1. Fitri Lutfiani (2833123004)
2. Lailya Eka Cahyanti (2833123006)
3. Tri Abdul Rohman (2833123017)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelidikan
ahli-ahli pengetahuan tentang asal-usul dan pengambilan tasauf islami, yang
menganjurkan hidup kerohanian itu, sampai sekarang masih saja belum selesai.
Berbagai pendapat telah dikemukakan, setengahnya mengatakan bahwa sumber
pengambilannya adalah semata-mata agama islam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan banyak pula orientalis Barat berpendapat bahwa pokok
pengambilannya ialah ajaran Persia,
Hindu, Agama Nasrani atau filsafat Yunani. Dan ada yang berpendapat, sumber Tasawuf
islami ialah dari semuanya itu. Tetapi
Prof. Nickolson sangat keras membantah pendapat yang mengatakan bahwa mazhab Tasawuf
itu ajaran lain yang termasuk ke dalam islam.[1]
Kita memperhatikan dengan seksama bahwa sejak lahirnya agama islam kehidupan
Tasawuf itu telah timbul dalam kalangan
muslimin sendiri karena membaca Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Oleh karena itu penulis akan membahas permasalahan tentang
sumber-sumber tasawuf. Kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Di
dalam makalah ini ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahannya yaitu :
1.
Apa sumber ajaran
tasawuf dari sisi keislaman ?
2.
Apa pengaruh-pengaruh lain terhadap ajaran tasawuf
?
C.
TUJUAN
MASALAH
1. Untuk
mengetahui sumber ajaran tasawuf dari sisi keislaman.
2. Untuk
mengetahui pengaruh-pengaruh lain terhadap ajaran tasawuf.
BAB
II
PEMBAHASAN
Ø SUMBER
TASAWUF DALAM ISLAM
A.
Sumber
Islam
Tasawuf pada awal pembentukannya
adalah akhlak atau keagamaan dan moral keagamaan yang banyak di atur dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jelaslah bahwa sumber pertamanya adalah ajaran ajaran
islam, sebab tasawuf di timba dari Al-Qur’an, Al-Hadits, dan amalan amalan
serta ucapan para sahabat. Amalan serta amalan para sahabat itu tentu saja
tidak keluar dari ruang lingkup Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan begitu, justru
dua sumber utama Tasawuf adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.[2]
Jadi Sumber sumber dalam islam yaitu
:
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang
di dalamnya terkandung muatan muatan ajaran Islam, baik akidah, syariah maupun
muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat ayat yang termasuk dalam Al-Qur’an. Di satu sisi
memang ada yang perlu di pahami secara lahiriah tetapi di sisi lain ada juga
yang perlu dipahami secara rohaniah. Sebab, jika di pahami secara lahiriah ayat
ayat Al-Qur’an akan terasa kaku, kurang dinamis dan tidak mustahil akan di
temukan persoalan yang tidak dapat di terima secara psikis. Beberapa contoh
pengambilan :
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãÏ9ur úüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 cÎ) ©!$# ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÊÐÈ
“Tidaklah engkau yang melempar ketika engkau melempar itu,
Melainkan Allah-lah yang melempar.” (Al-Anfaal, ayat 17)
Menurut
pendapat kaum sufi, ayat ini adalah dasar yang kuat sekali dalam hidup
kerohanian. Beberapa soal besar dalam tingkat-tingkat perjuangan kehidupan
dapat di simpulkan ke dalam ayat ini. Yang“melempar”bukanlah
muhammad, melainkan Tuhan. Gerak dan gerik tidaklah ada pada kita melainkan
dari Allah semata-mata. Kita bergerak dalam kehidupan ini hanyalah pada lahir
belaka. Tidak ada yang terjadi kalau tidak izin Allah. Seorang hamba Allah
dengan Tuhanya hanyalah laksana sebuah Qalam dalam tangan seorang penulis.
Menulis di gerakan saja. Yang di tuliskan tidak lain dari pada kehendak si
penulis.
Pada dasarnya merupakan objek
tasawuf, berlandaskan al- Qur’an dan
berikut ini beberapa ayat al-Qur’an yang menjadi landasan sebagian tingkatan
dan keadaan para sufi:
1)
Penggemblengan jiwa
z`Ï%©!$#ur (#rßyg»y_ $uZÏù öNåk¨]tÏöks]s9 $uZn=ç7ß 4 ¨bÎ)ur ©!$# yìyJs9 tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÏÒÈ
dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar- benar akan Kamitunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar besertaorang-orang yang berbuat baik. (QS.
al-Ankabut : 69)
2)
Tingkatan Asketis
óOs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# @Ï% öNçlm; (#þqÿä. öNä3tÏ÷r& (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$# $¬Hs>sù |=ÏGä. ãNÍkön=tã ãA$tFÉ)ø9$# #sÎ) ×,Ìsù öNåk÷]ÏiB tböqt±øs }¨$¨Z9$# Ïpuô±yx. «!$# ÷rr& £x©r& Zpuô±yz 4 (#qä9$s%ur $oY/u zOÏ9 |Mö6tGx. $uZøn=tã tA$tFÉ)ø9$# Iwöqs9 !$oYs?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=Ìs% 3 ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ×öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# wur tbqßJn=ôàè? ¸xÏGsù ÇÐÐÈ
….. Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini
hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik
untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya
sedikitpun”. (QS. an-Nisa’ :77)
3)
Tingkatan
Tawakal
çmø%ãötur ô`ÏB ß]øym w Ü=Å¡tFøts 4 `tBur ö@©.uqtGt n?tã «!$# uqßgsù ÿ¼çmç7ó¡ym 4 ¨bÎ) ©!$# à÷Î=»t/ ¾ÍnÌøBr& 4 ôs% @yèy_ ª!$# Èe@ä3Ï9 &äóÓx« #Yôs% ÇÌÈ
…. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya... (QS.
at-Thalaq : 3)
4)
T ingkatan Syukur
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamubersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)
5)
T ingkatan
Sabar
÷É9ô¹$#ur $tBur x8çö9|¹ wÎ) «!$$Î/ 4 wur ÷btøtrB óOÎgøn=tæ wur Ûs? Îû 9,ø|Ê $£JÏiB crãà6ôJt
bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu
melainkan denganpertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap
(kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang
mereka tipu dayakan. (QS. An-Nahl :127).
6)
Tingkatan Rela
tA$s% ª!$# #x»yd ãPöqt ßìxÿZt tûüÏ%Ï»¢Á9$# öNßgè%ôϹ 4 öNçlm; ×M»¨Yy_ ÌøgrB `ÏB $ygÏFøtrB ã»yg÷RF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& 4 zÓÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã 4 y7Ï9ºs ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊÊÒÈ
Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat
bagi orang-orang yang benarkebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai; merekakekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha
terhadapNya[457]. Itulah keberuntunganyang paling besar". (QS. Al-Maidah :
119)
7)
Tingkatan Malu
óOs9r& Ls>÷èt ¨br'Î/ ©!$# 3tt ÇÊÍÈ
tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat
segala perbuatannya? (QS.Al-Alaq : 14)[3]
2. Al-Hadits
Hadits
adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Qur'an.[4]
Dasar yang kedua ialah hadits Nabi terutama Hadits Qudsi, yaitu suatu hadits
istimewa yang diterima oleh Nabi Muhammad, seakan-akan Tuhan sendiri yang
bercakap dengan dia, sedang orang Islam biasa dapatlah membedakan bunyi
Al-Quran, Hadits biasa atau Hadits Qudsi jika didengarnya.
Berikut ini ada beberapa muatan
hadist yang dapat di pahami dengan pendekatan tasawuf :
‘’Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri maka akan mengenal Tuhanya”
Hadist ini disamping melukiskan
kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia, sekaligus mengisyaratkan arti
bahwa manusia dan tuhan adalah satu. Oleh sebab itu , barang siapa yang ingin
mengenal Tuhan cukup merenung perihal dirinya sendiri.[5]
Dalam sebuah Hadits qudsi (Hadist
berasal dari Nabi Muhammad SAW) sebagai berikut :
Dari Abu
Hurairah r.a , Rosulullah SAW. Bersabda bahwa Allah AWT berfirman . “Barang
siapa yang memusuhi seseorang wali-Ku, maka aku mengumumkan permusuhan-Ku
terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih
kusukai dari pada pengalaman segala yang ku fardhukan atasnya . Kemudian,
Hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal
amal sunnah, maka aku senantiasa mencintainya. Bila aku telah cinta kepadanya,
jadilah aku pendengarnaya yang denganya ia mendengar, aku penglihatanya yang
denganya ia melihat, aku tanganya yang denganya ia memukul dan aku kakinya yang
dengan itu ia berjalan. Jika ia memohon, jika ia meminta perlindungan, ia
kulindungi”.[6]
Hadist ini memberi petunjuk bahwa
antara manusia dan Tuhan dapat bersatu Diri manusia dapat lebur dari diri
Tuhan, yang di kenal dengan istilah fana’, yaitu fana’nya makhluk sebagai yang
mencintai Tuhan sebagai yang di cintainya. Istilah ‘’lebur’’ atau “fana”. Menurut kami harus di pertegas bahwa
antara Tuhan dan Manusia tetap ada jarak/pemisah, sehingga tetap berbeda antara
Tuhan dan Hamba-hamba-Nya. Istilah ini hanya menunjukan keakraban antara
makhluk dan khalifnya.
Ø KONTAK
KEBUDAYAAN HINDU BUDHA, PERSIA, YUNANI, DAN ARAB TERHADAP TASAWUF
Tasawuf yang sering
kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi sumber perkembangannya,
ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan muslim maupun dikalangan non
muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf islam merupakan sebuah
faham yang bersumber dari agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili
oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan
orientalis ini.
Dengan tidak bermaksud
untuk tidak melibatkan diri pada persoalan pro dan kontra itu, dalam tulisan
ini, kami akan mempertengahkan paham tasawuf dalam tinjauan yang lebih
universal karena tentang asal usul atau ajaran tasawuf, kini semakin banyak
orang menelitinya.[7]
Kesimpulannya perbedaan paham itu disebabkan pada asal usul tasawuf tersebut.
Sebagian beranggapan bahwa tasawuf berasal dari masehi (Kristen), sebagian lagi
mengatakan dari unsur Hindu-Budha,
Persia, Yunani,
Arab, dan sebagainya. Untuk itulah, kami akan menguraikan asal usul tasawuf dalam
konteks kebudayaan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah tasawuf
yang ada di dunia islam terpengaruhi dengan konteks kebudayaan tersebut atau
tidak.
1. Unsur
Nasrani (Kristen)
Bagi
mereka yang beranggapan bahwa tasawuf berasal dari unsur Nasrani, mendasarkan
argumennya pada dua hal. Pertama, adanya interaksi antara orang Arabdan kaum
Nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman islam. Kedua adanya segi-segi kesamaan
antara kehidupan para asketis atau sufi dalam hal ajaran cara
mereka melatih jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Al-masih dan
ajaran-ajarannya, serta dengan para rahib ketika sembahyang dan berpakaian.[8]
Orang
Arab sangat menyukai cara kependetaan ketika mereka melakukan latihan (Riadhah)
dan ibadah. Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf merupakan buah keNasranian
pada zaman jahilliyah. Sementara itu, Goldziher berpandapat bahwa sikap Fakir
dalam islam merupakan pengaruh dari Agama Nasrani. Goldziher membagi tasawuf
menjadi dua : Pertama, asketisme.
Menurutnya sekali pun telah terpengaruh oleh kependetaan kristen aliran ini
lebih mengakar pada semangat Islam dan para ahli sunnah. Kedua, Tasawuf dalam
arti lebih jauh lagi, seperti pengenalan kepada Tuhan (Ma’rifat), pendakian batin (Hal),
intuisi (Wijdan) dan rasa (dzauq), yang terpengaruh oleh Agama
Hindu disamping Neo-Platonisme.[9]
2. Unsur
Hindu Budha
Tasawuf
dan system kepercayaan agama Hindu memiliki persamaan, seperti sikap fakir.
Darwis Al-Birawi mencatat adanya persamaan cara ibadah dan mujahadah pada tasawuf dan ajaran hindu. Demikian juga pada paham reinkarnasi, cara pelepasan dari dunia
versi Hindu-Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.
Salah
satu maqamat sufiyah, yaitu al-Fana’ memiliki persamaan dengan
ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu. Menurut Harun Nasution, ajaran nirwana agama Budha mengajarkan umatnya
untuk meninggalakan dunia dan memasuki hidup kontemplatif. Faham fana’
yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan faham nirwana.[10]
Goldziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Budha Sidharta
Gautama dengan Ibrahim bin Adham, tokoh sufi yang muncul dalam sejarah umat
Islam sebagai seorang putra mahkota dari Balkh yang kemudian mencampakkan
mahkotanya dan hidup sebagai darwish.
Goldziher menambahkan, para sufi belajar menggunakan tasbih sebagaimana yang dipakai oleh para pendeta Budha. Dan tanpa
memasuki ke bagian-bagiannya yang terkecil, dapat dinyatakan bahwa
metode-metode seperti budaya diri yang etis, meditasi asketis dan abstraksi
intelektual merupakan pinjaman dari Budhisme.[11]
Juga dalam ajaran Hinduisme ada
perintah untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman.[12]
3. Unsur
Yunani
Kebudayaan
Yunani seperti Filsafat, telah masuk ke dunia islam pada akhir Daulah Amawiyah
dan puncaknya pada masa Daulah Abbasiyah ketika berlangsung zaman penerjemahan
filsafat Yunani.
Ajaran-ajaran
tasawuf itu dimasuki oleh paham pemikiran Yunani. Misalnya, perkataan, “Apabila
sudah baik, seseorang hanya memerlukan sedikit makan. Dan apabila sudah baik,
hati manusia hanya memerlukan sedikit hikmat.” Ahli-ahli sejarah, seperti
Syaufan menerangkan bahwa banyak bagian dari cerita “Seribu Satu Malam” berasal
dari Yahudi. Orang-orang Yahudi meskipun menyerahkan dirinya sebagai orang
Islam, mereka tidak mau meninggalakan agamanya, bahkan berusaha menarik
orang-orang Islam untuk memeluk agamanya.
4. Unsur
Persia Arab
Sebenarnya
Arab dan Persia
memiliki hubungan sejak lama, yaitu pada bidang politik, pemikiran,
kemasyarakatan dan sastra. Namun belum ditemukan argumentasi kuat yang
menyatakan bahwa kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia
hingga orang-orang Persia
itu terkenal sebagai ahli-ahli tasawuf. Barangkali ada persamaan antara istilah
zuhud di Arab dengan zuhud menurut agama manu
dan mazdaq; antara istilah hakikat Muhammad dan paham Hormuz dalam agama Zarathustra.[13]
Sejak
zaman klasik. Bahkan hingga saat ini. Terkenal dengan wilayah yang melahirkan
sufi-sufi ternama. Dalam konsep ke-fana-an
diri dalam universalitas. misalnya, salah seorang dari penganjurnya adalah
seorang ahli mistik dari Persia yakni Bayazid dari bistam yang telah menerima
dari gurunya. Abu Ali (dari Sind).[14]
5. Unsur
Arab
Untuk melihat
bagaimana tasawuf dari dunia Islam, pelacakan terhadap sejarah munculnya
tasawuf dapat di jadikan dasar argumentasi munculnya tasawuf di dunia Islam.
Untuk itulah, berikut ini di ketengahkan sejarah tumbuh dan berkembangnya
Tasawuf di dunia Islam. Namun, mengingat kehadiran Islam bermula dari daratan
Arab maka uraian tentang sejarah Tasawuf ini pun bermula dari tanah Arab.
Untuk melacakan sejarah
perkembangan tasawuf, tidak hanya memperhatikan ketika tasawuf mulai dikaji
sebagai sebuah ilmu, melainkan sejak zaman Rosulullah. Memang pada masa
Rosulullah dan masa sebelum datangnya Agama Islam, Istilah “tasawuf” itu belum
ada.[15]
BAB III
A. KESIMPULAN
Dari beberapa keterangan di atas
dapat di simpulkan bahwa sumber sumber tasawuf dalam islam dapat di lihat dari
Al-Qur’an, Hadits Nabi, perbuatan Nabi dan pandangan hidup serta praktek hidup
dari sahabat-sahabat dan orang-orang Ulama dalam Islam. Al-Qur’an
merupakan kitab Allah SWT yang di dalamnya terkandung muatan muatan ajaran
Islam, baik akidah, syariah maupun muamalah. Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan
ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah
Al-Qur'an. Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam,
dari segi sumber perkembangannya, ternyata muncullah pro dan kontra, baik
dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim.
Dilihat dari referensi yang kami
temukan, bahwa ajaran tasawuf tidak
hanya bersumber dari sumber keIslaman saja, namun dipengaruhi juga oleh ajaran luar
Islam, antara lain ajaran Agama Hindu Budha, Agama Persia-Arab, ajaran Agama Masehi,
Pemikiran filsafat Yunani.
B. SARAN
Di
sarankan kepada pembaca, supaya lebih memahami tentang sejarah perkembangan tasawuf agar lebih baik mencari referensi lain
selain makalah ini. Karena makalah ini jauh dari kata Sempurna untuk di jadikan
sebuah buku pedoman dalam system pembelajaran.Dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari bapak
dosen untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamka,
Tasauf Perkembangan Dan Pemurniaanya,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), hlm. 36
Lihat
Abi Nashr as-Siraj Ath-Thusi,Al-Luma’,Ditahqiq oleh Abdul Halim Mahmud dan
Thaha Abd Baqi Surur,Mesir:Dar Al-Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Al-Mutsana
Baghdad, 2960,hlm. 6
http://islamic.net63.net/pendahuluan/pengertian_hadits.htm,
Sebtember25, 2012. 7:40 PM
http://www.scribd.com/doc/97144411/Sumber-Tasawuf-Dalam-Islam,
September17, 2012. 10: 44 PM
Anwar,
Rosihin Anwar, akhlak tasawuf (Bandung:Pustaka Setia,2010) hlm.159
H.R.
Bukhari, No Hadist 6021
Lihat,
Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, Madkhal Ila at-Tashawuf Al-Islam, ter.
Ahmad rofi’ ‘Utsmani, “Sufi dari Zaman ke Zaman”, Pustaka, Bandung, 1985, 22-34
Lihat
Ibid, hlm. 4; Abdul Qadir Al-Jaelani,
Koreksi terhadap ajaran Tasawuf, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 17
Muhammad
Ghalab, At-Tashawwuf al-Maqarin, Maktabah
An-Nahdlah, Mesir, t.t., hlm 42; Zaelani, op.
cit., hal. 25
Usman.
Said. Ibid. hlm 26
A.
Nicholson, Reynoldv A. Nicholson, The
Mystics of Islam, terj A. Munir Budiman, “Tasawuf Menguak Cinta Ilahi”,
Raja Grafindo. Jakarta, 1993. Hlm. 16
Nasution,
loc. cit
Said.
Op. cit. hlm 27-28
A.Nicholoson,
Reynold, The Mystic of Islam, trans.
A.Nashir Pudiman, “tasawuf Menguat Cinta
Ilahi”, RajaGrafindo. Jakarta, 1993, hlm. 16.
Syarf,
Muhammad Yasir, Harakat At-Tashawwuf Al-Islam, damsyik, Al-Hai’at
Al-Mishariyyah Al-Amanah Li Al-Kitab, 1986, hlm 4
[1]Hamka, Tasauf Perkembangan Dan
Pemurniaanya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), hlm. 36
[2] Lihat Abi Nashr as-Siraj
Ath-Thusi,Al-Luma’, Ditahqiq oleh Abdul Halim Mahmud dan Thaha Abd Baqi
Surur,Mesir:Dar Al-Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Al-Mutsana Baghdad, hlm. 6
[3] http://www.scribd.com/doc/97144411/Sumber-Tasawuf-Dalam-Islam,
September17, 2012. 10: 44 PM
[4] http://islamic.net63.net/pendahuluan/pengertian_hadits.htm,
Sebtember25, 2012. 7:40 PM
[5] Rosihin Anwar, akhlak tasawuf (Bandung:Pustaka Setia,2010) hlm. 159
[6] H.R. Bukhari, No Hadist 6021
[7] Lihat, Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, Madkhal Ila
at-Tashawuf Al-Islam, ter. Ahmad rofi’ ‘Utsmani, “Sufi dari Zaman ke Zaman”,
Pustaka, Bandung, 1985, hlm. 22-34
[8]Lihat Ibid, hlm. 4; Abdul
Qadir Al-Jaelani, Koreksi terhadap ajaran Tasawuf, Gema Insani Press,
Jakarta, 1996, hlm. 17
[9] Muhammad Ghalab, At-Tashawwuf
al-Maqarin, Maktabah An-Nahdlah, Mesir, t.t., hlm 42; Zaelani, op. cit., hal. 25
[10]Usman. Said. Ibid. hlm 26
[11] ReynoldvA. Nicholson, The
Mystics of Islam, terj A. Munir Budiman, “Tasawuf Menguak Cinta Ilahi”,
Raja Grafindo. Jakarta, 1993. Hlm. 16
[12]Nasution, loc. cit
[13] Said. Op. cit. hlm 27-28
[14] Reynold A.Nicholoson, The
Mystic of Islam, trans. A.Nashir Pudiman, “tasawuf Menguat Cinta Ilahi”, RajaGrafindo. Jakarta, 1993, hlm.
16.
[15]Muhammad Yasir Syarf, Harakat At-Tashawwuf Al-Islam, damsyik,
Al-Hai’at Al-Mishariyyah Al-Amanah Li Al-Kitab, 1986, hlm 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar