A.
Pendahuluan
Semua remaja berada pada tahap kehidupan yang melibatkan atau mempelajari
cara-cara berfikir dan berperilaku baru agar dapat menghadapi berbagai kejadian
secara adaptif. Pada tahap ini, mereka terus menerus menemui berbagai tantangan
baru di sekolah, dirumah, di tempat kerja dan bersama teman sebaya. Tantangan
baru itu sering melibatkan berbagai resiko bagi mereka dan kemungkinan besar bertindak
dengan cara yang berisiko pada pengalaman hidupnya dengan bereksperimen dengan
perilaku-perilaku baru.
Selama masa kanak-kanak, orang tua atau perawat mengurusi,
mengawasi dan membuat keputusan. Kebanyakan anak di lindungi dari berbagai risiko.
Akan tetapi, ketika seseorang remaja beralih ke masa dewasa, mereka mulai
melakukan individuasi dan memperjuangkan perpisahan sampai tingkat tertentu
dari orang tuanya. Orang tua tidak lagi memantau perilaku remaja dari waktu ke
waktu dan tidak berada pada posisi dimana mereka ingin atau dapat bertanggung
jawab untuk mengurusi dirinya sendiri sepanjang hari. Akibatnya, remaja di
biarkan saja dan mereka memikul tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri.
Perilaku mengurus diri sendiri tidak datang begitu saja tetapi sebelumnya
diurus oleh orang tuanya.
Agar dapat mengatasi berbagai dilema hubungan manusia, mereka
mengembangkan gaya hidup sehat, mengakses sistem-sistem sosial yang mereka
butuhkan dan memenuhi berbagai tuntutan kerja. Mereka harus belajar beberapa
ketrampilan dasar tententu untuk kehidupan sehari –hari. Perkembangan keterampilan
interpersonal, mengambil keputusan, dan coping di butuhkan untuk
memungkinkan remaja untuk meningkatkan kontrol diri, mengurangi stres dan
kecemasan, serta memungkinkan mereka untuk berteman ketika mereka terisolasi.
Perilaku yang paling penting itu adalah bagaimana mengurus dirinya sendiri.
B.
Bagaimana Kita Memungkinkan Remaja Mengurus Dirinya Sendiri?
Mendorong perilaku mengurus diri sendiri di mulai dengan penggunaan
strategi-strategi pencegahan primer, seperti menyediakan informasi publik dan
bimbingan antisipatorik serta menawari berbagai kesempatan untuk terlibat di
berbagai kegiatan pengembangan diri. Selain pembelajaran melalui
program-program pencegahan primer, remaja bisa mendapatkan keterampilan-keterampilan
yang mereka butuhkan untuk mengurus diri sendiri melalui sejumlah cara yang
berbeda melalui coba-coba latihan, mengamati teman sebaya dan dengan meniru
orang-orang lain yang memiliki makna penting dalam hidupnya. Agar dapat
mengurus dirinya sendiri, remaja harus mampu:
1. Mengembangkan dan memelihara sebuah sistem dukungan sosial.
2. Belajar bagaimana bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
3. Mengelola dan mengatasi stres.
4. Mengurus kesejahteraan fisik dan emosionalnya.
5. Memperhatikan kesehatan psikologisnya.
C.
Mengembangkan dan Memelihara Sebuah Sistem Dukungan Sosial
Dalam
mengembangkan dan memelihara sebuah sistem dukungan sosial, remaja perlu:
1.
Membangun
hubungan sebaya yang positif
Peran yang di mainkan teman sebaya di dalam kehidupan remaja dan
pengaruhnya pada perkembangan psikososial selama transisi kemasa dewasa telah
banyak yang di dokumentasikan. Di samping itu banyak studi telah menenjukan
bahwa hubungan sosial dapat menyangga stres dan keterampilan sosial yang buruk
mengakibatkan penolakan isolasi, yang merupakan sumber utama stres. Oleh sebab
itu, penting bagi workers yang berusaha membantu remaja agar dapat
mengurus dirinya sendiri untuk membantu mereka mengakui bahwa membangun
hubungan sosial yang efektif memiliki kontribusi penting untuk mengurus diri
sendiri.
Remaja berada pada tahap perkembangan, dimana mereka sedang dalam
proses individuasi dari keluarganya, akan sangat membantu kesejahteraan remaja jika
mampu menjadi bagian dari sebuah kelompok dengan teman-temanya. Remaja kurang
bisa menyandarkan diri pada keluarganya dan penggantinya adalah teman
sebayanya. Untuk itu remaja membutuhkan berbagai keterampilan sosial.
Cara yang berguna untuk membantu remaja mengembangkan keterampilan
sosial adalah melalui penggunaan kerja kelompok. Sebuah kelompok yang di
fasilitasi oleh pemimpin-pemimpin yang terampil dapat menyediakan lingkungan
yang aman di mana remaja dapat belajar melalui kegiatan-kegiatan eksperiensial
tentang bagaimana mengganti perilaku-perilaku sosial yang tidak tepat guna
dengan yang lebih adaptif.
2.
Memelihara
hubungan positif di dalam keluarganya
Meskipun tahap kehidupan remaja adalah saat remaja cenderung
menjadi kurang bergantung pada keluarganya, di saat-saat krisis mungkin akan
membantu bagi mereka untuk mengandalkan dukungan keluarganya. Juga
menguntungkan bagi remaja untuk belajar bagaimana mengakses sumber daya lain di
luar keluarga untuk dukungan sosial. Hal ini termasuk para tokoh remaja, youth
workers, konselor sekolah, guru dan orang-orang penting lain di dalam
kehidupan mereka.
3.
Mengembangkan
batas-batas yang tepat guna
Sebagian remaja mengalami kesulitan dalam menjaga batas-batas
pribadi yang tepat guna, yang membuat nyaman bagi mereka dan akan memberikan
tingkat proteksi pribadi yang masuk akal. Mereka perlu belajar bagaimana
mengundang orang lain masuk kedalam hubungan yang lebih dekat dan bagaimana
mendorong orang lain menjauh ketika hal itu di butuhkan.
D.
Belajar Bagaimana Bertanggung Jawab atas Dirinya Sendiri.
Selama masa peralihan menuju ke masa dewasa, remaja perlu belajar
bagaimana memikul tanggung jawab yang lebih besar atas tindakan mereka dan
mengontrol kehidupanya. Akan tetapi, sebagian akan putus asa karena ketika
keadaan tidak berjalan seperti yang mereka inginkan, remaja akan menyalahkan
dirinya sendiri atau orang lain.
Salah satu hal yang paling penting untuk di sampaikan di dalam
program-program pencegahan primer dan
ketika melakukan konseling remaja adalah bahwa menyalahkan adalah tindakan yang
menolong, lebih penting lagi bagi remaja untuk memegang kendali atas hidupnya
dengan terfokus dan mengganti pikiran negatif dengan tindakan positif.
E.
Mengelola dan Mengatasi Stres
Sebuah meta-analisis temuan-temuan penelitian tentang
program-program sekolah yang mengarahkan ke manajemen stres pada anak-anak dan
remaja mengkonfirmasi bahwa program-program pencegahan primer di sekolah yang
mengarah Pada stres dan coping efektif dan mewujudkan efek secara
keseluruhan positif dalam kaitanya dengan gejala stres dan mengatasi gejalanya.
Hal ini membuktikan bahwa pentingnya memberi pendidikan tentang stres dan
efek-efeknya serta bagaimana mengelola begitu juga mengontrolnya.
Program-program yang berkaitan dengan stres perlu menyoroti
kemungkinan bahwa peristiwa yang stressful dapat menghasilkan konsekuensi
positif maupun negatif. Konsekuensi positif mungkin dimanifestasikan oleh
pertumbuhan pribadi dan konsekuensi negatifnya adalah reaksi-reaksi disstres. Disamping
itu jelas bahwa stres dengan tingkat tertentu mungkin berguna untuk mendukung
motivasi. Konsekuensi, bisa membanti bagi remaja untuk mengakui bahwa, pada
banyak kasus mengalami stres bisa merupakan keuntungan.
Stres kadang-kadang dapat merusak, remaja perlu mencari cara untuk
mengurangi tingkat stresnya, berikut ini strategi untuk mengurangi stres,
antara lain:
1. Menggunakan strategi terfokus-solusi untuk menangani masalah
2. Mengambil keputusan-keputusan yang memungkinkan beban kerja mereka
dapat di kelola dengan lebih mudah.
3. Berbicara dengan teman sebaya atau orang lin mengenai
kekhawatirannya.
Strategi yang paling tepat untuk
mengatasi stres yaitu kognitif-behavioral, termasuk strategi dari Rational
Emotive Behavior Therapy. Salah satu deskripsi yang sempurna tentang
strategi-strategi yang berguna diberikan oleh Dryden.
Salah satu contoh penggunaan
pendekatan kognitif-behavioral untuk mendorong pemkiran positif di berikan oleh
Zager dan Rubenstein. Yaitu:
1.
Ingat,
tak seorang pun bagus dalam segala hal, jadi perhatikan kekuatan-kekuatan anda
agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya, belajarlah untuk menerima
keterbatasan-keterbatasan anda.
2.
Jika
anda ingin meningkatkan self-esteem dan rasa percaya diri anda, kejarlah
sesuatu yang ingin anda lakukan karena motivasi adalah kunci sukses.
3.
Lihatlah
kemampuan asertif anda.
4.
Ukur
kesuksesan berdasarkan usaha anda, bukan berdasarkan kinerja anda, meskipun
anda tidak selalu dapat mengontrol hasilnya, anda dapat mengontrol input anda.
5.
Waspadai
ekspetasi-ekspetasi yang tidak realistis mengenai diri anda sendiri.
F.
Mengurus Kesejahteraan Fisik dan Emosional
Ada beragam cara yang dapat di gunakan oleh remaja untuk mengurus
kesejahteraan fisik dan emosional mereka. Hal ini akan didiskusikan di bawah
judul-judul berikut ini:
1.
Keterlibatan
dalam kegiatan fisik dan rekresional
2.
Makan
sehat
3.
Keterlibatan
dalam kegiatan-kegiatan kreatif
4.
Keterlibatan
dalam kegiatan-kegiatan santai
5.
Memiliki
gaya hidup yang seimbang
G.
Keterlibatan dalam kegiatan fisik dan/atau Rekreasional
Olahraga teratur adalah sesuatu yang lazim di lakukan oleh remaja. Remaja
selalu menikmati beragam permainan tim, seperti sepak bola, kriket, dan bola
basket. Ada juga yang tertarik kegiatan olahraga perorangan seperti tenis,
golf, berenang, atletik dan senam.
Ada banyak remaja lain yang tidak menikmati
dalam kegiatan olahraga jenis apapun. Mereka berisiko mengembangkan gaya hidup
yang merugikan kesehatan fisik jangka pendek maupun jangka panjang dan juga
dapat memiliki berbagai implikasi untuk kesejahteraan emosional mereka.
Mengedukasi remaja tentang manfaat kegiatan
fisik memiliki beberapa manfaat, namun terbatas. Remaja suka membuat pilihanya
sendiri dan jika tidak suka melakukan sesuatu, bisa sangat sulit untuk
mendorong mereka untuk melakukanya.
Perlu diketahui bahwa kegiatan fisik
berguna dalam banyak hal dan bukan hanya dalam hal meningkatkan kesehatan
fisik. Sebagai contoh, kegiatan fisik dapat berguna dalam membantu mengurangi
stres, mengelola berat badan dan sebagai cara untuk mengatasi amarah.
H.
Makan Sehat
Sangat penting mengadopsi kebiasaan makan sehat. Hal ini bisa
sangat sulit bagi sebagian remaja dan sayangnya, iklan yang ditujukan kepada
remaja kadang-kadang memancing mereka untuk makan makanan yang meskipun enak
dimakan, dan itu belum tentu bermanfaat dalam kesehatan.
Ada juga masalah yang jelas dalam kaitanya dengan makan, baik
terlalu banyak atau terlalu sedikit. Seperti dalam kasus-kasus ekstrim,
obesitas dan anoreksia berpotensi mengakibatkan masalah kesehatan jangka
panjang.
I.
Keterlibatan dalam Kegiatan-Kegiatan kreatif
Sebagian remaja sangat tertarik dengan kegiatan-kegiatan kreatif.
Dalam hal ini mungkin termasuk menari, drama, melukis dan mematung. Manfaat
kegiatan semacam itu bisa besar karena dapat membawa remaja masuk keruang
emosional dan psikologis baru dimana mereka dapat melakukan “rechange” dengan
memisahkan diri untuk sementara dari stres normal kehidupanya selama terlibat
penuh di dalam sebuah kegiatan kreatif. Seorang remaja yang pendiam atau tidak
cocok dengan kegiatan-kegiatan olahraga dapat mengalami kepuasan dengan
berpartisipasi di dalam sebuah kegiatan kreatif, dengan efek positif untuk self-esteem
dan cinta dirinya sebagai hasilnya.
J.
Keterlibatan dalam kegiatan Santai/ “Recharging”
Kegiatan-kegiatan seperti yoga, pilates, taichi, meditasi, dan
lain-lain yang melibatkan refleksi diri dan secara spiritual memungkinkan
remaja untuk “Recharging” energi mereka dan mengalami ketenangan,
bersama perasaan memiliki kontrol atas dirinya sendiri dan kehidupanya.
Menawarkan kegiatan-kegiatan semacam ini kepada remaja tentunya sangat berguna
dalam membantu meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis mereka.
K.
Memiliki Gaya Hidup yang Seimbang
Banyak anak yang di besarkan oleh orangtua yang mengelola mereka
dengan cara yang memastikan bahwa mereka memiliki kehidupan yang seimbang di
mana mereka makan makanan sehat, di dorong untuk meperhatikan higiene pribadi
dan memiliki waktu tidur yang teratur. Bahkan, bagi orang tua yang membersarkan
anak-anak mereka dengan cara ini, ketika anak-anak mereka memasuki masa dewasa,
pengaruh orang tua pada umumnya berkurang.
Ada pepatah yang mengatakan. “you can take a horse to water, but
you can’t make it drink”. Hal yang sama berlaku pada banyak remaja yang
mereka sedang berada pada tahap kehidupan dimana mereka perlu melakukan
individuasi, seperti menolak untuk di perintah. Ini yang menjadi masalah bagi
banyak orang tua.
Cara yang terbaik mengatasi masalah ini adalah melalui
program-program pencegahan primer di sekolah, organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan
yang mempromosikan ide memiliki gaya hidup yang seimbang.
L.
Memperhatikan Kesehatan Psikologis
Semua manusia kadang-kadang mengalami masalah yang meresahkan.
Namun, bagi banyak remaja, menuju kearah dewasa adalah sebuah periode dalam
kehidupan ketika mereka sangat mungkin menjadi merasa kewalahan di hadapkan
pada situasi dan isu yang belum pernah mereka alami sebelumnya. Konsekuensinya,
inilah saatnya ketika kesejahteraan psikologisnya mereka dalam bahaya. Agar
dapat meminimalkan risiko itu, mereka perlu menyadari tentang opsi-opsi mereka
untuk mengatasi masalah. Dalam hal ini, pendidikan pencegahan primer sangat
penting.
Cara yang berguna dimana remaja dapat memperhatikan kesehatan
psikologis mereka termasuk:
1. Mencari bantuan dari teman sebaya
Mencari bantuan profesional pada
umumnya bukan pilihan yang di sukai para remaja. Disamping itu, telah banyak di
dokumentasikan bahwa remaja pada umumnya lebih suka mencari bantuan dari teman
sebayanya tentang masalah yang di hadapinya dari orang tua atau orang dewasa
lainya. Karena itu, program pelatihan konseling sangat di sarankan karena
mereka memberi remaja ketrampilan-ketrampilan untuk saling membantu satu sama lain
dalam membicarakan dan mengatasi isu-isu yang meresahkan. Teman sebaya yang
terlatih dengan baik dapat mendorong remaja yang mengalami masalah yang serius
untuk mengambil langkah menemui seorang konselor profesional.
2. Memanfaatkan Konseling
Terlepas dari keengganan remaja
untuk memanfaatkan konselor profesional, sebagian mau melakukanya, khususnya di
dorong oleh teman sebayanya. Keunggulanya adalah bahwa situasi konseling
memberikan kesempatan isu-isu dan masalah-masalah psikologis yang meresahkan
untuk di tangani. Disamping itu, strategi-strategi mengurus diri sendiri di
dukung untuk membantu menangani kebutuhan-kebutuhan jangka panjang.
Ketika konseling seorang remaja,
akan berguna untuk memulai dengan melakukam asesmen terhadap strategi-strategi
coping yang sudah ada karena ini akan memberikan indikasi kemampuan mereka
untuk mengurus dirinya sendiri.
MEMBANGUN
RESILIENSI (GAYA PEGAS) UNTUK MENCEGAH MASALAH KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA: THE
RESOURCEFUL ADOLESCENT PROGRAMME (RAP)
A.
Pendahuluan
Bab ini mendiskripsikan program
berbasis bukti yang disebut Resourceful Adolescent Programme (RAP), yang
berhasil membangun resiliensi (gaya pegas) pada remaja untuk mencegah
berkembangnya gejala-gejala depresi. Program ini mengadopsi pendekatan terfokus
kekuatan. Program ini bermaksud membangun berbagai sumber daya coping
yang membantu perkembangan kemampuan remaja untuk memelihara sense of self
yang positif dan meregulasi emosi dalam berbagai perubahan perjuangan hidup
sehari-hari dan peristiwa-peristiwa kehidupan ynag sulit.
Meskipun tidak ada definisi
universal, “resiliensi” secara umum berarti proses menghindari jalur-jalur
negatif yang berkaitan dengan paparan faktor risiko. Model-model resiliensi
saat ini juga sangat jelas bahwa ada “banyak jalan menuju resiliensi” dan tidak
ada “one size fits all approach”. Oleh sebab itu, setiap orang memiliki
kapasitas untuk menjadi resilien.
B.
Mengapa Membangun Resiliensi dan Memfokuskan pada Kekuatan?
Penelitian telah menunjukkan bahwa
hanya sebagian kecil diantara mereka yang tidak memenuhi kriteria diagnostik
untuk berbagai gangguan kesehatan mental yang benar-benar sehat mental-flourishing
(sejahtera). Sebuah studi Keyes (2006) menunjukkan bahwa remaja yang flourishing
(sejahtera) berfungsi dengan lebih baik dibandingkan remaja dengan kesehatan
mental sedang-sedang saja yang pada gilirannya berfungsi dengan lebih baik
dibanding remaja languishing (lemah, kehilangan vitalitas).
Para proponen pendekatan berbasis
populasi juga berpendapat bahwa ada nilai tinggi dengan menarget bukan hanya
kelompok berisiko tetapi juga dengan menjaga kesehatan dari keadaan berisiko.
Untuk membantu proses itu, salah satu temuan yang paling menjanjikan dari
penelitian resiliensi adalah faktor protektif lebih penting dibandingkan faktor
risiko. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa secara konsisten terlepas dari
tipe faktor risiko yang memapari individu, faktor protektif internal dan
eksternal dapat mengurangi risiko. Oleh sebab itu, intervensi perlu memfokuskan
pada kekuatan, bukan hanya kekurangan dan dimaksudkan untuk mengembangkan aset
dan sumber daya, bukan hanya memfokuskan pada peningkatan risiko.
Salah satu faktor kunci dalam
membangun resiliensi adalah mengidentifikasi dan mengembangkan
kekuatan-kekuatan individu dan kekuatan di dalam seluruh sistem (keluarga,
sekolah, masyarakat dan sebagainya).
C.
The Resourceful Adolescent Programme (RAP)
RAP adalah sebuah program
membangun resiliensi berbasis kekuatan bagi remaja usia 12-15 tahun. Maksud RAP
adalah untuk memfasilitasi perkembangan keterampilan coping dan
interpersonal yang positif untuk membangun resiliensi pada remaja.
RAP dirancang sebagai
sebuah program berbasis sekolah universal (artinya, program ini dapat digunakan
terlepas dari risiko apa pun), untuk dilaksanakan pada siswa usia 12-15 tahun
di dalam kelompok-kelompok yang terdiri 10-15 anak. Pendekatan universal RAP
memungkinkan untuk mencegah siswa yang sehat untuk menjadi berisiko dan
memperkuat kesehatan pada kelompok berisiko.
Program ini juga telah
diimplementasikan dengan sukses pada kelompok-kelompok berindikasi memiliki
risiko masalah mental. Program ini dilaksanakan oleh para konselor
berakreditas, profesional kesehatan atau guru yang telah menjalani pelatihan.
Program ini juga memiliki komponen orang tua (RAP-P) dan guru (RAP-T) yang
memperkuat faktor-faktor protektif orang tua dan guru. Akan tetapi dalam bab
ini akan difokuskan pada program remaja (RAP-A).
1.
Dasar Teoritik RAP
RAP menginterpretasikan elemen-elemen cognitive behavioral
therapy (CBT) denga interpersonal therapy (IPT) dan bermaksud
membantu remaja di bidang regulasi diri dan mengelola perubahan-perubahan self
esteem sehari-hari. Salah satu fitur esensial program ini bahwa ia terfokus
secara sangat positif dan lebih berkonsentrasi pada membangun kekuatan daripada
memperbaiki kekurangan.
RAP didasarkan pada pengenalan dan penguatan kekuatan-kekuatan
personal yang sudah ada dan pengembangan keterampilan-keterampilan dan sumber
daya-sumber daya psikologis tambahan. Program ini pada awalnya dikembangkan
pada 1997 dengan mengubah praktik berbasis bukti untuk penanganan depresi
menjadi sebuah intervensi preventatif berbasis sekolah. Disamping itu, program
ini mendasarkan secara ekstentif pada penelitian paralel tentang risiko
intrapsikis dan interpersonal serta faktor-faktor protektif.
Komponen-komponen CBT dari RAP termasuk cognitive restructuring
(menjaga self talk positif), stress management (regulasi diri dan
relaksasi diri) dan problem solving. Selama beberapa dekade terakhir,
Beck dan peneliti-peneliti lain di the Center for Cognitive Therapy
telah memberikan bukti-bukti tentang keterkaitan antara apa yag difikirkan dan
bagaimana dirasakan, sehingga cognitive restructuring adalah komponen
integral dari membangun resiliensi. Stress management juga penting
karena peristiwa kehidupan yang stressful meningkatkan risiko untuk
berbagai permasalahan kesehatan mental dan cara individu merespon stres dapat
memberikan dampak signifikan pada penyesuaian diri dan psikopatologinya di masa
mendatang. Terakhir, komponen problem solving dimasukkan karena
orientasi pengatasan masalah yang positif dapat mengurangi dampak kehidupan
yang negatif.
Komponen interpersonal dan IPT yang luas mencakup materi yang
mendorong partisipan untuk membangun dan
mengandalkan pada jaringan dukungan sosial maupun mengembangkan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi transisi peran dan
konflik peran dan mencegah serta mengelola konflik. Komponen-komponen
interpersonal RAP dimasukkan karena hubungan adalah salah satu sumber penting
kesejahteraan emosional yang memberikan konteks fungsional yang mempengaruhi
banyak hal, kalau bukan kebanyakan, proses psikologi dasar. Faktor-faktor
interpersonal tampaknya merupakan prediktor-prediktor yang paling menonjol pada
depresi karena depresi adalah salah satu masalah yang dapat terjadi dimana-mana
pada remaja dan memunculkan banyak masalah.
Salah satu sendi RAP adalah memfokuskan pembangunan keterampilan
melalui regulasi self. Seluruh komponen program berkonvergensi pada
membantu partisipan untuk menjaga regulasi diri dan sense of self yang
positif dalam menghadapi stres atau memulihkan sense of self pada saat terjadi “keretakan” di dalam konsep
diri. komponen CBT dan interpersonal dari RAP bekerja secara terintegrasi untuk
membantu remaja mencapai individuasi regulasi diri ini atau self soothing
ketika ada ancaman pada self esteem mereka.
Gambar 2.1 The RAP House
2.
Tujuan dan Metode Intervensi
a.
Filosofi dan metafor positif RAP
RAP
memfokuskan pada pengenalan dan pemanfaatan kekuatan-kekuatan yang sudah ada
dan pengembangan keterampilan dan sumber daya psikologis. Sesuai dengan itu,
bahasa positif senantiasa digunakan dan semua keterampilan dibingkai positif.
Meskipun program ini untuk mencegah depresi dan bunuh diri pada remaja, namun
program ini dipromosikan kepada remaja sebagai kesempatan untuk belajar
keterampilan-keterampilan yang akan meningkatkan self esteem, membantu
mereka mengelola dan mengatasi masalah dan memperbaiki hubungan interpersonal.
RAP
ditulis di seputar metafor yang diambil dari cerita anak-anak, The Three
Little Pigs. Menceritakan babi kecil yang resourceful membangun
rumahnya dari batu bata, bukan dari jerami atau ranting dan karena kuat dan
resilien, mampu menghadapi serigala jahat. Selama RAP partisipan mengembangkan
rumah RAPnya sendiri (lihat gambar 2.1) dengan menyusun batu bata sumber daya
pribadi, batu bata problem solving dan sebagainya.
Sesuai
dengan strategi berkonsentrasi pada keterampilan coping melalui regulasi
diri dan self esteem, RAP memperkenalkan siswa dengan konsep
“selfenometer” (lihat gambar 2.2). Hal ini adalah skala sepuluh poin dan
diintroduksikan kepada siswa untuk membantu mereka memonitor secara reguler
tingkat self esteem mereka. Di awal dan akhir setiap sesi, partisipan
melingkari angka selfenometer yang merepresentasikan bagaimana perasaan mereka.
Gambar 2.2 Selfanometer
Selfenometer
mempunyai dua tujuan. Pertama, ia meningkatkan kesadaran partisipan akan
fluktuasi di dalam perasaan kesejahteraannya dari hari ke hari dan dari situasi
ke situasi. Kedua, ia menormalisasi pengalaman ini dan mendorong
partisipan untuk menyadari tentang self esteemnya dan meregulasi dirinya
sendiri pada saat stres.
b.
Mengimplementasikan RAP
RAP terdiri atas 11 sesi yang berlangsung selama 50-60 menit yang
dirancang untuk diimplementasikan seminggu sekali sebagai bagian dari kurikulum
sekolah. Idealnya, kelompok RAP terbatas
10-15 partisipan sehingga ketua kelompok dapat memberi perhatian dan
penghargaan positif kepada setiap individu. Kelompok biasanya dibentuk dengan
membagi kelas reguler menjadi dua, tetapi RAP telah diimplementasikan dari
beragam lingkup dan format lain (seperti pusat detensi, pusat kesehatan mental masyarakat, pelayanan tenaga kerja,
perkemahan tiga hari dan program residensial lima hari).
Ketua kelompok berasal dari beragam latar belakang profesi,
termasuk psikologi, pendidikan, kerja sosial, pelayanan kemanusian dan
kesehatan mental masyarakat, yang terpenting terampil di bidang komunikasi dan
fasilitasi kelompok ditambah mengelola situasi-situasi yang secara potensi
sulit.
Peran ketua kelompok termasuk memberikan penghargaan positif tanpa
syarat, memfokuskan pada kekuatan, memberi contoh keterampilan coping
positif dan membantu serta memberi reward penggunaan
keterampilan-keterampilan yang diintroduksikan di RAP. Setiap sesi terdiri dari
kegiatan kelompok yang memungkinkan partisipan untuk mempraktikan keterampilan
yang diajarkan, mengalami bagaimana keterampilan-keterampilan itu dapat
membantu dan mengaitkan setiap keterampilan baru dengan membangun self
esteem. Proses kelompok bersifat eksperiensial dan positif, menciptakan
banyak kesempatan untuk memvalidasi dan mengafirmasi partisipan. Komponen
proses ini adalah faktor vital dalam mengimplementasi RAP dengan sukses.
c.
Isi program
Dasar teoritik,
tujuan dan metode untuk sesi RAP dirangkum dalam tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel
2.1
Dasar
teoritik, tujuan dan metode untuk masing-masing sesi RAP
Judul Sesi
dan Pesan Kunci
|
Dasar
Teoritik
|
Tujuan dan
Metode
|
1.
Mengenal anda.
Kami tertarik dengan anda!
Ayo bekerja bersama-sama sebagai tim.
|
Mengembangkan aliansi kerja dengan
partisipan telah terbukti berkorelasi positif dengan perubahan terapeutik.
Aliansi kerja yang dimungkinkan di dalam kelompok kecil adalah salah satu
bagian wajib RAP dan membedakannya dengan program-program universal yang
dilaksanakan di dalam kelompok-kelompok berukuran besar.
|
Mengintroduksi program. Membangu rapport
dan membangun kepercayaan melalui berbagai permainan dan kegiatan.
|
2.
Membangun self esteem.
Saya ok.
Saya mendasarkan diri pada kekuatan-kekuatan
saya.
|
Literatur resiliensi menyiratkan
bahwa pengembangan self esteem dan efikasi diri pada remaja mungkin
merupakan kandungan kunci di dalam semua proses intervensi efektif. Dikatakan
bahwa kita harus mengedepankan membangun kekuatan di dalam pencegahan sakit
mental.
|
Mengintroduksi metafor RAP (tiga
babi kecil), selfenometer dan self esteem. Bantu partisipan
mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan sumber daya-sumber daya coping yang
sudah ada dengan mengisi “batu bata kekuatan pribadi”.
|
3.
Mengintroduksi model RAP.
Isyarat tubuh kita dan self talk
mempengaruhi bagaimana perasaan dan perilaku kita.
|
Sesi ini pada dasarnya adalah
introduksi CBT. Partisipan diperkenalkan dengan model RAP, diagram Venn yang
diambil dari model kognitif emosi dan perilku.
|
Penggunaan model RAP untuk
mengekplorasi keterkaitan antara isyarat tubuh, perilaku, self talk
dan emosi. Normalisasikan masalah-masalah yang dihadapi banyak remaja.
Gunakan model RAP untuk mendemonstrasikan cara-cara yang berisiko dan resourceful
untuk mengelola situasi.
|
4.
Tetap tenang.
Jadilah seorang detektif. Temukan
isyarat-isyarat tubuh anda dan tetap tenang.
|
Peristiwa hidup yang stressful
adalah salah satu faktor risiko yang diketahui untuk masalah kesehatan
mental. Cara individu merespon stres dapat berdampak signifikan pada
penyesuaian diri dan psikopatologi di masa mendatang.
|
Mengeksploitasi sinyal-sinyal
tubuh yang berkaitan dengan perasaan-perasaan negatif. Identifikasi
indikator-indikator stres pribadi. Diskusikan berbagai strategi untuk rileks
dan mengelola stres dan amarah. Introduksikan teknik-teknik relaksasi CBT
yang lazim digunakan. Lengkapi “batu bata tetep tenang” dengan berbagai
strategi (baru dan sudah ada) untuk tetap tenang.
|
5.
Self talk
Saya adalah apa yang saya fikirkan.
|
Mendasarkan diri secara ekstensif
pada karya Beck (lihat Burns, 1980), sesi ini memberikan cara yang ramah,
pengguna bagi partisipan untuk mengidentifikasi fikiran-fikiran otomatik
negatif, mempelajari cara-cara yang tepat guna untuk menantang
fikiran-fikiran semacam itu dan menggantikan dengan alternatif-alternatif
yang lebih resourceful.
|
Mengeksploitasi bagaimana fikiran
memengaruhi perasaan dan perilaku, menantang fikiran negatif dengan
menggunakan “batu bata fikiran” (misal, apakah anda melompat ke kesimpulan?)
dan latih cognitive restructuring.
|
6.
Berfikir secara resourceful.
Anda dapat berubah.
|
Fokus sesi 6 adalah pada
mengajarkan keterampilan-keterampilan cognitive restructuring.
Didasarkan pada Burns, teknik yang diterapkan melibatkan melengkapi tabel
yang terdiri atas tujuh kolom: situasi, fikiran berisiko, perilaku berisiko,
perasaan berisiko, fikiran resourceful, perilaku resourceful
dan perasaan resourceful.
|
Terus memfokuskan pada menantang
respon-respon berisiko terhadap berbagai situasi dan menghasilkan
alternatif-alternatif yang resourceful. Lengkapi tabel respon-respon
berisiko dan resourceful sebagi sebuah tim, lalu secara individual.
|
7.
Menemukan solusi untuk masalah.
Ada solusi untuk masalah saya.
|
Orientasi problem solving
yang positif merupakan faktor protektif yang mengurangi dampak keadaan hidup
negatif.
|
Mengintroduksi sebuah model untuk problem
solving yang menggunakan”batu bata problem solving”. Terapkan
proses ini pada masalah interpersonal yang lazim dihadapi remaja.
|
8.
Jaringan dukungan.
Selalu ada bantuan yang siap sedia.
|
Literatur resiliensi
mengindikasikan bahwa anak-anak yang tetap tumbuh kembang meskipun mengalami
kesulitan hidup terampil dalam membangun jaringan dukungan yang menyediakan
model-model peran positif dan pertalian emosional yang mendorong kepercayaan,
otonomi dan inisiatif. Disamping mengidentifikasi dukungan sosial di
saat-saat sulit. Sesi ini juga
menekankan pentingnya berbagai pengalaman positif. Hal ini didasarkan
pada teori psikologi self bahwa kita membutuhkan orang lain di dalam
hidup kita yang dapat merupakan cermin untuk merefleksikan self worth
dan nilai yang menciptakan self respect internal.
|
Mengidentifikasi dan mengembangkan
jaringan dukungan sosial di saat-saat baik dan di saat-saat sulit. Daftar
orag-orang yang menyediakan dukungan ini pada “batu bata jaringan dukungan”.
Introduksi humor sebagai sebuah strategi untuk mengelola stres.
|
9.
Mempertimbangkan perspektif orang
lain.
Ada dua sisi untuk setiap cerita.
Sisihkan waktu, berhenti dan berfikirlah.
|
Masa remaja akhir adalah saat
sangat penting untuk mempertahankan hubungan yang kuat dengan anggota
keluarga dan merupakan masa ketika hubungan sebaya menjadi semakin kompleks
dan intens. Sehingga masa dewasa awal adalah saat optimal untuk menanamkan
keterampilan-keterampilan ini. Sesi ini bermaksud membantu partisipan
meminimalkan dan mengelola konflik di dalam
hubungan mereka.
|
Terapkan model RAP pada berbagai
situasi interpersonal. Introduksi kaitan antara self esteem dan
konflik yang menjelaskan bahwa orang-orang bertengkar ketika selfanometernya
rendah dan rating mereka bahkan bisa lebih rendah lagi jika konflik
berlanjut. Diskusikan pentingnya isyarat tubuh, self talk, emosi dan
perilaku setiap orang di dalam situasi itu. Simpulkan bahwa tidak ada seorang
pun yang pasti benar atau salah, mereka hanya melihat sesuatu dengan cara
berbeda karena biasanya selalu ada dua sisi untuk setiap cerita.
|
10.
Memelihara perdamaian dan
menciptakan perdamaian.
Pelihara
perdamaian dan ciptakan perdamaian.
|
Meskipun ada mitos yang lazim di
percaya bahwa apa yang diinginkan remaja tidak ada kaitannya dengan orang
tua, literatur penelitian sebaliknya. Remaja membutuhkan orang tuanya, namun
cara mereka membutuhkan orang tuanya berubah selama mereka menegoisasikan
tugas perkembangan utama masa remaja, yakni mendapatkan otonomi sambil tetap
mempertahankan kelekatan. Sesi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran
dan pemahaman partisipan tentang tugas perkembangan ini, menormalisasikan
pengalaman remaja dan mendorong cara-cara yang resourceful untuk
memelihara perdamaian dan menciptakan perdamaian di dalam hubungan.
|
Terus mengekplorasi berbagai cara
untuk melihat perspektif orang lain dan hindari berputar-putar di dalam
situasi konflik. Gunakan “batu bata menciptakan perdamaian” untuk menemukan cara-cara untuk
menghadapi berbagai situasi dengan cara yang lebih positif. Demonstrasikan
melalui role playing.
|
11.
Mempersatukan semuanya.
Menjadi seorang remaja yang resourceful
benar-benar bekerja!
Ayo kita rayakan.
|
Salah satu fungsi penting sesi ini
adalah membiarkan partisipan merasa bahwa kontribusi mereka terhadap kelompok
berharga dan percaya diri untuk menggunakan keterampilan-keterampilan baru
mereka. Ketua kelompok secara pribadi mengucapkan terima kasih kepada setiap
remaja atas partisipasi mereka dan memberikan umpan balik positif tetang
kontribusi masing-masing orang.
|
Review dan
diskusikan secara singkat setiap sesi. Lengkapi rumah RAP dengan “batu bata
sumber daya” yang diperoleh selama program. Rayakan kesuksesan kelompok
dengan sebuah pesta.
|
MEMPERKUAT DUKUNGAN SEBAYA
A.
Pendahuluan
Salah satu cara yang digunakan untuk memperkuat dukungan sebaya
adalah dengan mengadakan program-program pelatihan konselor sebaya. Akan tetapi
dalam beberapa penelitian menunjukkan adanya masalah dalam program pelatihan
konseling sebaya bagi remaja. Kebanyakan menyandarkan diri pada mengajarkan
kepada remaja ketramplan-ketrampilan konseling yang lazim digunakan oleh
konselor profesional untuk mengkonseling orang deasa dan ini tidak kompatibel
dengan perilaku konversasional yang lazim digunakan oleh remaja. Masalah
lainnya adalah bahwa mereka mengatakan beberapa proses komunikasi yang lazim
digunakan di dalam percakapan remaja tidak membantu, sementara penelitian
menunjukkan tidak demikian.
Untuk mengatasi masalah ini, sebuah program pelatihan konselor
telah dikembangkan bagi remaja sebagai hasil dari penelitian sebelumnya tentang
melatih remaja sebagai konselor remaja.
B.
Tantangan yang Dihadapi Remaja
Bertransisi ke masa dewasa adalah salah satu permbangan manusia
dimana pada masaitu remaja beranjak dari dependensi ke independensi dan
mengembangkan otonomi dan kematangan. Konsekuensinya, mereka dihadapkan pada
berbagai tantangan.
Hal demikian diawali dari perubahan secara biologis, perubahan
ognitif dan mengembangkan pemikiran abstrak, memahami cara-cara baru untuk
memproses informasi, belajar berpikir positif dan kreatif, dan ditambah dengan
stress akibat tuntutan-tuntutan hidup lainnya. Hal tersebut terkadang membuat
remaja merasa kecewa, kualahan, dan tidak mampu mengatasi.
C.
Penggunaan Dukungan sosial untuk mengatasi stress
Dukunagan sosial adalah sebuah sumber daya coping dan sosial di lingkungan yang dapat
diandalkan orang ketika menangani stressor. Konsekuensinya, mengubah lingkungan
dengan sengaja sehingga dukungan sosial lebiih mudah diakses berkontribusi pada
investasi sumberdaya di lingkungan itu.
Perilaku menolong konversasional adalha salah satu bentuk dukungan
sosial yang menyandarkan diri pada interaksi sosial aktif diantara
individu-individu di dalam lingkungan tertentu. Konsekuensinya, agar kita dapat
meningkatkan sumberdaya yang tersedia bagi remaja, kasus yang kuat dapat dibuat
untuk menyediakan program-program pelatihan dilingkungan sekolah dan masyarakat
yang dapat meingkatkan kemampuan mereka untuk saling membantu satu sama lain
melalui interaksi konversasional.
D.
Cara Remaja mencari Bantuan
Wilson dan Deane melaporkan bahwa remaja erulang kali menunjukkan
bahwa hubungan positif yang kuat dengan memberi bantuan potensial sangat
penting dalam mempengaruhi pencarian bantuan dari sebaya atau orang
dewasa. Para remaja di dalam studi mereka
juga menunjukkan bahwa mereka lebih condong menerima bantuan dari seorang
penolong yang dipersepsi “pernag mengalami keadaan yag sejenis”, sehingga
mereka mendeskripsikan bagaimana mereka mengatasi masalahnya. Stuasi ini
cenderung terjadi jika remaja berbicara dengan orang lain yang pernah mengalami
atau sedang mengalami.
Remaja mengganggap individu sebagai bagian dari sebuah jaringan
hubungan, sehingga stress diatasi di dalam jaringan sosial, dengan mendasarkan
pada sumberdaya-sumberdaya diatas dan individu-individu yang bersangkutan.
E.
Pendekatan-pendekatan Mutakhir tentang melatih remaja sebagi
konselor Sebaya
Beberapa pendekatan di dasarkan pada masalah-masalah sebagai
berikut:
1.
Implementasi
ketrampilan
2.
Atribusi
peran
3.
Perbedaan
status
F.
Penelitian tentang Melatih Remaja sebagai Konselor Sebaya
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyiapkan remaja menjadi
penyedia dukungan sosial. Penelitian difokuskan pada memperkuat menolong
konversasional yang lazim dikalangan remaja guna memperkuat dukungan sosial sebagai
sebuah sumberdaya di dalam lingkungan sekolah sekunder.
G.
Proyek Penelitian
Proyek memfokuskan pada apa yang lazim dilakuka remaja ketika
mereka saling menolong secara konversasional, dengan mengidentifikasi
ketrampilan dan pendekatan mana yang menarik bagi konseling remaja dan mudah
untuk mereka gunakan. Disamping itu, proyek mengeksplorasi bagaimana telah
dilatih sebagai konselor sebaya mempengaruhi pengalaman menolong parisipan
dalam hal implementasi ketrampilan, atribusi peran, dan perbedaan status.
Partisipan termasuk 52 siswa relawan yang berusia 13 sampai 17
tahun disekolah menengah, yang saling berhubungan disebuah lingkungan sebaya.
Studi menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis untuk pengumpulan dan
analisis data maupun metode-metode kuantitatif. Hasil-hasil kuesioner dianalisis menggunakan
SPSS untuk menata data secara deskriiptif.
Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan fokus groups
selam pelatihan. Data dianalisis dengan menggunakan emergent theme analitis dan
diorganisasikan menjadi tema-tema di bawah judul implementasi ketrampilan,
atribusi peran, dan status.
H.
Apa yang dipelajari dari Partisipan Penelitian
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari partisipan yaitu
mendengarkan, respek, meditasi membuat kontak, pengatasan masalah kolaboratif,
memahami, kerahaisaan, kepercayaan, membantu orang lain untuk berbicara, dan
penciptaan hubungan yang aman.
Beberapa contoh tipikal yang mengilustrasikan perilaku-perilaku
menolong koversasional remaja yang telah diharamkan dalam pelatihan konselor
remaja sebaya namun akan sangat berguna jika sesama remaja saling menolong
yaitu sebagi berikut:
1.
Menentramkan
2.
Mendukung
3.
Menawarkan
sudut pandang lain
4.
Memberi
saran
5.
Mengalihkan
perhatian
6.
Mengevaluasi
tanggapan
7.
Bercanda
8.
Persuasi
Selain itu, dalam penelitian juga di
temukan bahwa partisipan yang lebih tua lebih merespon dan menyesuaikan diri
dengan umpan balik negatif dari sebayanya dengan berperilaku dengan cara-cara
yang mengindikasikan bahwa mereka bukan bagian dari kelompok konselor sebaya
dan faktanya adalah teman sebaya. Partisipan yang lebih muda merespon dan
menyesuaikan diri dengan umpan balik negatif dari sebayanya dengan menggunakan
strategi-strategi yang memprkuat dan menambah identitas mereka sebagai konselor
sebaya yang berperilakudengan cara yang menaikkan peran dan profil sosial
mereka.
I.
Program pelatihan konseling sebaya yang Ramah Tamah
Keunggulan-keunggulan dari program pelatihan ini yaitu:
1.
Mengombinasikan
penggunaan perilaku menolong dan proses-proses komunikasi yang lazim di gunakan
oleh remaja dengan ketrampilan-ketrampilan konseling dari model-model dan
pendekatan-pendekatan konseling dewa yang telah diidentifikasi oleh remaja
sebagai remaja sebagai model dan pendekatan yang berharga, membantu, dan mudah
digunakan.
2.
Program
itu mengikuti program helping konversasion, yang dimulai dangan perilaku
begabung tipycal, yang diikuti dengan mengajarkan ketrampilan-ketramppilan yang
mempertahankan percakan itu dan setelah itu ketrampilan-ketrampilan yang
berguna di akhir helping conversation.
Program ini melibatkan tiga modul:
1.
Praktik
ketrampilan
2.
Nilai-nilai
dan penemuan diri
3.
Peran
dan etika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar