Kamis, 27 Juni 2013

Makalah Agama Budha


Disusun Oleh : 
1.      Tri Abdul Rohman             (2833123017) 
2.      Virgo Nandang Setiawan   (2833123019)



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Telah kita ketahui bahwasanya di dunia ini terdapat bermacam-macam agama. Mulai dari agama samawi sampai agama ardhi. Ada tiga agama besar di dunia yakni Islam, Kristen dan Buddha. Agama Islam dibawah oleh Nabi Muhammad, sedangkan agama Kristen dibawah oleh Yesus Kristus dan agama Buddha dibawah oleh Siddharta Gauttama.
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas secara singkat tentang agama Buddha, mulai sejarah Agama budha disertai biografi Siddarta Gautama dan ajaran Agama Buddha.
B.     Rumusan Masalah
1.      Sejarah Agama Budha ?
2.      Ajaran Agama Budha ?
C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Sejarah Agama Budha.
2.      Mengetahui Ajaran Budha.












BAB III
PEMBAHASAN
A.     Sejarah Agama Buddha
Jika membahas sejarah agama Budha, maka tidak lepas dari biografi tokoh utama dari agama tersebut, yaitu Siddharta Gautama. Mulai dari kelahirannya pada abad ke-6 di India utara, sekitar 100 mil dari Benares. Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan.
Siddharta adalah anak tunggal raja Suddhodana dari istrinya yang bernama Ratu Maha Maya. Sejak Siddharta berada di dalam kandungan, sudah terjadi banyak keajaiban. Masa kehamilan 10 bulan itu terasa sangat cepat. Pada suatu hari ratu meminta berjalan-jalan di taman  Lumbini. Setelah itu ratu pulang ke rumah ibunya untuk melahirkan anaknya. Di tengah perjalanan ke rumah ibunya ratu telah melahirkan putranya, Siddharta Gautama. Pada saat melahirkan posisi ratu sedang berdiri dan bertumpu pada dahan pohon sal. Selama proses melahirkan ratu tidak merasakan sakit sama sekali. Pada saat itu terjadilah keajaiban yakni bayi yang baru lahir tersebut dapat berjalan sebanyak 7 langkah, dan disetiap langkahnya tumbuh sekuntum bunga teratai. Dan bayi itu berkata: “Ini merupakan kelahiranku yang terakhir di dunia ini. Aku dilahirkan untuk menjadi Buddha. Akulah orang yang paling mulia dan akan membawa ilmu dan ajaran untuk menyelamatkan semua insan di dunia ini”.[1]
Sewaktu Siddharta lahir, ayahnya memangil juru ramal untuk mengetahui nasib putranya dimasa yang akan datang. Semua juru ramal itu mempunyai pendapat yang sama bahwa anak ini adalah anak yang luar biasa dan akan menjadi seorang cakrawartin (maha raja dunia). Namun, hanya petapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah: orang tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa.[2]
Menanggapi ramalan dari pertapa Kondanna, Sri Baginda memberikan kehidupan yang sangat mewah kepada sang pangeran. Dibuat peraturan keras kepada semua orang untuk tidak membuat pangeran kecewa dan sedih.
Namun pada suatu ketika, Siddharta memaksa untuk bisa keluar dari istana karena dia penasaran dan ingin mengetahui kehidupan di luar istana. Pada saat itulah Siddharta melihat empat hal yang membuatnya sadar bahwa tubuh jasmani tidaklah kekal. Melainkan bisa sakit, tua, dan mati. Dalam hati, dia bertanya, “di manakah panggung kehidupan yang tidak mengenal usia tua ataupun kematian?”
Pada usia 20 tahun Siddharta meninggakan kehidupan istana serta anak istrinya dan bertekad untuk menjadi seorang zahid. Tetapi semua usaha itu tidak membuahkan hasil. Siddharta semakin kurus dan tidak berdaya. Pada suatu hari, Siddharta mendengar perkataan pemain musik, kemudian ia tersadar akan tujuannya. Setelah itu Siddharta menerima susu dari seorang gadis baik hati. Kemudian ia berjalan sampai di bawah pohon Bodhi dan dia bersumpah jika tidak dapat menemui kebenaran dan jawaban atas persoalan-persalannya dia tidak akan meningalkan tempat itu.
Pada saat itu juga Raja setan menghalangi Sidharta untuk mencari kebenaran. Ia juga berusaha manghalangi Siddharta dengan binatang buas dan ia juga memerintahkan ke-3 anak perempuannya untuk menggoda Siddharta agar menggagalkan usahanya dalam menemukan kebenaran. Namun Siddharta tetap tenang seperti air dan tidak memerdulikannya.
Setelah Siddharta bersabar, dia berhasil mengusir raja setan pada usia 35 tahun, Siddharta telah mencapai makrifat. Pada saat itu juga, Siddharta Gautama telah menukar gelarnya sebagai Gautama Buddha.
Semenjak Siddharta menukar gelarnya ia menyebarkan ajaran Buddha. Perjalanannya menjelajahi beberapa tempat untuk menyebarkan ilmu dan kebenaran itu. Tak memperdulikan lapisan masyarakat, Buddha mengajar dengan penuh kesabaran dan menjawab segala persoalan dengan bersunguh-sungguh. Hingga pengikut-pengikutnya kian bertambah.
Pada suatu hari ia sedang betapa, tiba-tiba ia mendapat petunjuk bahwasanya ayahnya sakit parah. Seorang utusan raja telah menyampaikan pesan kepada Buddha bahwasanya ayahnya ingin melihat anaknya untuk terakhir kali. Buddha tidak menolak dan ia pun pergi ke istana untuk menjenguk ayahnya. Setibanya di sana, Buddha mendekati ayahnya yang sudah berumur 93 tahun yang sedang berbaring itu dan mengulurkan tangannya. Setelah Buddha memegang tangan ayahnya, lalu ayahnya  berkata bahwa dia tidak menyesali kepergian putranya, karena putranya telah menjadi seorang Buddha yang dihormati. Selepas kata-kata itu, raja telah meninggal dunia. Semua orang disana menangis terisak-isak kecuali Buddha yang melihat ayahnya dengan tenang. Setelah itu banyak kaum kerabat yang menjadi pengikutnya.
Pada masa Buddha menginjak usia 80 tahun, Buddha telah meramalkan kematiannya. Hingga akhir hayatnya, Buddha masih mengajar pengikut-pengikutnya. Pada bulan ke-2 hari ke-15 di tengah malam bulan prnama, Buddha menutup mata selama-lama. Pada masa kini agama Budha telah menjadi salah satu dari tiga agama utama di dunia ini
B.     Ajaran Agama Budha
Perlu ditekankan bahwa bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta dicipakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
“Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Wahai para bikkhu apabila tidak Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu”[3]
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII: 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Budha. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak”. Dalam hal ini Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak data dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentu apapun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhatang) maka manusia yang berkondisi (samkhatang) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi .
Bila kita mempelajari ajaran agama Budha seperti yang terdapat dalam Kitab Suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep ketuhanan yang berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep tentang alam semesta, terbentuknya bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan keselamatan atau kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebudhaan anutara samyak sambodhi atau pencerahan sejati di mana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi atau tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa-dewa yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebudahan dapat dicapai. Budha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi mahluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran dan realitas sebenar-benarnya.
Sebagaimana agama Islam dan Kristen agama Budha juga menjunjung tingi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Budha biasanya di kenal dengan pancasila.
Kelima nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
1.      Panatiata Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku bertekad akan melatih diri menghinari pembunuhan mahluk hidup)
2.      Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku bertekad akan melatih diri menghinari pencurian atau mengambil barang yang tidak diberikan)
3.      Kamesu Micchacara Veramani Sikkhapadam. (Aku bertekad akan melatih diri menghinari melakukan perbuatan asusila)
4.      Musafada Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku bertekad akan melatih diri menghinari melakukan perkataan dusta)
5.      Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami. (Aku bertekad akan melatih diri menghinari makanan atau minumam yang dapat mengakibatkan lemahnya kesadaran)
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Budha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sansekerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan adapula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah Karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung di artikan secara keliru sebagai hukuman turunan atau hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Budha dalam Nibbedhika Sutta, Anguttara NikayaVI: 63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma: “Para bikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran”.
Jadi kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci), dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala). Kama atau sering disebut sebagai hukum kamma merupakan salah satu hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu mahluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai kamma Vipaka.[4]
Ciri-ciri agama Budha yaitu :
1.      Agama Budha tidak mengabaikan atau mengutuk agama lain sebagai agama jahat.
2.      Agama Budha mengakui semua jenis agama di dunia ini dan membedakan agama berdasarkan pahamnya bukan citranya baik atau buruk.
3.      Budhisme adalah demokrasi dan kebebasan.
4.      Dalam ajaran agama Budha, kenyataan dan ilmu yang diajarkan bukan perintah yang harus dituruti.
5.      Perayaan hari Waisak merupakan perayaan yang paling penting karena mengingatkan umat Budha pada tiga pristiwa penting mengenai Kelahiran Buddha, Penjedian Buddha dan wafatnya Buddha.
Lima larangan yang diajarkan agama Budha:
a.       Tidak membunuh dan tidak mengancam nyawa orang lain.
b.      Tidak mencuri dan tidak mengancam harta benda orang lain.
c.       Tidak berzina dan tidak mengancam kesucan orang lain.
d.      Tidak berohong dan tidak mengancam reputasi orang lain.
e.       Tidak meminum arak dan tidak mengancam rasional sendiri dan keselamatan orang lain.



BAB III
KESIMPULAN
A.     Kesimpulan
dalam makalah ini telah dijelaskan bahwasanya Buddha bukan sosok Tuhan. Dalam konsep ketuhanan dalam agama Budha berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembai ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep ketuhanan dalam agama samawi. Dimana alam semesta dicipakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Sebagaimana surat at-Tin yang mana menerangkan bahwasanya Buah Zaitun melambangkan Yerusalem, Yesus dan Kristianitas. Bukit Sinai melambangkan Musa dan Yudaisme. Kota Mekah menyimbolkan Islam dan Muhammad. Dan pohon Tin (fig) melambangkan Pohon Bodhi dan Buddha.
B.     Saran
Di sarankan kepada pembaca, supaya lebih memahami tentang Agama Budha, agar lebih baik mencari referensi lain selain makalah ini. Karena makalah ini jauh dari kata sempurna untuk di jadikan sebuah buku pedoman dalam sistem pembelajaran dan penulis  mengharapkan saran dan kritik dari bapak dosen untuk perbaikan makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA

Smith, Huston, Agama Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004)
Aziz-Us-Samad, Ulfat, Agama Agama Besar Dunia, (Jakarta : Darul Kutubul Islamiyah, 2002)



[2]Huston Smith, Agama Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 106
[4]Ulfat Aziz-Us-Samad, Agama-Agama Besar Dunia, (Jakarta : Darul Kutubul Islamiyah, 2002), h. 54

3 komentar: