Disusun Oleh :
1. Tri Abdul Rohman (2833123017)
2. Laylia Eka Cahyanti (2833123006)
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keistimewaan manusia dari segala
sesuatu adalah manusia karena punya akal fikiran. Maka manusia dengan
fikirannya merupakan isi dari alam ini, yang mana tidak ada yang mulia di dunia
ini, kecuali manusia yang berakalnya. Salah satu fungsi akal dalam kehidupan
manusia tiada lain sebagai petunjuk jalan guna memilih yang bermanfaat dan
meninggalkan yang mudharat. Disini Perlu kita ketahui secara garis besar bahwa
pembahasan dalam ilmu mantiq ada 3 pembahasan yaitu: 1. pembahasan lafadz, 2.
pembahasan qadhiyah, 3. pembahasan mencari dalil-dalil. Namun dari ketiga
pembahsan di atas, cuman akan di bahas satu pembahasan saja yaitu pembahasan
Qadhiyah (Qadhiyah Hamliyah). Maka dari itu, dalam penulisan makalah yang
sederhana ini akan lebih membahas secara struktural dalam ilmu mantik (logika)
yang di dalamnya terdapat pembahasan yaitu masalah Qadhiyah (Qadhiyah
Hamliyah). Dalam membahas nya juga nanti akan dibahas pengertian Qadhiyah,
pembagian Qadhiyah, dan pembahasan Qadhiyah Hamliyah.
B. Rumusan
Masalah
Berangkat
dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan
adalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian Qadhiyah itu?
2.
Apa
pembagian Qadhiyah itu ?
3.
Apa
pembahasan Qadhiyah Hamliyah itu ?
4.
Apa
Sur Qadhiyah Hamliyah itu ?
C. Tujuan
Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk
mengetahui tentang pengertian Qadhiyah.
2.
Untuk
mengetahui tentang pembagian Qadhiyah.
3.
Untuk
mengetahui tentang pembahasan Qadhiyah Hamliyah.
4.
Untuk
mengetahui tentang Sur Qadhiyah Hamliyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Qadhiyah
Qadhiyah dalam ilmu mantik adalah
jumlah (mufidah) dalam Ilmu Nahwu dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Jika
demikian dapatlah dikatakan bahwa qadhiyah adalah rangkaian kata-kata yang
mengandung pengertian. Contoh: Es dingin,.Apipanas,Udara segar, Mahasiswa tidak
hadir, Tahun depan saya akan menjadi sarjana. Kalimat-kalimat itu merupakan
contoh-contoh qadhiyah. Dan karena isi qadhiyah merupakan kabar maka nama lain
untuk qadhiyah adalah khabar. Setiap qadhiyah (khabar) selalu mengundang
kemungkinan benar atau salah. Qadhiyah itu benar jika kebetulan isinya sesuai
dengan kenyataan (muthabiq li al-waqi). Sebaliknya, qadhiyah itu salah (tidak benar).
Jika isinya tidak sesuai dengan kenyataan (ghairu muthabiq li al-waqi). Semua
qadhiyah demikian halnya, yaitu bisa benar dan bisa pula salah. Jika ada
qadhiyah yang isinya pasti benar, atau tidak mungkin salah, maka kepastian
kebenarannya itu tidak disebabkan oleh qadhiyah itu sendiri, melainkan oleh
kebenaran yang mengatakannya. Qadhiyah-qadhiyah berupa firman Allah di dalam
al-Quran yang mengandung isi pasti kebenarannya, bukanlah kebenarannya itu
karena qadhiyah-nya, tetapi karena kemahabenaran Allah yang memfirmankannya.
Sebaliknya jika ada qadhiyah yang hanya mungkin salah, atau tidak mungkin
dibenarkan isinya, maka yang salah dalam hal itu bukan qadhiyah-nya melainkan
yang mengatakannya. Isi Qadhiyah itu dikatakan bohong, bukan karena qadhiyah itu
sendiri,, tetapi karena yang mengatakannya adalah pembohong. Itulah sebabnya
mengapa suatu qadhiyah selalu dikatakan mungkin benar dan mungkin pula salah di
dalam dirinya.
B. Pembagian
Qadhiyah
Qadhiyah
terbagi dua:
1.
Hamliyah
(qadhiyah hamliyah)
Qadhiyah Hamliyah adalah
rangkaian lafazh yang mengandung pengertian. Dalam bahasa Indonesia qadhiyah
hamliyah dapat disamakan dengan kalimat. Contoh: Guru datang. Murid-murid
duduk. Pelajaran dimulai.
2.
Syarthiyah
(qadhiyah Syarthiyah)
Qadhiyah syarthiyah adalah dua
qadhiyah yang dirangkai dengan menggunakan adat syarat: jika, kalau, betapapun,
bagaimanapun (bahasa Arab: in, lau, kullama, mata, mahma, haitsuma dan banyak
lagi) sehingga kedua qadhiyah tersebut muncul menjadi satu qadhiyah. Contoh: Daging direbus(Q.I), Daging menjadi
rapuh(Q.II). Kedua qadhiyah itu dirangkai dengan menggunakan adat syarat (kata
pengandai), misalnya: Jika daging direbus maka daging menjadi rapuh. Kalimat
itu diperbaiki dengan misalnya: Jika daging direbus, ia menjadi rapuh.
Diperbaiki lagi: Daging, jika direbus, akan menjadi rapuh, atau: Daging akan
menjadi rapuh, jika direbus, atau: Jika direbus, daging akan menjadi rapuh.
Kalimat-kalimat di atas,
betapapun susunannya, tetap merupakan contoh qadhiyah syarthiyah. Sebab,
semuanya berasal dari dua qadhiyah yang dirangkai menggunakan adat syarat
sehingga muncul menjadi satu qadhiyah. Kedua qadhiyah yang dirangkai dalam
contoh di atas terlihat saling menyatu dan mengikat secara kausalitas, yaitu
terjadinya daging rapuh karena direbus. Dalam Ilmu Mantik, keterikatan semacam
itu diistilahkan dengan tashahub dan talazum (menyatu dan mengikat secara
kausalitas). Qadhiyah syarthiyah yang kondisinya semacam itu dinamakan
muttashilah, sehingga secara lengkap, disebut qadhiyah syarthiyah muttashilah. Qadhiyah
syarthiyah lainnya adalah dua qadhiyah yang diikat dengan kata adakalanya,
mungkin, boleh jadi, kadang-kadang (bahasa Arab: Imma) sehingga muncul menjadi
satu qadhiyah. Contoh: Muhammad di dalam rumah (Q.I), Muhammad di luar rumah
(Q.II). Kedua qadhiyah itu diikat menjadi satu dengan menggunakan kata
adakalanya, sehingga berbunyi: Adakalanya Muhammad di dalam rumah, adakalanya
di luar rumah.
Kedua qadhiyah yang dirangkai itu ternyata berlawanan yang diperlihatkan oleh kata di dalam rumah dan di luar rumah. Hubungan dua qadhiyah semacam itu, di dalam ilmu mantik, disebut tabayun dan 'inad (berlawanan, bertentangan atau berpisah). Qadhiyah syarthiyah denga kondisi seperti itu diistilahkan dengan qadhiyah syarthiyah munfashilah.
Kedua qadhiyah yang dirangkai itu ternyata berlawanan yang diperlihatkan oleh kata di dalam rumah dan di luar rumah. Hubungan dua qadhiyah semacam itu, di dalam ilmu mantik, disebut tabayun dan 'inad (berlawanan, bertentangan atau berpisah). Qadhiyah syarthiyah denga kondisi seperti itu diistilahkan dengan qadhiyah syarthiyah munfashilah.
C. Pembahasan
Qadhiyah Hamliyah
Dalam pengertiannya di atas telah
terlihat bahwa qadhiyah hamliyah adalah kalimat sempurna dalam peristilahan
bahasa Indonesia. Qadhiyah hamliyah dapat berbentuk positif (ijab) dan dapat
pula negatif (salab). Contoh: Ahmad pergi (ijab. Ahmad tdak pergi (salab). Mahasiswa
sibuk (ijab). Mahasiswa tidak sibuk (salab). Qadhiyah hamliyah mempunyai tiga
unsur:
1.
Maudhu'
(al-Mahkum 'alaih)
Maudhu' (al-Mahkum 'alaih), di
dalam Ilmu Nahwu, disebut mubtada, fa'il atau na'ib fa'il. Dalam contoh di
atas: Ahmad pergi. Ahmad tidak pergi. Mahasiswa sibuk dan Mahasiswa tidak
sibuk, yang menjadi maudhu' adalah Ahmad dan Mahasiswa dalam peristilahan Ilmu
Mantik.
2.
Mahmul
(al-Mahkum bih)
Mahmul (al-Mahkum bih), di dalam
Ilmu Nahwu disebut khabar, baik khabar mufrad maupun khabar ghairu mufrad.
Dalam contoh di atas: Ahmad pergi dan Ahmad tidak pergi, begitu juga: Mahasiswa
sibuk dan Mahasiswa tidak sibuk, yang menjadi mahmul adalah: pergi dan tidak pergi,
sibuk dan tidak sibuk.
3.
Rabithah
Rabithah (yang mengikat)
merupakan lafazh (kata-kata) yang menunjuk kepada adanya ikatan kuat antara
maudhu' dengan mahmul. Rabithah itu biasanya terdiri atas dhamir (kata ganti),
seperti hua, huma, hum, dan sebagainya, atau: fi'il naqish, seperti kana, kanu
dan sebagainya. Contoh: (dalam bahasa Arab), Luthfi hua sa'iq (Lutfi dia
sopir). Usman kana bulisiyan (Usman adalah polisi). Kadang-kadang suatu
qadhiyah terdiri dari hanya maudhu' dan mahmul saja. Qadhiyah semacam ini
disebut qadhiyah tsuna'iyah (qadhiyah yang terdiri dari dua kata atau rangkaian
dua rangkuman kata). Contoh: Lutfi sopir (rangkaian dua kata).Usman polisi
(rangkaian dua kata), Musuh yang pandai lebih baik daripada teman bodoh
(rangkaian dua rangkuman kata). Tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah (rangkaian dua rangkuman kata). Sedang qadhiyah yang mengikutisertakan
rabithah, secara mantiki, disebut qadhiyah tsulatsiyah (tiga kata atau tiga
rangkuman kata). Contoh: Hamdiyah bersama kakak-kakak dan adik-adiknya (I)
adalah mereka itu seperti bersaudara akrab (II) dengan Aminah dan semua
keluarganaya(III).
Qadhiyah Hamliyah dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu dari sisi mahmul dan dari sisi maudhu'. Dilihat dari sisi
ada atau tidak adanya mahmul pada maudhu', qadhiyah hamliyah terbagi dua:
1.
Mujibah
Mujibah (qadhiyah hamliyah
mujibah) adalah qadhiyah yang mahmul-nya ada atau terdapat pada maudhu'.
Contoh: Jakarta adalah kota terbesar di Indonesia. Beras Cianjur adalah yang
terbaik di Jawa Barat. Kota terbesar (mahmul) ada atau terdapat pada Jakarta
(maudhu'). Terbaik (mahmul) ada atau terdapat pada beras Cianjur (maudhu').
2.
Salibah
Salibah (Qadhiyah hamliyah
salibah) adalah qadhiyah yang mahmul-nya tidak ada atau tidak terdapat pada
maudhu'. Contoh: Jakarta bukanlah kota kecil. Sebagian petani Indonesia belum
berfikir maju. Kota kecil (mahmul) tidak ada atau tidak terdapat pada Jakarta
(maudhu'). Demikian juga , berfikir maju (mahmul) tidak ada atau tidak terdapat
pada sebagian petani Indonesia (maudhu'), karena belum seluruh mereka sudah
berfikir maju.
Qadhiyah
Hamliyah dilihat dari segi maudhu'.
Dilihat
dari sisi maudhu'-nya, qadhiyah hamliyah terbagi empat:
1.
Syakhshiyah
Syakhshiyah (Qadhiyah hamliyah
syakhshiyah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya merupakan orang (manusia)
tertentu, atau maudhu'-nya salah satu dari isim-isim ma'rifah.
Contoh: Abu Bakar adalah Khalifah Rasulullah yang pertama. Anda adalah mahasiswa terpuji. Jakarta adalah ibu kota RI.
Contoh: Abu Bakar adalah Khalifah Rasulullah yang pertama. Anda adalah mahasiswa terpuji. Jakarta adalah ibu kota RI.
2.
Muhmalah
Muhmalah (qadhiyah hamliyah
muhmalah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli, tetapi mahmulnya belum
tentu ada atau terdapat pada semua atau sebagian satuan maudhu'. Contoh:
Manusia (kulli) dapat mengikuti pengajaran tinggi. Contoh ini dikatakan
muhmalah karena dapat mengikuti pengajaran tinggi (mahmul), tidak ada atau
tidak melekat kepada manusia secara kulli, yakni keseluruhan manusia, melainkan
kepada sebagian manusia saja yang mempunyai biaya, kemampuan dan kesempatan
untuk itu.
3.
Kulliyah
Kulliyah (qadhiyah hamliyah
kulliyah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli dan mahmul-nya ada atau
melekat kepada seluruh satuan maudhu'. Contoh: Seluruh makhluk hidup butuh akan
makanan. Seluruh makhluk hidup adalah maudhu' yang lafazhnya kulli. Sedang
butuh akan makanan adalah mahmul yang ada dan melekat kepada keselurahan
maudhu', yaitu seluruh makhluk hidup.
4.
Juz'iyah
Juz'iyah (qadhiyah hamliyah
juz'iyah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli, sedang mahmul-nya ada
atau terdapat pada sebagian dari satuan maudhu' itu saja. Contoh:
Sebagian makhluk hidup, Sebagian benda cair. Sebagian tumbuh-tumbuhan tanaman keras..
Sebagian makhluk hidup, Sebagian benda cair. Sebagian tumbuh-tumbuhan tanaman keras..
Sebagian makhluk, sebagian benda,
dan sebagian tumbuh-tumbuhan adalah lafazh juz'i yang menjadi maudhu' dalam
contoh-contoh di atas. Sedang hidup, mahmul pada contoh pertama, terdapat pada
sebagian makhluk. Cair, mahmul pada contoh kedua, terdapat pada sebagian benda.
Demikian juga tanaman keras, mahmul pada contoh ketiga, terdapat pada sebagian
tumbuh-tumbuhan.
Qadhiyah hamliyah syakhshiyah
digabungkan oleh kebanyakan pakar mantik ke dalam Qadhiyah hamliyah kulliyah.
Sedangkan qadhiyah hamliyah muhmalah mereka gabungkan ke dalam qadhiyah
hamliyah juz'iyah. Penggabungan itu telah menyebabkan pembagian qadhiyah hamliyah
menjadi empat saja: Pertama, dilihat dari maudhu'-nya, qadhiyah hamliyah
terbagi kepada: (1) kulliyah dan (2) Juz'iyah.
Kedua, dilihat dari segi
mahmulnya, qadhiyah hamliyah terbagi kepada (1) mujibah dan (2) salibah. Dengan
cara lain, qadhiyah hamliyah dapat dirinci sebagai berikut:
1.
Qadhiyah
hamliyah mujibah kulliyah.
2.
Qadhiyah
hamliyah mujibah juz'iyah.
3.
Qadhiyah
hamliyah salibah kulliyah.
4.
Qadhiyah
hamliyah salibah juz'iyah.
Atau
Qadhiyah Hamliyah:
Qadhiyah Hamliyah:
1.
Mujibah
kulliyah
2.
Mujibah
juz'iyah
3.
Salibah
kulliyah
4.
salibah
juz'iyah
D. Sur
Qadhiyah Hamliyah
Sur secara lughawi, adalah pagar
yang sekaligus mengandung arti batas. Pagar kebun mengandung arti batas kebun.
Secara terminologi mantiki, sur adalah lafazh (kata-kata) yang menunjuk kepada
kamiyah (keberapaan) ketentuan yang berlaku atas maudhu'. Qadhiyah yang diberi
sur disebut qadhiyah musawarah atau mahshurah (secara lughawi: dipagari atau
dibatasi). Contoh: Berapa banyak peserta yang yang hadir dalam pertemuan itu?
Pertanyaan ini dijawab dengan qadhiyah yang memakai sur (batas keberapaan).
Misalnya: Semua peserta hadir (kullu. Sebagaian peserta hadir (ba'dhu). Tidak
ada seorang pun hadir (la syai', la ahad. Tidaklah sebagian peserta hadir
(laisa ba'dhu). Contoh lain: Firman Allah: Ya Ayyuhal-ladzina amanudkhulu
fis-silmi (Wahai orang-orang yang beriman, mauklah kamu ke dalam Islam).
Pertanyaan muncul: Berapa banyak harus masuk ke dalam Islam itu? Jawabannya
segera menyusul: dengan sur, yaitu kaffah (secara keseluruhan).
Pembagian
Sur terbagi ke dalam bagian-bagian sebagai berikut:
1.
Sur
Kulli Ijabi
Lafazh (kata) untuk sur kulli
ijabi adalah tiap-tiap (kullun), sekalian (jami'un), umumnya ('ammatun),
seluruhnya (kaffatun), dan yang semacamnya yang menunjuk kepada ada atau
terdapatnya mahmul pada seluruh satuan maudhu'. Contoh: Semua mahasiswa hadir.
Semua orang menyambut kedatangannya. Tiap-tiap mahasiswa yang lulus mendapat
ijazah. Pada umumnya, mahasiswa mendapat IP sedang.
2.
Sur
Kulli Salabi
Lafazh (kata untuk sur kulli
salabi adalah tidak satupun (la syai'), tidak seorang pun (la ahada), tiada
satu pun upaya (la haula), tiada satu pun kekuatan (la quwwata), tiada seorang
laki-laki pun (la rajula) dan yang semacamnya yang menunjuk kepada tidak ada
atau tidak melekatnya mahmul kepada seluruh satuan maudhu'. Contoh: Tidak
seorang pun mahasiswa hadir. Tidak ada kekuatan yang bias menghalanginya.
3.
Sur
Juz'i Ijabi
Lafazh (kata) untuk sur juz'I
ijabi adalah: sebagian (ba'dhu), banyak (katsiru), sebagian besar (mu'zhamu),
sedikit (qalilu) dan yang semacamnya yang menunjuk kepada ada atau terdapatnya
mahmul pad sebagian satuan maudhu'. Contoh: Sebagian mahasiswa hadir. Sebagian
besar petani mengubah nasibnya. Sedikit saja orang kota mau ke desa.
4.
Sur
Juz'i Salabi
Lapazh (kata) untuk sur juz'i
salabi adalah: tidaklah sebagian (laisa ba'dhu), tidaklah setiapnya (lasa
kulluhu), tidaklah semuanya (laisa jami'u), sebagian tidak (ba'dhun laisa) dan
yang semacamnya yang menunjuk kepada tidak ada atau tidak terdapatnya mahmul
pada sebagian satuan maudhu'. Contoh: Tidak ada sebagian mahasiswa hadir. Tidak
semua orang senang kepada pertunjukan itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara garis besar penulis dapat
mengambil kesimpulan dari pembahasan awal bahwa pembahasan ilmu mantiq ada tiga
pembahasan yaitu lafdhiyah, qadhiyah, dan mencari dalil-dalil. Dan disini
penulis hanya mambahas tentang Qadhiyah (Qadhiyah Hamliyah). Sedangkan lafadh
qadhiyah adalah “qaulun mufidun alladzi yahtamilu ashdiqawal kadziba lidzatihi”
artinya ialah: suatu perkataan yang berfaidah, yang mengandung kemungkinan
benar atau salah. Dengan melihat perkataan itu sendiri tidak melihat dari siapa
yang mengatakannya.
B. Saran
Dalam hal ini, penulis cuma bisa
memberikan sedikit gambaran secara global tentang pembuatan makalah ini
terutama pada awal dan penutup, namun secara detailnya teman-teman terutama
Bapak dosen pengajar diharapkan bukan hanya dapat membaca pada makalah ini yang
tertera diatas, tapi juga pada makalah atau buku-buku sejenisnya yang lain,
yang lebih baik lagi. Dan akhirnya, harapan dari penulis kritik dan saran
terhadap penulisan makalah ini demi penyempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
H.
Baihaqi A. K . 2002. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Mu’in
Taib Thahir Abd K.H.M, Prof. 1964. Ilmu Mantiq, Jakarta: Widjaya Jakarta.
Hasan,
M. Ali. 1995. Ilmu Mantiq Logika. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
www.google.com