagai cara untuk melihat perspektif orang lain dan hindari berputar-putar di dalam situasi konflik. Gunakan “batu bata menciptakan  perdamaian” untuk menemukan cara-cara untuk menghadapi berbagai situasi dengan cara yang lebih positif. Demonstrasikan melalui role playing.
11.    Mempersatukan semuanya.

Menjadi seorang remaja yang resourceful benar-benar bekerja!
Ayo kita rayakan.
Salah satu fungsi penting sesi ini adalah membiarkan partisipan merasa bahwa kontribusi mereka terhadap kelompok berharga dan percaya diri untuk menggunakan keterampilan-keterampilan baru mereka. Ketua kelompok secara pribadi mengucapkan terima kasih kepada setiap remaja atas partisipasi mereka dan memberikan umpan balik positif tetang kontribusi masing-masing orang.
Review dan diskusikan secara singkat setiap sesi. Lengkapi rumah RAP dengan “batu bata sumber daya” yang diperoleh selama program. Rayakan kesuksesan kelompok dengan sebuah pesta.


MEMPERKUAT DUKUNGAN SEBAYA
A.      Pendahuluan
Salah satu cara yang digunakan untuk memperkuat dukungan sebaya adalah dengan mengadakan program-program pelatihan konselor sebaya. Akan tetapi dalam beberapa penelitian menunjukkan adanya masalah dalam program pelatihan konseling sebaya bagi remaja. Kebanyakan menyandarkan diri pada mengajarkan kepada remaja ketramplan-ketrampilan konseling yang lazim digunakan oleh konselor profesional untuk mengkonseling orang deasa dan ini tidak kompatibel dengan perilaku konversasional yang lazim digunakan oleh remaja. Masalah lainnya adalah bahwa mereka mengatakan beberapa proses komunikasi yang lazim digunakan di dalam percakapan remaja tidak membantu, sementara penelitian menunjukkan tidak demikian.
Untuk mengatasi masalah ini, sebuah program pelatihan konselor telah dikembangkan bagi remaja sebagai hasil dari penelitian sebelumnya tentang melatih remaja sebagai konselor remaja.
B.       Tantangan yang Dihadapi Remaja
Bertransisi ke masa dewasa adalah salah satu permbangan manusia dimana pada masaitu remaja beranjak dari dependensi ke independensi dan mengembangkan otonomi dan kematangan. Konsekuensinya, mereka dihadapkan pada berbagai tantangan.
Hal demikian diawali dari perubahan secara biologis, perubahan ognitif dan mengembangkan pemikiran abstrak, memahami cara-cara baru untuk memproses informasi, belajar berpikir positif dan kreatif, dan ditambah dengan stress akibat tuntutan-tuntutan hidup lainnya. Hal tersebut terkadang membuat remaja merasa kecewa, kualahan, dan tidak mampu mengatasi.
C.      Penggunaan Dukungan sosial untuk mengatasi stress
Dukunagan sosial adalah sebuah sumber daya coping  dan sosial di lingkungan yang dapat diandalkan orang ketika menangani stressor. Konsekuensinya, mengubah lingkungan dengan sengaja sehingga dukungan sosial lebiih mudah diakses berkontribusi pada investasi sumberdaya di lingkungan itu.
Perilaku menolong konversasional adalha salah satu bentuk dukungan sosial yang menyandarkan diri pada interaksi sosial aktif diantara individu-individu di dalam lingkungan tertentu. Konsekuensinya, agar kita dapat meningkatkan sumberdaya yang tersedia bagi remaja, kasus yang kuat dapat dibuat untuk menyediakan program-program pelatihan dilingkungan sekolah dan masyarakat yang dapat meingkatkan kemampuan mereka untuk saling membantu satu sama lain melalui interaksi konversasional. 
D.      Cara Remaja mencari Bantuan
Wilson dan Deane melaporkan bahwa remaja erulang kali menunjukkan bahwa hubungan positif yang kuat dengan memberi bantuan potensial sangat penting dalam mempengaruhi pencarian bantuan dari sebaya atau orang dewasa.  Para remaja di dalam studi mereka juga menunjukkan bahwa mereka lebih condong menerima bantuan dari seorang penolong yang dipersepsi “pernag mengalami keadaan yag sejenis”, sehingga mereka mendeskripsikan bagaimana mereka mengatasi masalahnya. Stuasi ini cenderung terjadi jika remaja berbicara dengan orang lain yang pernah mengalami atau sedang mengalami.
Remaja mengganggap individu sebagai bagian dari sebuah jaringan hubungan, sehingga stress diatasi di dalam jaringan sosial, dengan mendasarkan pada sumberdaya-sumberdaya diatas dan individu-individu yang bersangkutan.
E.       Pendekatan-pendekatan Mutakhir tentang melatih remaja sebagi konselor Sebaya
Beberapa pendekatan di dasarkan pada masalah-masalah sebagai berikut:
1.    Implementasi ketrampilan
2.    Atribusi peran
3.    Perbedaan status
F.       Penelitian tentang Melatih Remaja sebagai Konselor Sebaya
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyiapkan remaja menjadi penyedia dukungan sosial. Penelitian difokuskan pada memperkuat menolong konversasional yang lazim dikalangan remaja guna memperkuat dukungan sosial sebagai sebuah sumberdaya di dalam lingkungan sekolah sekunder.
G.      Proyek Penelitian
Proyek memfokuskan pada apa yang lazim dilakuka remaja ketika mereka saling menolong secara konversasional, dengan mengidentifikasi ketrampilan dan pendekatan mana yang menarik bagi konseling remaja dan mudah untuk mereka gunakan. Disamping itu, proyek mengeksplorasi bagaimana telah dilatih sebagai konselor sebaya mempengaruhi pengalaman menolong parisipan dalam hal implementasi ketrampilan, atribusi peran, dan perbedaan status.
Partisipan termasuk 52 siswa relawan yang berusia 13 sampai 17 tahun disekolah menengah, yang saling berhubungan disebuah lingkungan sebaya. Studi menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis untuk pengumpulan dan analisis data maupun metode-metode kuantitatif.  Hasil-hasil kuesioner dianalisis menggunakan SPSS untuk menata data secara deskriiptif.
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan fokus groups selam pelatihan. Data dianalisis dengan menggunakan emergent theme analitis dan diorganisasikan menjadi tema-tema di bawah judul implementasi ketrampilan, atribusi peran, dan status.
H.      Apa yang dipelajari dari Partisipan Penelitian
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari partisipan yaitu mendengarkan, respek, meditasi membuat kontak, pengatasan masalah kolaboratif, memahami, kerahaisaan, kepercayaan, membantu orang lain untuk berbicara, dan penciptaan hubungan yang aman.
Beberapa contoh tipikal yang mengilustrasikan perilaku-perilaku menolong koversasional remaja yang telah diharamkan dalam pelatihan konselor remaja sebaya namun akan sangat berguna jika sesama remaja saling menolong yaitu sebagi berikut:
1.    Menentramkan
2.    Mendukung
3.    Menawarkan sudut pandang lain
4.    Memberi saran
5.    Mengalihkan perhatian
6.    Mengevaluasi tanggapan
7.    Bercanda
8.    Persuasi
Selain itu, dalam penelitian juga di temukan bahwa partisipan yang lebih tua lebih merespon dan menyesuaikan diri dengan umpan balik negatif dari sebayanya dengan berperilaku dengan cara-cara yang mengindikasikan bahwa mereka bukan bagian dari kelompok konselor sebaya dan faktanya adalah teman sebaya. Partisipan yang lebih muda merespon dan menyesuaikan diri dengan umpan balik negatif dari sebayanya dengan menggunakan strategi-strategi yang memprkuat dan menambah identitas mereka sebagai konselor sebaya yang berperilakudengan cara yang menaikkan peran dan profil sosial mereka.
I.         Program pelatihan konseling sebaya yang Ramah Tamah
Keunggulan-keunggulan dari program pelatihan ini yaitu:
1.    Mengombinasikan penggunaan perilaku menolong dan proses-proses komunikasi yang lazim di gunakan oleh remaja dengan ketrampilan-ketrampilan konseling dari model-model dan pendekatan-pendekatan konseling dewa yang telah diidentifikasi oleh remaja sebagai remaja sebagai model dan pendekatan yang berharga, membantu, dan mudah digunakan.
2.    Program itu mengikuti program helping konversasion, yang dimulai dangan perilaku begabung tipycal, yang diikuti dengan mengajarkan ketrampilan-ketramppilan yang mempertahankan percakan itu dan setelah itu ketrampilan-ketrampilan yang berguna di akhir helping conversation.
Program ini melibatkan tiga modul:
1.    Praktik ketrampilan
2.    Nilai-nilai dan penemuan diri
3.    Peran dan etika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar