Jumat, 28 Maret 2014

Makalah as-Shabr dalam al-Qur’an

Disusun Oleh :

1.      Tri Abdul Rohman     (2833123017)

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kesabaran adalah salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat dikatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran. Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup bersabar tatkala tertimpa musibah.Maka disini akan menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar menanggung ketentuan takdir Allah.
Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar  yang banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian berupa ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah maka akan diterangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala tertimpa takdir yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu  juga kami ingin memberikan penegasan bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan hukumnya juga wajib.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaiman pengertian Sabar ?
2.      Bagaimana macam-macam sabar ?
3.      Bagaimana cara melatih kesabaran ?
4.      Bagaimana sabar dalam ajaran Sufi ?
C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian Sabar.
2.      Mengetahui macam-macam sabar.
3.      Mengetahui cara melatih kesabaran.
4.      Mengetahui sabar dalam ajaran Sufi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Sabar
Secara harfiah  , sabar berasal dari kata shabara – Yashbiru - Shabran yang artinya menahan atau mengekang. Sabar adalah menahan diri dari bersikap, berbicara, dan bertingkah laku yang tidak dibenarkan oleh Allah swt. Dalam berbagai keadaan yang sulit, berat dan mencemaskan. Sabar juga bermakna ketabahan  dalam menerima suatu kesulitan dan kepahitan, baik secara jasmani seperti menanggung beban dengan badan berupa beratnya suatu pekerjaan, sakit, dan sebagainya, juga sabar secara rohani seperti menahan keinginan yang tidak benar.
Kata sabar mengandung makna yang sedemikian luas dalam berbagai keadaan, sehingga istilahnya pun berbeda-beda. Ketika seseorang mendapatkan musibah, dia harus bersabar yang lawannya adalah jaza’u (keluh kesah). Ketika dia hidup berkecukupan atau berlebihan, dia harus mengendalikan nafsu yang disebut dengan zuhud yang kebalikannya adalah serakah (al-hirshu).
Jika dia menghadapi peperangan, kesabarannya disebut disebut dengan syajaa’ah (berani), bukan jubnu (takut,pengecut), jika dia sedang marah kesabarannya adalah lemah lembut (al-hilmu) yang lawannya adalah emosional (tadzammur), jika dia menghadapi bencana, sabarnya adalah berlapang dada, jika dia menyimpan perkataan (rahasia), sabarnya adalah kitmaanus-sirri, jika dia memperoleh sesuatu yang tidak banyak, sabarnya adalah qanaa’ah (menerima).
Menurut Dzun Nun Al-Mishri, yang di maksud sabar adalah menjahui hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan, dan menampakan sikap kaya dengan menembunyikan kekafiran di medan penghidupan, menurut ibnu Atha’, yang dimaksud sabar ialah tertimpa cobaan dengan tetap berperilaku yang baik. Menurut sebagian ulama, yang di maksud sabar adalah tertimpa cobaan dengan tetap bersikap baik dalam pergaulan sebagaiman keadaan sehat.[1]
Menurut Toto Tasmara sabar berarti memiliki ketabahan dan daya tahan yang sangat kuat untuk menerima beban, ujian atau tantangan tanpa sedikitpun mengubah harapan untuk menuai hasil yang ditanamkannya.[2] Sejalan dengan pendapat Toto Tasmara, Toshihiko Izutsu  mengemukakan bahwa sabar berarti memiliki ketabahan dan kekuatan jiwa menghadapi kesengsaraan, penderitaan dan kesulitan dalam hidup.[3]
Sabar merupakan sesuatu yang amat penting untuk dimiliki oleh setiap muslim, bahkan ini merupakan sesuatu yang harus diutamakan, karena begitu banyak ujian dan tantangan hidup yang senuanya itu harus dihadapi dengan kesabaran. Allah swt. Berfirman :
* žcâqn=ö7çFs9 þÎû öNà6Ï9ºuqøBr& öNà6Å¡àÿRr&ur  ÆãèyJó¡tFs9ur z`ÏB z`ƒÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNà6Î=ö6s% z`ÏBur šúïÏ%©!$# (#þqä.uŽõ°r& ]Œr& #ZŽÏWx. 4 bÎ)ur (#rçŽÉ9óÁs? (#qà)­Gs?ur ¨bÎ*sù šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏQ÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÑÏÈ  

“ Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan. “ (Ali-Imran : 186)
B.     Macam-Macam Sabar
     Seorang ulama kondang abad ini, Shaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya ash-Shabr fi al-Qur’an membagi sabar kedalam enam macam, yaitu :
1.      Sabar menerima cobaan hidup. Cobaan seperti ini bersifat alami, tak ada satu manusiapun yang dapat menghindarinya. Oleh karena itu, kita harus dapat menerimannya dengan penuh kesabaran.
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ   tûïÏ%©!$# !#sŒÎ) Nßg÷Fu;»|¹r& ×pt7ŠÅÁB (#þqä9$s% $¯RÎ) ¬! !$¯RÎ)ur Ïmøs9Î) tbqãèÅ_ºu ÇÊÎÏÈ   y7Í´¯»s9'ré& öNÍköŽn=tæ ÔNºuqn=|¹ `ÏiB öNÎgÎn/§ ×pyJômuur ( šÍ´¯»s9'ré&ur ãNèd tbrßtGôgßJø9$# ÇÊÎÐÈ  
Artinya: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.” (Al-Baqarah : 155-157)
2.      Sabar dari keinginan hawa nafsu. Hawa nafsu mempunyai kecenderungan untuk menginginkan segala macam kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan di dunia. Untuk mengendalikanya di perlukan kesabaran, al-Quran bahkan mengingatkan kita agar jangan sampai harta benda membuat kita lali dari mengingat Allah, Allah Swt berfirman :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw ö/ä3Îgù=è? öNä3ä9ºuqøBr& Iwur öNà2ß»s9÷rr& `tã ̍ò2ÏŒ «!$# 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrçŽÅ£»yø9$# ÇÒÈ  
Artinya: ”Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (al-Munafiqun : 9)
3.      Sabar dalam taat kepada Allah SWT. Di perlukan kesabaran dalam beribadah, karena setan tak pernah berhenti menggoda hamba-Nya yang taat melaksanakan perintah-Nya. Allah swt berfiman :

>§ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $tBur $yJåks]÷t/ çnôç7ôã$$sù ÷ŽÉ9sÜô¹$#ur ¾ÏmÏ?y»t6ÏèÏ9 4 ö@yd ÞOn=÷ès? ¼çms9 $wŠÏJy ÇÏÎÈ  
Artinya : “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65)
4.      Sabar dalam berdakwah. Lukman hakim menasehati putranya agar tetap bersabar menerima cobaan ketika berdakwah. Begitu indahnya nasehat itu sampai Allah menyampaikan dalam al-Qur’an :

¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ    
Artinya : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman : 17)
5.      Sabar dalam perang. Dalam keadaan terdesak seorang prajurit Isalam tidak boleh lari meninggalkan medan perang, kecuali apabila itu bagiaan dari siasat perang. Sebab diantara sifat-sifat orang yang bertaqwa dalah sabar dalam peperangan, sebagai firman-Nya :
tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ  
Artinya : “dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (al Baqarah : 177)
6.      Sabar dalam pergaulan. Dalam pergaulan adakalanya kita tersinggung ketika mendengar atau mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari orang lain. Namun, sebagai muslim kita diwajibkan untuk bersabar dalam menghadapinya, karena boleh terjadi hal itu ternyata akan mendatangkan[4]
C.     Cara melatih kesabaran
Untuk memiliki sifat sabar kita harus melatihnya secara rutin dengan mengambil kegiatan sehari-sehari sebagai ladang latihan. Misalnya, kesabaran orang tua dalam menghadapi anaknya, kesabaran guru terhadap murid-muridnya, kesabaran ulama terhadap jamaahnya, dan kesabaran pimpinan terhadap anak buahnya.
Karena itu, mulailah dengan melatih hal-hal sederhana, apakah kita resah ketika terjebak dalam kemacetan yang lama? Apakah kita kesal kepada orang yang tiba tiba saja menyalip antrian yang  panjang di suatu loket? Apakah kita tidak menggerutu saat sang bayi bangun dan merengek meminta pelukan dan buaian kita di malam hari? Apakah kita terburu buru saat menyelesaikan bacaan-bacaan shalat ketika kita sedang shalat? Apakah kita ikhlas duduk berlama-lama dalam majelis dzikir?
Mari kita liat kesabaran yang di tunjukan oleh Shaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ketika beliau di masukkan ke dalam penjara di Qal’ah (Benteng) dari mulutnya berkumandang ayat al-Quran yang berbunyi :
tPöqtƒ ãAqà)tƒ tbqà)Ïÿ»uZßJø9$# àM»s)Ïÿ»oYßJø9$#ur šúïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä $tRrãÝàR$# ó§Î6tGø)tR `ÏB öNä.ÍqœR Ÿ@ŠÏ% (#qãèÅ_ö$# öNä.uä!#uur (#qÝ¡ÏJtFø9$$sù #YqçR z>ÎŽÛØsù NæhuZ÷t/ 9qÝ¡Î0 ¼ã&©! 7>$t/ ¼çmãZÏÛ$t/ ÏmŠÏù èpuH÷q§9$# ¼çnãÎg»sßur `ÏB Ï&Î#t6Ï% Ü>#xyèø9$# ÇÊÌÈ  

....Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan si sebelah luarnya dari situ ada siksa. (al-Hadid (57): 13)
Beliau mondar mandir di sekitar pagar Qal’ah sambil mengulang-ulang ayat tadi. Sesaat beliau berkata, “apa gerangan yang akan di perbuat musuh-musuhku! Surga dan kebunku berada di dadaku, kemana saja aku pergi ia akan senantiasa bersamaku. Kitab dan sunah Nabi-Nya bersamaku. Jika mereka membunuhku, maka kematihanku adalah syahid. Jika mereka mengasingkanku, maka pengasinganku bagiku merupakan kesempatan untuk santai. Jika memenjarakanku, maka penjara bagiku laksana tempat khalwat-ku. Orang yang di tahan adalah orang yang di tahan dari Tuhannya dan orang yang di tawan adalah mereka yang di tawan oleh hawa nafsunya”
D.     Sabar dalam ajaran Sufi
Sabar yang di maksud dalam ajaran sufi adalah sifat yang di kehendaki oleh Allah SWT dengan jalan meninggalkan ucapan yang bisa membawa adanya keluh kesah dan keluh kesah itupun lalu di bawanya dalam ibadah. Orang yang sabar yaitu orang yang bisa menahan dirinya dalam hal yang di bencinya, lalu di arahkan untuk bertaubat kepada Allah. Dia melakukan kesabaran dengan tujuan mengharapkan pahala dari allah dan sanggup menanggung dirinya dalam kesusahan atau derita. Dengan kesabaran itu kita dapat berusaha untuk berbuat kebaikan dan bersikap lapang dada dengan meyakini bahwa Allah maha melihat kepada orang yang bersikap sabar. Sebab jika tidak mau bersabar maka akhirnya dia akan mendapatkan kemurkaan Tuhanya. Dia rela dengan kesabaran itu sebab yang demikian itu merupakan keputusan Tuhan, bahkan bersedia bersabar dalam setiap hari karena akan menimbulkan akibat baik.
Adanaya kesabaran yang sanggup di kuasainya maka dia telah mencapai tingkatan ridho. Sedangkan Allah akan dapat berbuat sapa saja sesuai dengan kehendaknya-Nya. Setelah adanya kebaikan makhluk karena kencintaan Allah terhadap makhluk-Nya.
Hal yang seharusnya di ketahui manusia bahwasanya seseorang tidak akan memiliki apapun kecuali segalanya dari Allah, maka tidak ada usaha yang lebih baik kecuali tuntutlah kerelaan Allah dan seseorang tidak akan mendapat kebaikan kecuali segalanya pemberian dari Allah. Jika suatu saat ada kerusakan bencana, maka hal itu adalah di tetapkan dan di atur oleh Allah untuk merusak orang tersebut. Sehingga musuh yang sebenarnya bagi manusia adalah perbuatnya sendiri yang buruk dan setiap manusia harus memimpin dirinya sendiri agar selalu baik. Kita harus bisa merubah kemarahan diri menjadi orang yang sabar. Jika kita banyak melupakan diri kepada Allah maka kita harus menjadi pemikir yang memikirkan ciptaan Allah, Usahakan selalu tetap selalu merendahkan diri dan tidak boleh memandang bahawa ada sesuatu yang agung kecuali Allah.
Sabar dalam ajaran sufi mempunyai nilai tertinggi dalam menapaki jalan tasawuf menuju makrifat billah. Dalam tasawuf di ajarkan bahwa seseungguhnya tidak ada jalan yang tidak berpenghalang. Begitu pula dengan perjalanan seseorang yang menuju kepada Allah.
Sebagaiman ditegaskan dalam firman Allah.
@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqyJø9$# 3 Nä.qè=ö7tRur ÎhŽ¤³9$$Î/ ÎŽösƒø:$#ur ZpuZ÷FÏù ( $uZøŠs9Î)ur tbqãèy_öè? ÇÌÎÈ  
Artinya : “kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan kepada kamilah kamu di kembalikan” (Q.S Al Andbiya’ : 35).
Dengan demikian telah nyata dan jelas bagi kita, bahwa ada dua macam cobaan, yakni keburukan dan kebaikan. Oleh karena itu kita hendaknya mawas diri dan selalu waspada sehingga mampu mengatasi berbagai cabaan tersebut sehingga perjalan kita dalam menuju Allah bisa terlaksana dengan baik.
Menurut Ibnu Qudamah al Muqaddasi, sikap sabar itu hanya terdapat pada manusia, sedangkan sabar di bedakan atas dua jenis, yaitu :
1.      Sabar yang berkaitan dengan tubuh, misalnya dalam menanggung penderitaan badan.
2.      Sabar dalam melakukan/melaksanakan melakukan ibadah yang di rasa sangat berat.
Seorang penyair sufi mengemukakan : “Orang yang bersabar sampai tercipta kesabaran , maka ia meminta untuk bersabar, sambil berseru: “Wahai orang yang sabar, tetaplah untuk bersabar”. Sufi lainnya mengatakan : “sabar ialah berlaku sabar dengan kesabaran atau hendaknya tidak mencari kebahagiaan di dalam berlaku sabar”. Lain lagi yang di ungkapkan oleh sahal ia menyatakan bahwa “sabar yaitu hanya mengaharapkan kebahagiaan dari Allah dan inilah suatu perbuatan yang paling utama dan paling mulia.
3 $yJ¯RÎ) ®ûuqムtbrçŽÉ9»¢Á9$# Nèdtô_r& ÎŽötóÎ/ 5>$|¡Ïm ÇÊÉÈ  
Artinya : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang di cukupkan pahala mereka tanpa batas” (Q.S Az Zumar : 10)
     Dengan demikiaan Allah telah menjanjikan pahala besar bagi orang-orang yang sabar. Dalam hal ini patut pula kita perhatikan dan renungkan perkataan Khalifah Umar bin Khatab r.a : “jika kamu bersabar, tetap berlalu ketentuan Allah dan kamu mendapatkan pahala dan jika kamu mengeluh, juga tetap berlalu ketentuan Allah dan kamu mendapat dosa di karenakan ketidak sabaranmu. Karena itu, seandainya kita mengarapkan atau menginginkan sesuatu, kemudian apa yang kita inginkan belum terpenuhi, maka hendaknya kita bersabar karena hal itu mungkin bukan milik kita.
Selanjutnya sabar itu ada 4 tingkatan menurut pengertian yang dhohir, diantaranya adalah :
1.      Sabar dalam menunaikan ibadah-ibadah yang di wajibkan oleh Allah pada setiap masa dan keadaan, yaitu dalam masa senang dan susah , masa sehat dan sakit dan dalam keadaan sukarela dan terpaksa.
2.      Sabar terhadap semua larangan Allah serta menahan nafsu dari segala perbuatan yang di inginkan oleh nafsu dari segala perkara yang tiada didiridloi oleh Allah.
3.      Sabar dalam mengerjakan ibadah ibadah yang sunat, berbakti dalam amalan amalan kebajikan yang akan mendekatkan seorang hamba kepada Tuhan.
4.      Sabar menerima hak yang di sampaikan kepadamu oleh siapa saja atau yang menyeru engkau dengan nasehat nasehat yang baik, maka hendakalah kamu menerimanya dengan penuh kesabaran.[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
       Secara harfiah  , sabar berasal dari kata shabara – Yashbiru- Shabran yang artinya menahan atau mengekang. Sabar adalah menahan diri dari bersikap,berbicara, dan bertingkah laku yang tidak dibenarkan oleh Allah swt. Seorang muslim harus bersabar dalam berbagai keadaan dan bentuknya dalam kehidupan ini. Secara garis besar, sabar bisa dikelompokkan menjadi dua : yaitu sabar jasmani dan rohani.
       Sabar mempunyai banyak keutamaan diantaranya adalah : Menimbulkan kekuatan yang berlipat,memperoleh balasan yang lebih baik, karunia yang utama, memperoleh kebahagiaan, memperoleh ampunan dan pahala yang besar, selalu bersama Allah, memperoleh keberuntungan dan masuk surga dengan disambut para malaikat.
          
DAFTAR PUSTAKA
Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin An, Ar-Risalatul Qusyairiah fi ‘ilmit Tashawwuf, Jakarta: Pustaka Amani, 2002
Tasmara, Toto, Kecerdasan Ruhaniah, Jakarta  : Gema Insani Press
Izutsu, Toshihiko, Etika Beragama dalam Qur’an, Jakarta  : Pustaka Firdaus, 1993
Bya, Asfa davy, Jejak langkah mengenal Allah, Jakarta: maghfirah pustaka, 2006
Senali, Saifulloh Al Aziz, Risalah memahami ilmu thasawwuf, surabaya: terbit terang, 1998



[1]Abul Qasim Abdul Karim Hawazin An Naisaburi, Ar-Risalatul Qusyairiah fi ‘ilmit Tashawwuf, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm. 259
[2]Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta  : Gema Insani Press, 2001), hlm. 30.
[3]Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam Qur’an, (Jakarta  : Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 158.
[4]Asfa davy bya, Jejak langkah mengenal Allah,(Jakarta: maghfirah pustaka, 2006), hlm. 408
[5]Saifulloh Al Aziz Senali, Risalah memahami ilmu thasawwuf, (surabaya: terbit terang, 1998) hlm. 136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar