Disusun Oleh :
1. Tri Abdul Rohman (2833123017)
2. Virgo Nandang Setiawan (2833123019)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Telah kita ketahui bahwasanya di
dunia ini terdapat bermacam-macam agama. Mulai dari agama samawi sampai agama
ardhi. Ada tiga agama besar di dunia yakni Islam, Kristen dan Buddha. Agama
Islam dibawah oleh Nabi Muhammad, sedangkan agama Kristen dibawah oleh Yesus
Kristus dan agama Buddha dibawah oleh Siddharta Gauttama.
Dalam makalah ini kami akan
mencoba membahas secara singkat tentang agama Buddha, mulai sejarah Agama budha
disertai biografi Siddarta Gautama dan ajaran Agama Buddha.
B. Rumusan
Masalah
1.
Sejarah
Agama Budha ?
2.
Ajaran
Agama Budha ?
C. Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui
Sejarah Agama Budha.
2.
Mengetahui
Ajaran Budha.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Agama Buddha
Jika membahas sejarah agama
Budha, maka tidak lepas dari biografi tokoh utama dari agama tersebut, yaitu
Siddharta Gautama. Mulai dari kelahirannya pada abad ke-6 di India utara,
sekitar 100 mil dari Benares. Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta
Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di
sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota
ini terletak di Nepal sebelah selatan.
Siddharta adalah anak tunggal
raja Suddhodana dari istrinya yang bernama Ratu Maha Maya. Sejak Siddharta
berada di dalam kandungan, sudah terjadi banyak keajaiban. Masa kehamilan 10
bulan itu terasa sangat cepat. Pada suatu hari ratu meminta berjalan-jalan di
taman Lumbini. Setelah itu ratu pulang
ke rumah ibunya untuk melahirkan anaknya. Di tengah perjalanan ke rumah ibunya
ratu telah melahirkan putranya, Siddharta Gautama. Pada saat melahirkan posisi
ratu sedang berdiri dan bertumpu pada dahan pohon sal. Selama proses melahirkan
ratu tidak merasakan sakit sama sekali. Pada saat itu terjadilah keajaiban
yakni bayi yang baru lahir tersebut dapat berjalan sebanyak 7 langkah, dan
disetiap langkahnya tumbuh sekuntum bunga teratai. Dan bayi itu berkata: “Ini
merupakan kelahiranku yang terakhir di dunia ini. Aku dilahirkan untuk menjadi
Buddha. Akulah orang yang paling mulia dan akan membawa ilmu dan ajaran untuk
menyelamatkan semua insan di dunia ini”.[1]
Sewaktu Siddharta lahir, ayahnya
memangil juru ramal untuk mengetahui nasib putranya dimasa yang akan datang.
Semua juru ramal itu mempunyai pendapat yang sama bahwa anak ini adalah anak
yang luar biasa dan akan menjadi seorang cakrawartin
(maha raja dunia). Namun, hanya petapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan
menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena
apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta
kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang
Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa. Bila tidak, ia akan
menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah: orang
tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa.[2]
Menanggapi ramalan dari pertapa
Kondanna, Sri Baginda memberikan kehidupan yang sangat mewah kepada sang
pangeran. Dibuat peraturan keras kepada semua orang untuk tidak membuat
pangeran kecewa dan sedih.
Namun pada suatu ketika,
Siddharta memaksa untuk bisa keluar dari istana karena dia penasaran dan ingin
mengetahui kehidupan di luar istana. Pada saat itulah Siddharta melihat empat
hal yang membuatnya sadar bahwa tubuh jasmani tidaklah kekal. Melainkan bisa
sakit, tua, dan mati. Dalam hati, dia bertanya, “di manakah panggung kehidupan
yang tidak mengenal usia tua ataupun kematian?”
Pada usia 20 tahun Siddharta
meninggakan kehidupan istana serta anak istrinya dan bertekad untuk menjadi
seorang zahid. Tetapi semua usaha itu tidak membuahkan hasil. Siddharta semakin
kurus dan tidak berdaya. Pada suatu hari, Siddharta mendengar perkataan pemain
musik, kemudian ia tersadar akan tujuannya. Setelah itu Siddharta menerima susu
dari seorang gadis baik hati. Kemudian ia berjalan sampai di bawah pohon Bodhi
dan dia bersumpah jika tidak dapat menemui kebenaran dan jawaban atas
persoalan-persalannya dia tidak akan meningalkan tempat itu.
Pada saat itu juga Raja setan
menghalangi Sidharta untuk mencari kebenaran. Ia juga berusaha manghalangi Siddharta
dengan binatang buas dan ia juga memerintahkan ke-3 anak perempuannya untuk
menggoda Siddharta agar menggagalkan usahanya dalam menemukan kebenaran. Namun
Siddharta tetap tenang seperti air dan tidak memerdulikannya.
Setelah Siddharta bersabar, dia
berhasil mengusir raja setan pada usia 35 tahun, Siddharta telah mencapai
makrifat. Pada saat itu juga, Siddharta Gautama telah menukar gelarnya sebagai
Gautama Buddha.
Semenjak Siddharta menukar
gelarnya ia menyebarkan ajaran Buddha. Perjalanannya menjelajahi beberapa
tempat untuk menyebarkan ilmu dan kebenaran itu. Tak memperdulikan lapisan
masyarakat, Buddha mengajar dengan penuh kesabaran dan menjawab segala
persoalan dengan bersunguh-sungguh. Hingga pengikut-pengikutnya kian bertambah.
Pada suatu hari ia sedang betapa,
tiba-tiba ia mendapat petunjuk bahwasanya ayahnya sakit parah. Seorang utusan
raja telah menyampaikan pesan kepada Buddha bahwasanya ayahnya ingin melihat
anaknya untuk terakhir kali. Buddha tidak menolak dan ia pun pergi ke istana
untuk menjenguk ayahnya. Setibanya di sana, Buddha mendekati ayahnya yang sudah
berumur 93 tahun yang sedang berbaring itu dan mengulurkan tangannya. Setelah
Buddha memegang tangan ayahnya, lalu ayahnya
berkata bahwa dia tidak menyesali kepergian putranya, karena putranya
telah menjadi seorang Buddha yang dihormati. Selepas kata-kata itu, raja telah
meninggal dunia. Semua orang disana menangis terisak-isak kecuali Buddha yang
melihat ayahnya dengan tenang. Setelah itu banyak kaum kerabat yang menjadi
pengikutnya.
Pada masa Buddha menginjak usia
80 tahun, Buddha telah meramalkan kematiannya. Hingga akhir hayatnya, Buddha
masih mengajar pengikut-pengikutnya. Pada bulan ke-2 hari ke-15 di tengah malam
bulan prnama, Buddha menutup mata selama-lama. Pada masa kini agama Budha telah
menjadi salah satu dari tiga agama utama di dunia ini
B. Ajaran
Agama Budha
Perlu ditekankan bahwa bahwa Buddha
bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep
ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta dicipakan oleh Tuhan dan
tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang
kekal.
“Ketahuilah
para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang
Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Wahai para bikkhu apabila tidak Yang Tidak
Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tidak
akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan,
pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bikkhu, karena ada Yang Tidak
Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada
kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan
dari sebab yang lalu”[3]
Ungkapan di atas adalah
pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII: 3, yang
merupakan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Budha. Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam bahasa Pali adalah Atthi
Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya “Suatu Yang Tidak
Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak”. Dalam hal
ini Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak
data dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentu apapun.
Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhatang) maka
manusia yang berkondisi (samkhatang) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran
kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi .
Bila kita mempelajari ajaran
agama Budha seperti yang terdapat dalam Kitab Suci Tripitaka, maka bukan hanya
konsep ketuhanan yang berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama lain, tetapi
banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan
dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep tentang alam
semesta, terbentuknya bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta,
kiamat dan keselamatan atau kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan
akhir hidup manusia adalah mencapai kebudhaan anutara samyak sambodhi atau pencerahan sejati di mana roh manusia
tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi
atau tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain
tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa-dewa yang dapat membantu, hanya dengan
usaha sendirilah kebudahan dapat dicapai. Budha hanya merupakan contoh, juru
pandu, dan guru bagi mahluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai
pencerahan rohani, dan melihat kebenaran dan realitas sebenar-benarnya.
Sebagaimana agama Islam dan
Kristen agama Budha juga menjunjung tingi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai
kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Budha biasanya di kenal dengan
pancasila.
Kelima nilai kemoralan untuk umat
awam adalah:
1.
Panatiata
Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku
bertekad akan melatih diri menghinari pembunuhan mahluk hidup)
2.
Adinnadana
Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku
bertekad akan melatih diri menghinari pencurian atau mengambil barang yang
tidak diberikan)
3.
Kamesu
Micchacara Veramani Sikkhapadam. (Aku
bertekad akan melatih diri menghinari melakukan perbuatan asusila)
4.
Musafada
Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku
bertekad akan melatih diri menghinari melakukan perkataan dusta)
5.
Surameraya
Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku bertekad akan melatih diri menghinari makanan atau minumam yang
dapat mengakibatkan lemahnya kesadaran)
Selain nilai-nilai moral di atas,
agama Budha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang
pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sansekerta)
berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan adapula aksi
atau karma buruk. Saat ini, istilah Karma sudah terasa umum digunakan, namun
cenderung di artikan secara keliru sebagai hukuman turunan atau hukuman berat
dan lain sebagainya. Guru Budha dalam Nibbedhika Sutta, Anguttara NikayaVI: 63
menjelaskan secara jelas arti dari kamma: “Para bikkhu, cetana (kehendak)lah
yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu
tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran”.
Jadi kamma berarti semua jenis
kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk yang dilakukan oleh jasmani
(kaya), perkataan (vaci), dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang
jahat (akusala). Kama atau sering disebut sebagai hukum kamma merupakan salah
satu hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu
mahluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan
menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma
disebut sebagai kamma Vipaka.[4]
Ciri-ciri agama Budha yaitu :
1.
Agama
Budha tidak mengabaikan atau mengutuk agama lain sebagai agama jahat.
2.
Agama
Budha mengakui semua jenis agama di dunia ini dan membedakan agama berdasarkan
pahamnya bukan citranya baik atau buruk.
3.
Budhisme
adalah demokrasi dan kebebasan.
4.
Dalam
ajaran agama Budha, kenyataan dan ilmu yang diajarkan bukan perintah yang harus
dituruti.
5.
Perayaan
hari Waisak merupakan perayaan yang paling penting karena mengingatkan umat
Budha pada tiga pristiwa penting mengenai Kelahiran Buddha, Penjedian Buddha
dan wafatnya Buddha.
Lima
larangan yang diajarkan agama Budha:
a.
Tidak
membunuh dan tidak mengancam nyawa orang lain.
b.
Tidak
mencuri dan tidak mengancam harta benda orang lain.
c.
Tidak
berzina dan tidak mengancam kesucan orang lain.
d.
Tidak
berohong dan tidak mengancam reputasi orang lain.
e.
Tidak
meminum arak dan tidak mengancam rasional sendiri dan keselamatan orang lain.
BAB
III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
dalam makalah ini telah
dijelaskan bahwasanya Buddha bukan sosok Tuhan. Dalam konsep ketuhanan dalam
agama Budha berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam
semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembai
ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Konsep ketuhanan dalam agama
Buddha berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta
dicipakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke
surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Sebagaimana surat at-Tin yang
mana menerangkan bahwasanya Buah Zaitun melambangkan Yerusalem, Yesus dan
Kristianitas. Bukit Sinai melambangkan Musa dan Yudaisme. Kota Mekah
menyimbolkan Islam dan Muhammad. Dan pohon Tin (fig) melambangkan Pohon Bodhi
dan Buddha.
B. Saran
Di sarankan kepada
pembaca, supaya lebih memahami tentang Agama
Budha, agar lebih baik mencari referensi lain selain
makalah ini. Karena
makalah ini jauh dari kata sempurna untuk di jadikan sebuah buku pedoman
dalam sistem pembelajaran dan penulis
mengharapkan saran dan kritik dari bapak dosen untuk perbaikan makalah
ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Smith, Huston, Agama
Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004)
Aziz-Us-Samad,
Ulfat, Agama Agama Besar Dunia, (Jakarta : Darul Kutubul Islamiyah, 2002)
[1]http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_agama_Buddha,
March26, 2013. 18:07 PM
[2]Huston
Smith, Agama Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 106
[3]http://coretan-miyah.blogspot.com/2011/03/makalah-tentang-agama-budha.html,
March25, 2013. 8:30 PM
[4]Ulfat Aziz-Us-Samad, Agama-Agama
Besar Dunia, (Jakarta : Darul Kutubul Islamiyah, 2002), h. 54
makasihhh blognya dah membantu saya dalam mengerjakan tugas
BalasHapussemoga bermanfaat...
BalasHapussyukron
BalasHapus