Jumat, 28 Juni 2013

Makalah Pembahasan Qodhiyah Hamliyah


Disusun Oleh : 
1.      Tri Abdul Rohman     (2833123017) 
2.      Laylia Eka Cahyanti   (2833123006)



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Keistimewaan manusia dari segala sesuatu adalah manusia karena punya akal fikiran. Maka manusia dengan fikirannya merupakan isi dari alam ini, yang mana tidak ada yang mulia di dunia ini, kecuali manusia yang berakalnya. Salah satu fungsi akal dalam kehidupan manusia tiada lain sebagai petunjuk jalan guna memilih yang bermanfaat dan meninggalkan yang mudharat. Disini Perlu kita ketahui secara garis besar bahwa pembahasan dalam ilmu mantiq ada 3 pembahasan yaitu: 1. pembahasan lafadz, 2. pembahasan qadhiyah, 3. pembahasan mencari dalil-dalil. Namun dari ketiga pembahsan di atas, cuman akan di bahas satu pembahasan saja yaitu pembahasan Qadhiyah (Qadhiyah Hamliyah). Maka dari itu, dalam penulisan makalah yang sederhana ini akan lebih membahas secara struktural dalam ilmu mantik (logika) yang di dalamnya terdapat pembahasan yaitu masalah Qadhiyah (Qadhiyah Hamliyah). Dalam membahas nya juga nanti akan dibahas pengertian Qadhiyah, pembagian Qadhiyah, dan pembahasan Qadhiyah Hamliyah.

B.     Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Qadhiyah itu?
2.      Apa pembagian Qadhiyah itu ?
3.      Apa pembahasan Qadhiyah Hamliyah itu ?
4.      Apa Sur Qadhiyah Hamliyah itu ?

C.     Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian Qadhiyah.
2.      Untuk mengetahui tentang pembagian Qadhiyah.
3.      Untuk mengetahui tentang pembahasan Qadhiyah Hamliyah.
4.      Untuk mengetahui tentang Sur Qadhiyah Hamliyah.







BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Qadhiyah
Qadhiyah dalam ilmu mantik adalah jumlah (mufidah) dalam Ilmu Nahwu dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Jika demikian dapatlah dikatakan bahwa qadhiyah adalah rangkaian kata-kata yang mengandung pengertian. Contoh: Es dingin,.Apipanas,Udara segar, Mahasiswa tidak hadir, Tahun depan saya akan menjadi sarjana. Kalimat-kalimat itu merupakan contoh-contoh qadhiyah. Dan karena isi qadhiyah merupakan kabar maka nama lain untuk qadhiyah adalah khabar. Setiap qadhiyah (khabar) selalu mengundang kemungkinan benar atau salah. Qadhiyah itu benar jika kebetulan isinya sesuai dengan kenyataan (muthabiq li al-waqi). Sebaliknya, qadhiyah itu salah (tidak benar). Jika isinya tidak sesuai dengan kenyataan (ghairu muthabiq li al-waqi). Semua qadhiyah demikian halnya, yaitu bisa benar dan bisa pula salah. Jika ada qadhiyah yang isinya pasti benar, atau tidak mungkin salah, maka kepastian kebenarannya itu tidak disebabkan oleh qadhiyah itu sendiri, melainkan oleh kebenaran yang mengatakannya. Qadhiyah-qadhiyah berupa firman Allah di dalam al-Quran yang mengandung isi pasti kebenarannya, bukanlah kebenarannya itu karena qadhiyah-nya, tetapi karena kemahabenaran Allah yang memfirmankannya. Sebaliknya jika ada qadhiyah yang hanya mungkin salah, atau tidak mungkin dibenarkan isinya, maka yang salah dalam hal itu bukan qadhiyah-nya melainkan yang mengatakannya. Isi Qadhiyah itu dikatakan bohong, bukan karena qadhiyah itu sendiri,, tetapi karena yang mengatakannya adalah pembohong. Itulah sebabnya mengapa suatu qadhiyah selalu dikatakan mungkin benar dan mungkin pula salah di dalam dirinya.

B.     Pembagian Qadhiyah
Qadhiyah terbagi dua:
1.      Hamliyah (qadhiyah hamliyah)
Qadhiyah Hamliyah adalah rangkaian lafazh yang mengandung pengertian. Dalam bahasa Indonesia qadhiyah hamliyah dapat disamakan dengan kalimat. Contoh: Guru datang. Murid-murid duduk. Pelajaran dimulai.
2.      Syarthiyah (qadhiyah Syarthiyah)
Qadhiyah syarthiyah adalah dua qadhiyah yang dirangkai dengan menggunakan adat syarat: jika, kalau, betapapun, bagaimanapun (bahasa Arab: in, lau, kullama, mata, mahma, haitsuma dan banyak lagi) sehingga kedua qadhiyah tersebut muncul menjadi satu qadhiyah.  Contoh: Daging direbus(Q.I), Daging menjadi rapuh(Q.II). Kedua qadhiyah itu dirangkai dengan menggunakan adat syarat (kata pengandai), misalnya: Jika daging direbus maka daging menjadi rapuh. Kalimat itu diperbaiki dengan misalnya: Jika daging direbus, ia menjadi rapuh. Diperbaiki lagi: Daging, jika direbus, akan menjadi rapuh, atau: Daging akan menjadi rapuh, jika direbus, atau: Jika direbus, daging akan menjadi rapuh.
Kalimat-kalimat di atas, betapapun susunannya, tetap merupakan contoh qadhiyah syarthiyah. Sebab, semuanya berasal dari dua qadhiyah yang dirangkai menggunakan adat syarat sehingga muncul menjadi satu qadhiyah. Kedua qadhiyah yang dirangkai dalam contoh di atas terlihat saling menyatu dan mengikat secara kausalitas, yaitu terjadinya daging rapuh karena direbus. Dalam Ilmu Mantik, keterikatan semacam itu diistilahkan dengan tashahub dan talazum (menyatu dan mengikat secara kausalitas). Qadhiyah syarthiyah yang kondisinya semacam itu dinamakan muttashilah, sehingga secara lengkap, disebut qadhiyah syarthiyah muttashilah. Qadhiyah syarthiyah lainnya adalah dua qadhiyah yang diikat dengan kata adakalanya, mungkin, boleh jadi, kadang-kadang (bahasa Arab: Imma) sehingga muncul menjadi satu qadhiyah. Contoh: Muhammad di dalam rumah (Q.I), Muhammad di luar rumah (Q.II). Kedua qadhiyah itu diikat menjadi satu dengan menggunakan kata adakalanya, sehingga berbunyi: Adakalanya Muhammad di dalam rumah, adakalanya di luar rumah.
Kedua qadhiyah yang dirangkai itu ternyata berlawanan yang diperlihatkan oleh kata di dalam rumah dan di luar rumah. Hubungan dua qadhiyah semacam itu, di dalam ilmu mantik, disebut tabayun dan 'inad (berlawanan, bertentangan atau berpisah). Qadhiyah syarthiyah denga kondisi seperti itu diistilahkan dengan qadhiyah syarthiyah munfashilah.

C.     Pembahasan Qadhiyah Hamliyah
Dalam pengertiannya di atas telah terlihat bahwa qadhiyah hamliyah adalah kalimat sempurna dalam peristilahan bahasa Indonesia. Qadhiyah hamliyah dapat berbentuk positif (ijab) dan dapat pula negatif (salab). Contoh: Ahmad pergi (ijab. Ahmad tdak pergi (salab). Mahasiswa sibuk (ijab). Mahasiswa tidak sibuk (salab). Qadhiyah hamliyah mempunyai tiga unsur:
1.      Maudhu' (al-Mahkum 'alaih)
Maudhu' (al-Mahkum 'alaih), di dalam Ilmu Nahwu, disebut mubtada, fa'il atau na'ib fa'il. Dalam contoh di atas: Ahmad pergi. Ahmad tidak pergi. Mahasiswa sibuk dan Mahasiswa tidak sibuk, yang menjadi maudhu' adalah Ahmad dan Mahasiswa dalam peristilahan Ilmu Mantik.
2.      Mahmul (al-Mahkum bih)
Mahmul (al-Mahkum bih), di dalam Ilmu Nahwu disebut khabar, baik khabar mufrad maupun khabar ghairu mufrad. Dalam contoh di atas: Ahmad pergi dan Ahmad tidak pergi, begitu juga: Mahasiswa sibuk dan Mahasiswa tidak sibuk, yang menjadi mahmul adalah: pergi dan tidak pergi, sibuk dan tidak sibuk.
3.      Rabithah
Rabithah (yang mengikat) merupakan lafazh (kata-kata) yang menunjuk kepada adanya ikatan kuat antara maudhu' dengan mahmul. Rabithah itu biasanya terdiri atas dhamir (kata ganti), seperti hua, huma, hum, dan sebagainya, atau: fi'il naqish, seperti kana, kanu dan sebagainya. Contoh: (dalam bahasa Arab), Luthfi hua sa'iq (Lutfi dia sopir). Usman kana bulisiyan (Usman adalah polisi). Kadang-kadang suatu qadhiyah terdiri dari hanya maudhu' dan mahmul saja. Qadhiyah semacam ini disebut qadhiyah tsuna'iyah (qadhiyah yang terdiri dari dua kata atau rangkaian dua rangkuman kata). Contoh: Lutfi sopir (rangkaian dua kata).Usman polisi (rangkaian dua kata), Musuh yang pandai lebih baik daripada teman bodoh (rangkaian dua rangkuman kata). Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah (rangkaian dua rangkuman kata). Sedang qadhiyah yang mengikutisertakan rabithah, secara mantiki, disebut qadhiyah tsulatsiyah (tiga kata atau tiga rangkuman kata). Contoh: Hamdiyah bersama kakak-kakak dan adik-adiknya (I) adalah mereka itu seperti bersaudara akrab (II) dengan Aminah dan semua keluarganaya(III).

Qadhiyah Hamliyah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi mahmul dan dari sisi maudhu'. Dilihat dari sisi ada atau tidak adanya mahmul pada maudhu', qadhiyah hamliyah terbagi dua:
1.      Mujibah
Mujibah (qadhiyah hamliyah mujibah) adalah qadhiyah yang mahmul-nya ada atau terdapat pada maudhu'. Contoh: Jakarta adalah kota terbesar di Indonesia. Beras Cianjur adalah yang terbaik di Jawa Barat. Kota terbesar (mahmul) ada atau terdapat pada Jakarta (maudhu'). Terbaik (mahmul) ada atau terdapat pada beras Cianjur (maudhu').
2.      Salibah
Salibah (Qadhiyah hamliyah salibah) adalah qadhiyah yang mahmul-nya tidak ada atau tidak terdapat pada maudhu'. Contoh: Jakarta bukanlah kota kecil. Sebagian petani Indonesia belum berfikir maju. Kota kecil (mahmul) tidak ada atau tidak terdapat pada Jakarta (maudhu'). Demikian juga , berfikir maju (mahmul) tidak ada atau tidak terdapat pada sebagian petani Indonesia (maudhu'), karena belum seluruh mereka sudah berfikir maju.

Qadhiyah Hamliyah dilihat dari segi maudhu'.
Dilihat dari sisi maudhu'-nya, qadhiyah hamliyah terbagi empat:
1.      Syakhshiyah
Syakhshiyah (Qadhiyah hamliyah syakhshiyah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya merupakan orang (manusia) tertentu, atau maudhu'-nya salah satu dari isim-isim ma'rifah.
Contoh: Abu Bakar adalah Khalifah Rasulullah yang pertama. Anda adalah mahasiswa terpuji. Jakarta adalah ibu kota RI.
2.      Muhmalah
Muhmalah (qadhiyah hamliyah muhmalah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli, tetapi mahmulnya belum tentu ada atau terdapat pada semua atau sebagian satuan maudhu'. Contoh: Manusia (kulli) dapat mengikuti pengajaran tinggi. Contoh ini dikatakan muhmalah karena dapat mengikuti pengajaran tinggi (mahmul), tidak ada atau tidak melekat kepada manusia secara kulli, yakni keseluruhan manusia, melainkan kepada sebagian manusia saja yang mempunyai biaya, kemampuan dan kesempatan untuk itu.
3.      Kulliyah
Kulliyah (qadhiyah hamliyah kulliyah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli dan mahmul-nya ada atau melekat kepada seluruh satuan maudhu'. Contoh: Seluruh makhluk hidup butuh akan makanan. Seluruh makhluk hidup adalah maudhu' yang lafazhnya kulli. Sedang butuh akan makanan adalah mahmul yang ada dan melekat kepada keselurahan maudhu', yaitu seluruh makhluk hidup.
4.      Juz'iyah
Juz'iyah (qadhiyah hamliyah juz'iyah) adalah qadhiyah yang maudhu'-nya lafazh kulli, sedang mahmul-nya ada atau terdapat pada sebagian dari satuan maudhu' itu saja. Contoh:
Sebagian makhluk hidup, Sebagian benda cair. Sebagian tumbuh-tumbuhan tanaman keras..
Sebagian makhluk, sebagian benda, dan sebagian tumbuh-tumbuhan adalah lafazh juz'i yang menjadi maudhu' dalam contoh-contoh di atas. Sedang hidup, mahmul pada contoh pertama, terdapat pada sebagian makhluk. Cair, mahmul pada contoh kedua, terdapat pada sebagian benda. Demikian juga tanaman keras, mahmul pada contoh ketiga, terdapat pada sebagian tumbuh-tumbuhan.

Qadhiyah hamliyah syakhshiyah digabungkan oleh kebanyakan pakar mantik ke dalam Qadhiyah hamliyah kulliyah. Sedangkan qadhiyah hamliyah muhmalah mereka gabungkan ke dalam qadhiyah hamliyah juz'iyah. Penggabungan itu telah menyebabkan pembagian qadhiyah hamliyah menjadi empat saja: Pertama, dilihat dari maudhu'-nya, qadhiyah hamliyah terbagi kepada: (1) kulliyah dan (2) Juz'iyah.
Kedua, dilihat dari segi mahmulnya, qadhiyah hamliyah terbagi kepada (1) mujibah dan (2) salibah. Dengan cara lain, qadhiyah hamliyah dapat dirinci sebagai berikut:
1.      Qadhiyah hamliyah mujibah kulliyah.
2.      Qadhiyah hamliyah mujibah juz'iyah.
3.      Qadhiyah hamliyah salibah kulliyah.
4.      Qadhiyah hamliyah salibah juz'iyah.
Atau
Qadhiyah Hamliyah:
1.      Mujibah kulliyah
2.      Mujibah juz'iyah
3.      Salibah kulliyah
4.      salibah juz'iyah

D.     Sur Qadhiyah Hamliyah
Sur secara lughawi, adalah pagar yang sekaligus mengandung arti batas. Pagar kebun mengandung arti batas kebun. Secara terminologi mantiki, sur adalah lafazh (kata-kata) yang menunjuk kepada kamiyah (keberapaan) ketentuan yang berlaku atas maudhu'. Qadhiyah yang diberi sur disebut qadhiyah musawarah atau mahshurah (secara lughawi: dipagari atau dibatasi). Contoh: Berapa banyak peserta yang yang hadir dalam pertemuan itu? Pertanyaan ini dijawab dengan qadhiyah yang memakai sur (batas keberapaan). Misalnya: Semua peserta hadir (kullu. Sebagaian peserta hadir (ba'dhu). Tidak ada seorang pun hadir (la syai', la ahad. Tidaklah sebagian peserta hadir (laisa ba'dhu). Contoh lain: Firman Allah: Ya Ayyuhal-ladzina amanudkhulu fis-silmi (Wahai orang-orang yang beriman, mauklah kamu ke dalam Islam). Pertanyaan muncul: Berapa banyak harus masuk ke dalam Islam itu? Jawabannya segera menyusul: dengan sur, yaitu kaffah (secara keseluruhan).
Pembagian Sur terbagi ke dalam bagian-bagian sebagai berikut:
1.      Sur Kulli Ijabi
Lafazh (kata) untuk sur kulli ijabi adalah tiap-tiap (kullun), sekalian (jami'un), umumnya ('ammatun), seluruhnya (kaffatun), dan yang semacamnya yang menunjuk kepada ada atau terdapatnya mahmul pada seluruh satuan maudhu'. Contoh: Semua mahasiswa hadir. Semua orang menyambut kedatangannya. Tiap-tiap mahasiswa yang lulus mendapat ijazah. Pada umumnya, mahasiswa mendapat IP sedang.
2.      Sur Kulli Salabi
Lafazh (kata untuk sur kulli salabi adalah tidak satupun (la syai'), tidak seorang pun (la ahada), tiada satu pun upaya (la haula), tiada satu pun kekuatan (la quwwata), tiada seorang laki-laki pun (la rajula) dan yang semacamnya yang menunjuk kepada tidak ada atau tidak melekatnya mahmul kepada seluruh satuan maudhu'. Contoh: Tidak seorang pun mahasiswa hadir. Tidak ada kekuatan yang bias menghalanginya.
3.      Sur Juz'i Ijabi
Lafazh (kata) untuk sur juz'I ijabi adalah: sebagian (ba'dhu), banyak (katsiru), sebagian besar (mu'zhamu), sedikit (qalilu) dan yang semacamnya yang menunjuk kepada ada atau terdapatnya mahmul pad sebagian satuan maudhu'. Contoh: Sebagian mahasiswa hadir. Sebagian besar petani mengubah nasibnya. Sedikit saja orang kota mau ke desa.
4.      Sur Juz'i Salabi
Lapazh (kata) untuk sur juz'i salabi adalah: tidaklah sebagian (laisa ba'dhu), tidaklah setiapnya (lasa kulluhu), tidaklah semuanya (laisa jami'u), sebagian tidak (ba'dhun laisa) dan yang semacamnya yang menunjuk kepada tidak ada atau tidak terdapatnya mahmul pada sebagian satuan maudhu'. Contoh: Tidak ada sebagian mahasiswa hadir. Tidak semua orang senang kepada pertunjukan itu.





















BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Secara garis besar penulis dapat mengambil kesimpulan dari pembahasan awal bahwa pembahasan ilmu mantiq ada tiga pembahasan yaitu lafdhiyah, qadhiyah, dan mencari dalil-dalil. Dan disini penulis hanya mambahas tentang Qadhiyah (Qadhiyah Hamliyah). Sedangkan lafadh qadhiyah adalah “qaulun mufidun alladzi yahtamilu ashdiqawal kadziba lidzatihi” artinya ialah: suatu perkataan yang berfaidah, yang mengandung kemungkinan benar atau salah. Dengan melihat perkataan itu sendiri tidak melihat dari siapa yang mengatakannya.

B.     Saran
Dalam hal ini, penulis cuma bisa memberikan sedikit gambaran secara global tentang pembuatan makalah ini terutama pada awal dan penutup, namun secara detailnya teman-teman terutama Bapak dosen pengajar diharapkan bukan hanya dapat membaca pada makalah ini yang tertera diatas, tapi juga pada makalah atau buku-buku sejenisnya yang lain, yang lebih baik lagi. Dan akhirnya, harapan dari penulis kritik dan saran terhadap penulisan makalah ini demi penyempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.























DAFTAR PUSTAKA

H. Baihaqi A. K . 2002. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. Jakarta: Darul Ulum Press.
Mu’in Taib Thahir Abd K.H.M, Prof. 1964. Ilmu Mantiq, Jakarta: Widjaya Jakarta.
Hasan, M. Ali. 1995. Ilmu Mantiq Logika. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
www.google.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar